Thursday 9 September 2010

Ulama pun Ikut Bersalah

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Ramadhan adalah bulan penuh berkah. Bulan emas untuk mengembalikan diri ke arah kesucian. Kita, muslim, diberi kesempatan untuk beribadat di bulan mulia agar kembali menjadi baru dan istimewa. Hal itu tidak menjadi perdebatan sama sekali.

Para ulama berkali-kali menyuarakan di mimbar-mimbar dan majelis-majelis bahwa pada saat idul fitri bukanlah baju yang harus baru, bukan makanan yang harus segala ada, dan bukan pula piknik atau tamasya yang menjadi kesenangan, melainkan kembali ke kesucian diri sebagaimana bayi yang baru dilahirkan. Akan tetapi, dalam kenyataannya, masyarakat kita ini masih juga terjebak dalam budaya pakaian baru dan pesta raya yang memerlukan uang lebih dibandingkan hari-hari biasa. Kebiasaan itu mengakibatkan bahwa pada saat idul fitri atau lebaran, harus memiliki dana lebih dari biasanya.

Untuk mendapatkan uang guna merayakan lebaran budaya itu, beragam cara dilakukan masyarakat. Ada yang normal, wajar, halal, dan ada pula yang haram. Saat ini sungguh tercipta kondisi yang memprihatinkan bahwa banyak masyarakat yang berupaya mendapatkan uang untuk lebaran dengan jalan tak halal, misalnya, mencuri, merampok, jual beli Narkoba, menipu, mengemis, memeras, dan lain sebagainya.

Perilaku-perilaku itu jelas menunjukkan kesalahan luar biasa yang berasal dari pemahaman dan kebiasaan yang salah luar biasa pula. Kesalahan-kesalahan itu pun berasal pula dari perilaku para ulama sendiri. Banyak mereka yang bergelar ahli agama yang memahami bahwa berlebaran itu bukan harus memakai pakaian baru dan bukan harus memiliki uang banyak, tetapi pada saat idul fitri mereka melakukan budaya yang salah itu pula. Mereka berbaju baru, jalan-jalan, makan makanan enak-enak, senang-senang mengikuti kebiasaan salah yang mereka salahkan sendiri ketika berceramah. Tampaknya, terjadi perbedaan antara hal yang diceramahkan dengan perilaku yang terjadi dalam dunia nyata. Oleh sebab itu, tidak terjadi perubahan sikap dari masyarakat dengan budaya lebaran ini. Mereka tidak melihat contoh dari orang-orang yang seharusnya menjadi contoh.

Memang tidak semua ahli agama melakukan budaya salah itu, tetapi kita melihat banyak sekali yang melakukannya. Artinya, upaya-upaya masyarakat yang memperbanyak uang untuk berlebaran sampai melakukan hal-hal yang haram disebabkan pula oleh tidak konsistennya para ahli agama itu dengan materi yang diajarkannya. Oleh sebab itu, para ulama pun memikul kesalahan atas perilaku masyarakat itu. Dengan kata lain, mereka tidak memberikan contoh yang baik dalam melaksanakan idul fitri sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw.

No comments:

Post a Comment