Saturday 11 September 2010

Malaysia Kurang Ajar

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Manusia paling ngetop, baik di kalangan penghuni Bumi maupun penghuni langit, Muhammad Rasulullah saw, mengajari kita bahwa yang namanya tetangga itu adalah enam puluh rumah di depan rumah kita, enam puluh rumah di samping kanan dan kiri, serta enam puluh rumah di belakang dan depan rumah kita. Artinya, Enam puluh rumah dari seluruh penjuru mata angin adalah tetangga terdekat kita.

Dari keseluruhan tetangga kita itu, kita akan menyaksikan berbagai pribadi, sifat, tingkah laku, dan karakater. Dari keseluruhan jenis tetangga itu, kita bisa membedakannya mana yang baik dan mana yang buruk. Ada yang buruk bagi dirinya sendiri tanpa mengganggu orang lain. Namun, ada pula yang buruk dan sangat mengganggu kita. Jika kita menganggap bahwa Malaysia adalah tetangga, jiran, sesungguhnya tetangga kita itu telah berlaku buruk terhadap kita. Dia termasuk tetangga yang kurang ajar di kawasan Asia.


Sejarah Buruk

Indonesia dalam sejarahnya pernah berkronfontasi dengan Malaysia. Konfrontasi Indonesia-Malaysia adalah sebuah perang mengenai masa depan Pulau Kalimantan antara Malaysia dan Indonesia pada 1962-1966.

Perang ini berawal dari kesombongan Malaysia yang ingin menggabungkan Brunei, Sabah, dan Sarawak dengan Persekutuan Tanah Melayu 1961. Pada tahun itu Kalimantan dibagi menjadi empat administrasi. Kalimantan merupakan sebuah Provinsi di Indonesia. Di sebelah utara adalah Kerajaan Brunei dan dua koloni Inggris, yaitu: Sarawak dan Britania Borneo Utara yang kemudian dinamakan Sabah. Sebagai bagian dari penarikan dari koloninya di Asia Tenggara, Inggris mencoba menggabungkan koloninya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya untuk membentuk Malaysia.

Rencana ini ditentang oleh Pemerintahan Indonesia. Presiden Soekarno berpendapat bahwa Malaysia hanya sebuah boneka Inggris dan memang kenyataannya Inggrislah yang benar-benar menggunakan Malaysia untuk kepentingannya. Penentangan dari Soekarno pun berdasarkan pandangan bahwa konsolidasi Malaysia hanya akan menambah kontrol Inggris di kawasan ini sehingga mengancam kemerdekaan Indonesia.
Presiden RI ke-1 Ir. Soekarno menegaskan Malaysia adalah negeri pendukung neokolonialisme imperialisme yang membahayakan Negara Indonesia

Filipina juga membuat klaim atas Sabah dengan alasan daerah itu memiliki hubungan sejarah dengan Filipina melalui Kepulauan Sulu.

Di Brunei Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) memberontak pada 8 Desember 1962. Mereka mencoba menangkap Sultan Brunei, menguasai ladang minyak, dan menyandera orang Eropa. Sultan lolos dan meminta pertolongan Inggris. Dia menerima pasukan Inggris dan Gurkha dari Singapura.
Pada 16 Desember Komando Timur Jauh Inggris (British Far Eastern Command) mengklaim bahwa seluruh pusat pemberontakan utama telah diatasi dan pada 17 April 1963 pemimpin pemberontakan ditangkap. Pemberontakan pun berakhir.

Filipina dan Indonesia resminya setuju untuk menerima pembentukan Malaysia apabila mayoritas masyarakat di daerah yang diperebutkan menyetujuinya dalam sebuah referendum yang diorganisasi oleh PBB. Akan tetapi, pada 16 September sebelum hasil dari pemilihan dilaporkan, Malaysia melanggar perjanjian dengan tak menginginkan negara luar, termasuk Indonesia dalam pembentukan federasi ini. Malaysia tampaknya takut kalah. Dia curang dengan bersikap berkuasa sebelum melihat hasil keinginan masyarakat setempat. Indonesia melihat hal ini merupakan bukti imperialisme Inggris dan memang Malaysia hanya sebagai boneka.


Perang
Pada 20 Januari 1963 Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio mengumumkan bahwa Indonesia mengambil sikap bermusuhan terhadap Malaysia. Pada 12 April sukarelawan Indonesia mulai memasuki Sarawak dan Sabah untuk menyebar propaganda serta melaksanakan penyerangan dan sabotase.

Pada 27 Juli Soekarno mengumumkan akan mengganyang Malaysia. Pada 16 Agustus pasukan dari Rejimen Askar Melayu Di Raja berhadapan dengan lima puluh gerilyawan Indonesia.

Pada dasarnya Indonesia tidak memerangi masyarakat Malaysia, melainkan imperialisme Inggris dan antek-anteknya.

Filipina yang juga melihat kecurangan dan ketololan sikap Malaysia segera memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia. Meskipun demikian, Filipina tidak turut serta dalam perang.

Federasi Malaysia resmi dibentuk pada 16 September 1963. Akan tetapi, Brunei menolak bergabung dan Singapura ogah juga, lalu keluar pada kemudian hari.

Ketegangan berkembang pada kedua belah pihak di Selat Malaka. Dua hari kemudian, terjadi kerusuhan pembakaran kedutaan Inggris di Jakarta. Beberapa ratus perusuh merebut kedutaan Singapura di Jakarta dan juga rumah diplomat Singapura. Di Malaysia agen Indonesia ditangkap dan massa menyerang kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur.

Di sepanjang perbatasan di Kalimantan, terjadi perang perbatasan. Pasukan Indonesia dan pasukan tak resminya mencoba menduduki Sarawak dan Sabah.

Pada 1964 pasukan Indonesia mulai menyerang wilayah di Semenanjung Malaya. Pada Agustus, enam belas agen bersenjata Indonesia ditangkap di Johor. Aktivitas Angkatan Bersenjata Indonesia di perbatasan juga meningkat. Tentera Laut Di Raja Malaysia mengerahkan pasukannya untuk mempertahankan Malaysia dalam jumlah sedikit serta harus bergantung pada pos perbatasan dan pengawasan unit komando. Misi utama mereka adalah untuk mencegah masuknya pasukan Indonesia ke Malaysia. Sebagian besar tentara Malaysia yang perang dengan tentara Indonesia berasal dari Inggris dan Australia, terutama Special Air Service. Orang-orang kulit putih itu memang harus menjaga bonekanya, Malaysia, agar tidak rusak.

Pada 17 Agustus pasukan terjun payung mendarat di Pantai Barat Daya Johor dan mencoba membentuk pasukan gerilya. Pada 2 September 1964 pasukan terjun payung didaratkan di Labis, Johor. Pada 29 Oktober 52 tentara mendarat di Pontianak, perbatasan Johor-Malaka, kemudian ditangkap oleh pasukan Rejimen Askar Melayu Di Raja.

Malaysia yang kecil-kecil sombong itu kewalahan dan merengek-rengek meminta pasukan asing untuk menghadapi Indonesia. Oleh sebab itu, Januari 1965 Australia mengabulkan rengekan Malaysia untuk mengirimkan pasukan ke Kalimantan. Pasukan Australia menurunkan tiga Resimen Kerajaan Australia dan Resimen Australian Special Air Service. Ada sekitar empat belas ribu pasukan Inggris dan Persemakmuran di Australia pada saat itu. Secara resmi pasukan Inggris dan Australia tidak dapat menyerang melalui perbatasan Indonesia, tetapi unit seperti Special Air Service, baik Inggris maupun Australia, masuk secara rahasia (Operasi Claret).

Pada pertengahan 1965 Indonesia mulai menggunakan pasukan resminya. Pada 28 Juni mereka menyeberangi perbatasan masuk ke timur Pulau Sebatik dekat Tawau, Sabah, dan berhadapan dengan Rejimen Askar Melayu Di Raja.

Ketika PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap. Soekarno menarik Indonesia dari PBB pada 20 Januari 1965 dan mencoba membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference of New Emerging Forces, Conefo) sebagai alternatif.

Komando Ganyang Malaysia yang digagas Soekarno ternyata benar-benar membuat Malaysia keteteran. Jika diteruskan, Si Jiran itu bakal hancur, babak belur. Selain itu, pihak Barat pun ketakutan karena kepentingan Nekolim bisa terganggu.

Malaysia mundur teratur dan harus mencari cara lain dan waktu yang lain untuk meneruskan kebodohannya sebagai boneka imperialis.

Dengan memandang bahwa basis penyanggah negara-negara kapitalis (Pakta Anzus yang terdiri atas Australia, Selandia Baru, dan AS), yaitu Malaysia dan Singapura berada dalam posisi bahaya karena gebrakan-gebrakan Soekarno, AS melakukan banyak rencana.

Untuk meredam atau mengimbangi aktivitas Soekarno, Amerika sudah tidak mungkin lagi mengandalkan kekuatan fisik. Mereka telah mencobanya berkali-kali melalui pemberontakan-pemberontakan di daerah, namun seluruhnya kalah. Misalnya, pemberontakan PRRI/RPI dan Permesta. Dengan angkuhnya, Amerika menyalurkan dana dan senjata lewat Singapura untuk PRRI dan Permesta. Amerika pun telah menyiapkan kekuatan tempur Armada VII di Laut Jawa. Armada VII ini digunakan untuk mengancam Jakarta agar keselamatan warga Amerika dan perusahaan-perusahaan miliknya dijaga. Armada VII Amerika adalah kekutan tempur yang telah mengalahkan Jepang di pasifik.

Jakarta rupanya tidak ambil peduli. Ahmad Yani, prajurit gagah berani, bertarung mempertahankan harga diri. Hanya dalam waktu tiga hari, Padang, Ibukota PRRI, berhasil direbut Yani. Selain itu, hanya dalam waktu satu minggu seluruh PRRI berhasil digulung.

Nasib yang sama dialami pula oleh Permesta. Dalam waktu yang singkat berhasil ditumpas. Di Sulawesi pesawat pembom B-26 yang dikemudikan agen CIA Allan Pope ditembak jatuh oleh Mayor Udara Dewanto. Akibatnya, Allan Pope ditahan, kemudian diadili. Dalam pengadilan, Pope mengaku bahwa operasinya dilakukan di Pangkalan Angkatan Udara Amerika di Clark Field, Filipina. Ia dijatuhi hukuman mati. Akan tetapi, Soekarno mengampuninya karena ingin menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab tinggi.

Setelah Indonesia diserang dari dalam dan dari luar, dari dalam urusan politik melalui fitnah G-30-S dan dari luar perang fisik, Soekarno pun jatuh. Kejatuhan Soekarno itu membuat senang para kapitalis. Perang dengan Malaysia pun reda. Nekolim pun lebih melenggang sampai kini tertawa riang membodohi dan merampok Indonesia setelah berkolaborasi dengan para pejabat rendah mental, berjiwa korup, dan idiot tentunya.

Selepas itu, rasa nasionalisme dari setiap diri warga Indonesia mulai merosot dan menyerah dengan berpuas diri sebagai negara terbelakang yang tak mampu menegakkan kepala. Malaysia pun seolah berada di atas angin. Sejak saat itu kecongkakan mereka terhadap Indonesia terus berlanjut dari hal terkecil sampai hal terbesar, dari yang wajar sampai yang kurang ajar, dari biasa-biasa sampai yang paling menghinakan.


Sentimen Anti-Indonesia
Di Malaysia sangat terasa seperti ada gerakan yang terus-menerus menjalankan aksi sentimen terhadap Indonesia. Sebenarnya, Malaysia itu sombong kepada negara-negara tetangganya di kawasan Asean, terutama kepada Indonesia. Kekurangajaran itu sangat tampak ketika Malaysia mengalami kemajuan signifikan pada sekitar tahun 90-an, baik di bidang ekonomi, sosial dan pendidikan.

Mereka seolah-olah mau bilang nih gua mah maju, banyak uang, elu mah miskin terus Wahai Indonesia! Elu dulu petantang-petenteng menyerang, sekarang jeblog luh, sengsara! Tahu rasa luh orang miskin!

Pada tahun 70-an Malaysia terus-terusan menunjukkan sikap angkuhnya. Mereka mengiming-imingi gaji besar kepada guru orang Indonesia yang mau pindah ke sana. Mereka memang butuh pendidikan yang berkualitas. Mereka pun menyebarkan cemoohan bahwa gaji guru di Indonesia tidak seberapa, kecil, nggak cukup buat hidup. Sayangnya, Indonesia saat itu pemerintahnya anteng-anteng saja sehingga eksodus besar-besaran pun terjadi. Guru-guru berkualitas dari Indonesia memilih pindah ke Malaysia karena uang yang lebih besar.

Sejak itu, pendidikan di sana konon katanya maju kendati masih banyak mahasiswanya yang di kirim ke universitas di Indonesia. Celakanya lagi, setelah sekian juta penduduk Malay mengenyam pendidikan dari guru-guru berasal dari Indonesia, pendidikan di Indonesia sendiri saat Orde Baru mengalami penurunan kualitas sangat drastis alias jauh tertinggal.

Sikap menjengkelkan Malaysia itu terus berulang dengan arogansi luar biasa. Pelecehan yang mengemuka ke publik saat Malaysia menjadi tuan rumah Thomas Cup dengan membentang poster “Garuda Fall”, 'Garuda Jatuh'. Kejadian itu terus berlanjut dalam pertandingan sepakbola setiap Sea Games.

Main Kasar
Kepongahan itu berlanjut ke arah penerobosan teritorial. Pulau Sipadan dan Ligitan yang merupakan dua pulau milik Indonesia dicaplok juga. Indonesia saat itu memang tidak siap karena sedang diharubiru banyak kesusahan. Pencaplokan itu tidak mendapat perlawanan sengit dan berarti dari pemerintahan Megawati. Kita tampak seperti orang tolol yang dikemplang-kemplang kepalanya, tetapi diam saja karena mengaku bahwa diri kita adalah orang yang bego. Sementara itu, Malaysia terus bermain kasar.


Ambalat
Keberhasilan mencaplok Sipadan dan Ligitan tampaknya membuat hidung bengkak Malaysia semakin bengkak. Keangkuhannya menjadi-jadi apalagi setelah melihat Indonesia yang tampaknya begitu mudah dikalahkan dalam banyak hal, termasuk diplomasi soal Sipadan dan Ligitan. Malaysia meneruskan keangkuhannya dengan memprovokasi Indonesia soal Ambalat.

Blok Ambalat masuk dalam wilayah Indonesia tahun 1980, berdasarkan deklarasi Juanda tahun 1957. Dalam deklarasi yang diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB ini, Indonesia ditetapkan sebagai negara kepulauan.

Sesuai prinsip negara kepulauan, Blok Ambalat seluas 6.700 kilometer persegi, merupakan wilayah Indonesia. Pada 1990 kandungan minyak Blok Ambalat diberikan kepada perusahaan minyak Italia dan konsensi Ambalat Timur diberikan kepada Chevron.

Masalah timbul saat Mahkamah Internasional pada 2002 memutuskan Pulau Sipadan dan Ligitan milik Malaysia. Sejak saat itu Malaysia mengklaim sebagian Blok Ambalat, yakni Blok ND 6 dan ND 7 yang kaya minyak menjadi miliknya. Bahkan, pada 2003 Malaysia memberikan konsensi kepada Petronas dan Shell.

Pada tahun 2005 hubungan kedua negara mulai memanas setelah kapal perang Malaysia melakukan provokasi dengan memasuki wilayah Ambalat. Sejak saat itu kapal perang Malaysia tak henti memasuki wilayah Ambalat yang kaya minyak itu tanpa izin. Pada 2008 tercatat lebih dari 26 kali terjadi dan tahun 2009 telah terjadi hingga 11 kali Malaysia memasuki perairan yang berada di ujung Kalimantan Timur itu.

Untuk menjaga kedaulatan, TNI mengerahkan 9 kapal perang, 2 pesawat Boeing 737 dan satu pesawat jet tempur Shukoi.

Politisi kawakan Indonesia, Agung Laksono, mengatakan dengan tegas bahwa Ambalat milik Indonesia 1000%. Tidak bisa diganggu gugat. Jika terus-menerus memprovokasi dan bandel, Indonesia perlu bertindak tegas. Salah satu ketegasan itu menurutnya adalah pembatasan semua aktivitas Malaysia di Indonesia.

Masyarakat Indonesia yang kini menghirup kebebasan pers dapat mengetahui berbagai informasi soal Ambalat. Tak heran banyak elemen masyarakat yang tersinggung dan marah. Salah satunya adalah Gerakan Pemuda Ansor yang siap mengirimkan Banser sebagai bentuk dukungan dalam menegakkan kedaulatan NKRI jika kondisi terburuk terjadi, yaitu perang fisik antara Indonesia dengan Malaysia.

Ketua GP Ansor Saifullah Yusuf mengaku siap mempertahankan NKRI. Akan tetapi, dia optimis bahwa tentara Indonesia masih sangat kuat. Ia sangat tersinggung sebagai negara besar yang dihina tindakan Malaysia.

Setelah banyaknya kegeraman dari pihak Indonesia, Malaysia mulai merasa bakal kalah karena salah. Si Jiran Kurang Ajar itu mirip anjing yang berlagak galak dengan mengonggong membisingkan telinga, setelah dipukul keras, baru terkaing-kaing, lalu berupaya melemahkan suaranya sambil bersikap kecut memalukan di hadapan orang yang memukulnya dengan ekor terlipat ke belakang pantatnya. Namun, ia masih punya gigi tajam dan sifatnya bisa kembali mendadak mengagetkan mengganggu gendang telinga. Begitulah sifatnya Si Anjing Goblok.

Malaysia yang terkena gertakan Indonesia setuju meredakan ketegangan di Ambalat. Hal ini diungkapkan Menteri Pertahanan Malaysia Dato' Seri Ahmad Zahid Hamidi usai melakukan pertemuan tertutup selama tiga puluh menit dengan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono di Kantor Departemen Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Ia mendatangi Kantor Dephan dan pihaknya akan memerintahkan jajaran Tentara Laut Diraja Malaysia untuk tidak melakukan tindakan provokasi di kawasan Ambalat.

Meskipun demikian, Si Hamidi juga meminta agar TNI AL Indonesia tidak menaruh wartawannya di kapal perang seperti yang terjadi sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan pemberitaan yang memprovokasi. Selain itu juga, Malaysia meminta untuk tetap menjaga hubungan baik dengan Indonesia yang telah terbina selama 35 tahun. Mirip anjing goblok yang tadi diceriterakan bukan? Kita jangan ikut-ikutan goblok juga dengan menuruti keinginan mereka.


Reog Ponorogo
Ada-ada saja ulah Negeri Anak Kecil Sombong itu. Kesenian Reog Ponorogo diklaim sebagai miliknya. Hal itu tentu saja membuat para sesepuh dan tokoh kesenian Reog Ponorogo, Jawa Timur, kecewa dan akan berjuang mempertahankannya.

Salah satu tokoh Reog Ponorogo, Ahmad Tobroni, mengaku sangat kecewa saat mendengar kabar dari situs internet milik Kementerian Kebudayaan Kesenian dan Warisan Malaysia yang mengklaim bahwa tarian Barongan yang mirip dengan kesenian Reog Ponorogo tersebut adalah milik Pemerintah Malaysia. Dalam situs internet tersebut disebutkan bahwa tari Barongan yang terdiri dari beberapa penari seperti dadak merak atau barong jathil, seorang raja dan bujangganong mirip dengan tarian kesenian Reog Ponorogo. Selain itu, dinyatakan tarian barongan ini adalah warisan melayu yang dilestarikan dan bisa dilihat di batu pahat Johor dan Selangor Malaysia.

Ahmad kecewa atas sikap Malaysia yang seenaknya mengklaim seni reog adalah miliknya. Untuk itu, ia akan berjuang mempertahankan warisan budaya tersebut.

Bukan hanya Ahmad yang kaget sekaligus kecewa, warga Ponorogo dan instansi pemerintah setempat sempat pun kaget. Pasalnya, pemerintah Kabupaten Ponorogo sendiri telah mendaftarkan tarian Reog Ponorogo sebagai hak cipta milik Kabupaten Ponorogo yang tercatat dengan nomor 026377 tertanggal 11 Februari 2004 dan diketahui langsung oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Tololnya dan begonya Malaysia begitu kentara. Soalnya, untuk memiliki peralatan kesenian tersebut, Malaysia harus membeli dari Ponorogo. Jadi, tidak mungkin bila sebuah negara memiliki kesenian kebudayaan, tetapi tidak mampu membuat peralatannya sendiri.

Beberapa perajin reog di Ponorogo mengaku mendapatkan order dari para pelanggannya di Malaysia. Malaysia cuma cari masalah, ngaku-ngaku tanpa keyakinan, memalukan sekali. Bodoh juga ya mereka? Bego memang.

Buntutnya, para perajin kesenian reog di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengancam tidak akan mengirim dadak merak reog ke Malaysia jika pemerintah Malaysia terbukti mengklaim Reog Ponorogo sebagai kesenian asli Malaysia.

Salah seorang perajin Reog Ponorogo, Eko Yudo, warga Kelurahan Tambak Bayan, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo mengatakan bahwa dirinya merasa geram kalau reog diaku sebagai kesenian asli Malaysia dengan nama seni Barongan. Oleh sebab itu, ia dan rekan-rekannya akan menghentikan kiriman kerajinan dadak merak reog bila Malaysia tidak mencabut klaimnya itu. Selama ini, dadak merak buatan Ponorogo itu diekspor atas permintaan pengusaha di Malaysia

Sejalan dengan kegeraman masyarakat, Bupati Ponorogo, Muhadi Suyono, menyatakan akan melawan melalui jalur hukum jika terbukti Malaysia mengklaim bahwa tarian Barongan yang mirip dengan kesenian Reog Ponorogo adalah milik negeri jiran tersebut.

Untuk itu, pihaknya meminta Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Pemkab Ponorogo untuk terus menyelidiki adanya informasi tersebut.

Secara pribadi Bupati Ponorogo meyakini bahwa dunia internasional tidak akan mengakui jika kesenian reog berasal dari Malaysia, melainkan dari Ponorogo. Pasalnya, selama ini masyarakat Indonesia bahkan dunia internasional sangat mengenal sebutan nama Reog Ponorogo. Bahkan, gabungan dua kata `reog` dan 'ponorogo' sangat mudah diucapkan dan sangat akrab didengar masyarakat luas.

Berdasarkan pengamatan Kepala Dinas Pariwisata dan Seni Budaya, Pemkab Ponorogo, Gunardi, gambar reog di website Malaysia itu adalah asli buatan Pak Molok, perajin reog di Ponorogo. Dadak merak reog yang dibuat Pak Molok berukuran panjang 2,25 meter, lebar 2,30 meter, dan beratnya hampir 50 kilogram, sedangkan yang membedakan antara reog buatan Molok dengan perajin reog lainnya terletak pada kekhasan saat membuat dadak merak dengan motif dan ukiran khusus.


Bahasa Indonesia Ancam Diklaim
Tampaknya, kemarahan masyarakat dan pemerintah Indonesia itu membuat Malaysia kebat-kebit, tetapi tetap angkuh dan kasar. Wakil Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Abdul Azis Harun mengancam akan mengklaim bahasa nasional Indonesia sebagai bahasa Melayu (bahasa Malaysia) jika masyarakat dan pemerintah Indonesia terus mempermasalahkan Reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange. Perlu diketahui bahwa lagu Rasa Sayange diklaim juga oleh Malaysia. Menurut Wakil Duta Besar Negara Tukang Klaim ini bahasa Melayu adalah bahasa Malaysia. Di samping itu, katanya, lagu Rasa Sayange dibuat pada tahun 1907 dan Reog Ponorogo jauh lebih tua lagi karena muncul sebelum bangsa Indonesia lahir.

Orang itu pun berkilah lagi dengan mengatakan bahwa pada masa lalu, baik Indonesia maupun Malaysia satu rumpun dan disebut Nusantara. Masyarakat dan pemerintah Malaysia menganggap Indonesia dengan Malaysia adalah bagian dari Nusantara. Munculnya permasalahan ini karena bangsa Indonesia mempersempit arti Nusantara tersebut. Baginya, negara-negara yang masuk ke dalam Nusantara itu selain Indonesia dan Malaysia, ada Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand bagian selatan. Jadi, apabila ada kesenian lagu tradisional Indonesia yang berkembang di Malaysia merupakan sesuatu yang wajar karena kesenian itu dibawa oleh suku-suku di Indonesia ke Malaysia sejak ratusan tahun lalu. Suku-suku di Indonesia datang bersama seni dan budaya tradisional dan dikembangkan di Malaysia. Malaysia tidak mungkin memisahkan mereka dengan seni budayanya. Abdul Azis pun menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia dan Malaysia telah membicarakan masalah yang saat ini ramai diperbincangkan, seperti, seni Reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange. Dalam pembicaraan tersebut, pemerintah Malaysia lebih mengedepankan persatuan Nusantara.

Ia menambahkan bahwa kasus kesenian tradisional Reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange ini menjadi ramai lebih karena pers Indonesia. Adapun pers Malaysia sendiri tidak terlalu membesar-besarkan masalah tersebut. Pasalnya, kedua kesenian tersebut sudah ada di Malaysia sejak ratusan tahun lalu yang dibawa orang Indonesia dan kemudian menetap di Malaysia.

Wah, wah, wah, cerdas juga Si Abdul ini. Penjelasannya dipenuhi bumbu penyamaran yang lumayan bagus, tetapi masih tidak rapi karena sobek di sana-sini, terutama masih meninggalkan keangkuhan dan pernyataan yang bertolak belakang dari kenyataan. Pada tulisan lain akan kita bahas bumbu penyamaran ini.


Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa negeri angkuh ini benar-benar pongah terhadap TKI. Baik para majikan, polisi, maupun agen tenaga kerja banyak yang memperlakukan TKI dengan cara-cara yang buruk. Berikut ini ada beberapa kasus yang sempat mencuat untuk dicuplik di sini, tentunya hanya beberapa karena sesungguhnya terlalu banyak TKI yang telah menjadi korban kekerasan di sana. Saya masih ingat bahwa PM Malaysia Ahmad Bedawi pernah sesumbar ketika menanggapi kekerasan yang menimpa TKI. Ia bukannya serius menangani TKI, melainkan mengalihkan masalah bahwa penyebab orang-orang Indonesia bekerja di Malaysia karena di Indonesia tak ada kerjaan. Suatu pengalihan perhatian yang kentara sekali salahnya. Memang benar di Indonesia lapangan kerja kurang menyerap angkatan kerja, tetapi itu masalah dalam negeri, seharusnya yang ditanggulangi adalah kekerasan terhadap TKI di Malaysia bukan ngomongin masalah pekerjaan di Indonesia. Kalau pemimpinnya saja sudah angkuh begitu, pantas saja banyak warganya yang belagu.

Ismail, 38 tahun, seorang TKI di Malaysia tewas akibat penyakit yang dideritanya setelah dua minggu menjalani perawatan di RS. Selama bekerja di sana korban mendapat perlakuan kasar dari polisi Malaysia yang menangkapnya dengan tudingan tak memiliki dokumen ketenagakerjaan. Ia ditahan serta disiksa dengan cara dipukul, dijemur seharian, dan bentuk penyiksaan lainnya selama tiga bulan di penjara Keluweng.

Sebenarnya, Ismail divonis selama empat bulan, tetapi karena kesehatannya buruk, segera dikeluarkan.

Perlakuan polisi itu sudah sangat tidak manusiawi, menganggap manusia sebagai hewan. Semestinya, kalau kondisi kesehatan Ismail buruk, bukan dikeluarkan atau dipulangkan, melainkan pulihkan dulu kesehatannya, baru dipulangkan. Kok tolol amat sih polisi di sana?

Ada seorang perempuan berusia 19 tahun yang diwawancarai tim peneliti Institute for Ecosoc Rights di penampungan KBRI Malaysia. Ia mengakui selama dua tahun disiksa majikannnya dan sudah sepuluh bulan tidak diberi makan nasi. Sehari-hari disuruh makan mie instan. Habis itu disiksa, ditendang di seluruh badan, lalu diikat di kamar mandi. Telinga dan mulutnya ditinju hingga keluar darah. Karena tak tahan, ia melarikan diri.

Tim peneliti pun menemukan kisah-kisah pedih lainnya dari banyak TKI, mulai penyiksaan hingga pemerkosaan. Sampai November 2008, sudah 513 warga Negara Indonesia yang mati di Malaysia dan sebagian besar adalah TKI. Mereka mati dalam sunyi, sepi dari pemberitaan.

Harus diakui memang dalam hal ekonomi Malaysia berada di depan Indonesia sehingga timbul kesombongan dalam diri mereka di samping tingginya tingkat stress karena terlalu sibuk cakah cikih cari uang, bertahan, dan bertarung dalam kompetisi mengejar materi.

Malaysia menjadi ladang pelecehan dan pembunuhan bagi TKI. Baik TKI yang legal maupun ilegal tak mendapat perlindungan hukum di Malaysia. Di negara itu TKI dihadapkan pada dua pilihan, yaitu: bertahan pada majikan dengan risiko perbudakan atau lari dari majikan dengan risiko ilegal dan menghadapi perbudakan dalam bentuk lain.


Siti Hajar dan Nirmala Bonat
Kedua TKI ini beritanya sempat mencuat dan menarik perhatian, baik publik Indonesia maupun Malaysia. Siti Hajar mengalami penyiksaan majikan selama tiga tahun bekerja di Malaysia. Si Majikan bengis itu namanya Hau Yuan Tyn alias Michelle.

Michelle menyiksa Siti Hajar, perempuan Garut itu, dengan menggunakan air panas, martil, dan melukai dengan gunting di rumahnya di Kondominium Mont Kiara, Kuala Lumpur.

Adapun Nirmala Bonat disiksa majikannya, Yim Pek Ha pada 2004. Nirmala Bonat disiksa berkali-kali dengan menggunakan setrika. Wajah, dada, dan punggungnya melepuh. Siraman air panas juga menambah derita Nirmala. Untungnya, seorang Satpam menemukannya sedang menangis karena kesakitan di apartemen majikannya.

Penyiksaan itu dimulai setelah dengan tidak sengaja dia memecahkan sebuah cangkir. Yim Pek Ha langsung menyiramkan air panas ke arah Nirmala. Suatu hari karena tak puas dengan hasil setrikaannya, dia memukul, lalu setrika panas itu ditempelkan ke tangan dan payudara Nirmala.
Ada lagi perempuan Garut yang disiksa majikannya. Dia bernama Nuryati Kobar, disiksa dan diikat dengan kejam.

Mereka hanyalah contoh yang bisa ditulis di sini. Masih banyak lagi putera puteri Nusantara yang menderita penyiksaan tanpa diketahui.


Samseng dan Polisi Brutal
Samseng jika di Indonesia disebut preman. Samseng pernah terlibat perkelahian dengan TKI dengan bersenjatakan samurai. Mereka memukuli dan membantai TKI dengan cara yang biadab. Mereka dipukul, ditendak, diinjak, dan dilemparkan ke dalam mobil.

Polisi memang mendamaikan perkelahian itu, tetapi dengan cara yang kasar. Polisi itu menginjakkan kakinya ke kepala TKI lalu melemparkan tubuh yang tampak sudah tak bernyawa itu ke dalam mobil.

Kejadian itu terekam video dengan berdurasi 6 menit 41 detik. Lokasinya di Bintulu, Sarawak, Malaysia. Keangkuhan yang tolol itu ternyata menjalar juga di tingkat polisi dan preman.


Kaing-Kaing Lagi
Karena banyaknya kasus perlakuan tidak normal sebagai manusia di Malaysia, mulai Jumat 26 Juni 2009, pemerintah Indonesia menghentikan sementara pengiriman tenaga kerja informal ke Malaysia. Penghentian sementara yang merupakan sebuah langkah biasa-biasa itu membuat banyak pihak di Malaysia terkaing-kaing lagi seperti anjing yang dipukul terkaing-kaing dengan ekor terlipat rapat ke belakang, padahal nggak keras-keras amat.

Penghentian itu menuai reaksi dari Malaysia, tak hanya memusingkan para agen tenaga kerja, penghentian itu juga membuat para majikan frustasi. Para majikan itu sudah membayar, tetapi pekerja rumah tangga mereka tak kunjung datang. Padahal, mereka sudah mengeluarkan biaya dan tidak ada penggantian. Para penyedia TKI pun pusing, stres, dan frustasi sebab untuk setiap pembantu yang didatangkan, agen harus mengeluarkan dana sebesar RM 2.500.

Malaysia memang butuh tenaga dari Indonesia. Setiap bulan Indonesia mengirimkan 3.000 tenaga informal ke sana.

Tuh kan, baru segitu saja sudah kerepotan mereka. Jadi, sebenarnya memang mereka itu cuma sombong dan ingin diperhatikan kesombongannya. Saat dibalas sedikit saja sudah kaing, kaing, kaing …!

Pasca putusan penghentian, Depnakertrans mulai mengirimkan surat edaran ke seluruh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) seluruh Indonesia untuk menghentikan sementara pengiriman TKI ke negeri jiran tersebut.

Penghentian sementara pengiriman pembantu ke Malaysia adalah buntut kasus penyiksaan terhadap tenaga kerja Indonesia di Malaysia, Siti Hajar. Namun, pihak Malalsia berupaya menjelaskan bahwa tak semua majikan di Malaysia jahat dan sudah banyak kemajuan yang dilakukan pemerintah Malaysia, seperti, memberikan libur sehari tiap akhir pekan pada para pembantu rumah tangga asal Indonesia.


Lagu Indonesia Dibatasi
Nah, kalau yang ini baru kelihatan bahwa Malaysia itu mirip anak kecil yang sombong. Mereka mempersoalkan lagu-lagu Indonesia yang sering diputar di Malaysia. Mereka itu ngiri, soalnya lagu-lagu Indonesia sangat digemari publik Malaysia, sedangkan lagu-lagunya sendiri kurang laku. Kok gitu ya mereka?

Mestinya, para musisi dan artis di sana mencontoh musisi Indonesia dan berusaha lebih keras lagi agar bisa menghasilkan karya-karya yang lebih hebat lagi, bukannya ngiri. Kita, Indonesia sendiri, pernah kebanjiran lagu-lagu Malaysia, seperti, Amy Search, Siti Nurhaliza, dan Raihan, tetapi biasa-biasa saja, nggak kebakaran jenggot.

Mereka itu ibarat anak kecil yang merintih kepada pemerintahnya agar dikasih uang. Kalau mereka benar-benar hebat, berkaryalah yang maksimal jangan merengek, jadi bisa punya uang sendiri. Itu baru namanya orang dewasa, bukan anak kecil.

Persatuan karyawan industri musik Malaysia (Karyawan) memang mengusulkan pembatasan penyiaran lagu-lagu Indonesia di radio. Mereka berharap Menteri Tenaga, Air, dan Komunikasi Malaysia Shaziman Abu Mansor memperhatikan hal itu. Mereka ingin kuota 90 persen siaran lagu-lagu Malaysia, sisanya baru lagu Indonesia 10 persen. Tuntutan itu didukung sekitar 700 karyawan yang bekerja di industri musik.

Para karyawan industri rekaman Malaysia sudah lama memprotes dan menuntut agar radio di Malaysia tidak terlalu banyak menyiarkan lagu Indonesia karena akan menambah penjualan album penyanyi Indonesia di Malaysia dan menurunkan pangsa pasar album penyanyi Malaysia.

Para penyiar dan pengelola stasiun radio Malaysia beralasan seringnya memutar lagu Indonesia disebabkan banyaknya permintaan dari pendengar. Bahkan, tiga stasiun radio swasta yang saling berlomba menduduki posisi teratas di Malaysia, yaitu: Era FM, Hot FM, dan Suria FM memiliki program pemutaran lagu Indonesia setiap Minggu, antara pukul 10 s.d. 12 siang.

Penyanyi rock terkenal Malaysia Amy Search mengatakan kepada pers jika pukul sepuluh malam ke atas, Malaysia sudah seperti Jakarta karena semua radio menyiarkan lagu-lagu Indonesia hingga dinihari.

Karena banyak penggemarnya, banyak perusahaan telekomunikasi, seperti, Maxis, DIGI, Celcom, serta Telekom Malaysia (TM) yang mensponsori konser musik group band Indonesia di Malaysia.

Memang lagu-lagu Indonesia sangat menguasai dunia musik Malaysia. Musik Indonesia sering lebih banyak diputar dibandingkan musik Malaysia. Orang Malaysia sendiri sulit mencari lagu-lagu artis-artis Malaysia, tidak seperti di Indonesia. Begitu setel radio, artis-artis Indonesia semua ada.

Meskipun getol protes, ternyata Amy Search berduet juga dengan Gigi, musisi asal Bandung, Indonesia. Amy menjelaskan bahwa soal itu bukan masalah antara artis dengan artis. Masalahnya adalah pemerintah Malaysia tidak menjaga kuota musik Indonesia.

Sebenarnya, isu ini sudah berkembang sejak lama, zaman The Loid, Edi Silitonga, Broery Marantika. Kini kembali mencuat.

Soal musik atau lirik itu soal hati. Jika musik dan liriknya menyentuh ke hati, akan banyak hati yang merasa enak dan senang mendengar lagu itu. Dulu Indonesia pun dikuasai musik asing sampai-sampai musisi sendiri terpinggirkan. Kita masih ingat begitu seringnya kita dengar lagu-lagu dari Rolling Stone, The Purple, Phill Colins, Rod Stewart, Led Zepelin, Bon Jovi, Boyz One, West Life, bahkan dari Malaysia, seperti, Amy Search, Raihan, dan Siti Nurhaliza. Malahan, lagu-lagu itu ada di panggung-panggung tujuh belas agustusan. Namun, kini musisi Indonesia sudah banyak belajar dan merasa sehingga karya-karya mereka dinikmati oleh publik sendiri dan terjual pula ke berbagai negara, bahkan musisi tingkat dunia pun ada yang membeli hak cipta lagu Indonesia agar bisa dinyanyikan dengan bahasa mereka.


Penangkapan Petugas Indonesia
Kasus yang baru-baru ini mencuat adalah soal aksi kegoblokan Malaysia yang menangkap petugas dari Indonesia. Kemudian, memperlakukan para petugas Indonesia itu dengan tidak terhormat.

Akibat dari peristiwa itu, muncul kegeraman dari masyarakat Indonesia. Ada yang bakar bendera, siap perang, bahkan melemparkan kotoran ke kedutaan Malaysia.

Sikap dari masyarakat Indonesia itu pun menimbulkan reaksi dari pihak Malaysia. Sebenarnya, mereka itu takut. Akan tetapi, karena pemerintah Indonesia sedang dipimpin presiden yang lemah, mereka tetap pongah dan angkuh dengan sama sekali tidak meminta maaf atas kesalahan fatalnya.

Bangsa Indonesia tidak perlu lagi bergantung kepada pemimpin yang kata orang-orang santun dan lemah lembut itu. Kita mesti menunjukkan kegagahan kita. Kita sebenarnya tak terkalahkan. Merdeka pun bukan hadiah, melainkan hasil dari pertarungan keras. Rakyat Indonesia harus tetap berbuat sekuat tenaga dengan kesempatan yang ada, namun tetap harus berada dalam lingkungan undang-undang positif agar tidak merugikan diri sendiri. Artinya, harus tetap garang, namun tidak sampai membuat pemerintah Indonesia menangkap warganya sendiri karena melakukan aktivitas tertentu. Kalau sampai polisi Indonesia menangkap warga Indonesia yang cinta negerinya karena melakukan aktivitas protes terhadap Malaysia, itu bisa dipastikan orang-orang Malaysia akan tertawa terbahak-bahak, lalu orang-orang Indonesia bermental rendah dan lembek tak tahu arah serta bego plus tolol akan menyeringai sinis, ikut-ikutan senang.


Negeri Tak Tahu Terima Kasih
Dulu negeri itu sangat susah, lalu membutuhkan orang-orang Indonesia untuk membangun negerinya. Kemudian, Indonesia mengirimkan ribuan dokter, dosen, guru, profesor, para ahli. Setelah berhasil, Malaysia tidak butuh, lalu menyia-nyiakan orang-orang Indonesia.Hal itu diungkapkan oleh Anwar Ibrahim, Mantan Deputi Perdana Menteri Malaysia.

Seharusnya, normalnya, jika sudah dibantu, ucapkan terima kasih, lalu jalin hubungan yang baik. Kita semua meyakini bahwa sesama manusia pasti saling membutuhkan. Kalaupun sekarang belum butuh, suatu saat akan ada kondisi membutuhkan. Itu pasti karena hidup selalu begitu.

Anwar Ibrahim mengaku malu dengan kebijakan Pemerintah Malaysia yang memperlakukan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di negerinya itu dengan tidak wajar seperti adanya hukuman cambuk terhadap TKI yang melakukan pelanggaran tertentu. Dia tidak setuju dengan cara-cara Malaysia, tidak adil, tidak Islami, angkuh, sombong, dan beberapa aspek tertentu keterlaluan, termasuk untuk hukum cambuk. Ia menjelaskan bahwa Malaysia seperti melupakan jasa Indonesia yang telah membantu pertumbuhan Malaysia.

Menurutnya, pemerintah Malaysia tidak perlu memperlakukan TKI yang melakukan pelanggaran tertentu dengan tidak wajar karena seharusnya jika Malaysia sudah tidak memerlukannya, bisa dikirim (dipulangkan) dengan baik-baik, tidak perlu dizalimi dan dikerjain.
Ia berterima kasih kepada Indonesia karena lebih bijaksana dan sabar menangani masalah ini. Padahal, ia mengerti bahwa rakyat Indonesia marah. Pernyataan dan sikapnya itu pernah dinilai seolah-olah mengkhianati nasionalisme Malaysia dengan pergi ke Jakarta untuk mempertahankan dan membela kemanusiaan.

Sesungguhnya, Indonesia bukannya sabar menghadapi masalah itu, melainkan sedang menunggu pemimpin yang tepat yang mampu mengangkat harga diri bangsa dan bersikap adil pada dunia.


Banyak Maling
Beredar dugaan bahwa sikap pongah Malaysia itu adalah untuk menutupi perilaku-perilaku curangnya yang dilakukan di Indonesia. Mereka berharap kejahatannya tidak terganggu karena publik akan memperhatikan kepongahan itu.

Mereka bersama orang-orang Indonesia korup disinyalir telah melakukan ilegal loging terhadap kayu-kayu asal Kalimantan. Demikian juga dengan jual beli BBM yang konon menurut salah satu televisi swasta hasil investigasinya berasal dari nyolong. Pasir untuk pembangunan di hampir seluruh negara bagian di Malay berasal dari laut Indonesia.

Perilaku maling Malay terhadap kekayaan bumi Indonesia teramat banyak. Oleh sebab itu, mereka harus menutupinya dengan sikap arogan agar tidak terlacak perbuatannya. Sikap seperti ini seharusnya ditindak tegas oleh pemerintah Indonesia.

Bahkan, soal TKI pun dilakukan dengan cara maling, yaitu maling-maling kecil dari perusahaan perkebunan Malay mencuri orang-orang Indonesia untuk dipekerjakan di sana. Hal itu dilakukan karena mereka tidak mau mengeluarkan uang untuk pengurusannya dan jika kepepet langsung menyerahkan para TKI itu dengan alasan ilegal dan alasan lainnya.

Brengsek benar mereka.

Sudah maling, sombong lagi, pake ngaku-ngaku lagu Si Jali Jali, Angklung, Reog Ponorogo. Bisa-bisa Pancasila diklaim juga karena digali dari Bumi Nusantara dan Malaysia katanya bagian dari kita, satu rumpun, sesama Nusantara. Sory ya Coy ga ada serumpun-serumpunan, sebaiknya serumpun saja sana sama rumpun bambu.







No comments:

Post a Comment