Saturday, 26 August 2017

Allah swt Membiarkan Umat Islam Kalah

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Berapa kali Allah swt membiarkan umat Islam kalah?

            Lebih dari satu kali, bahkan berkali-kali.

            Sering sekali Allah swt memperkuat musuh-musuh Islam dengan kekuasaan yang besar untuk mengalahkan umat Islam. Hal ini terjadi dari zaman ke zaman, sejak dulu sampai hari ini.

            Allah swt sengaja melakukan itu karena umat Islam kerap berjuang dan hidup tidak mengikuti rel yang benar, tidak berjalan pada jalur yang lurus, dan tidak mengikuti arah yang tepat. Allah swt sengaja melakukan itu karena ingin umat Islam kembali pada langkah-langkah yang bersih dan suci terbebas dari keburukan.

            Kaum muslimin pasti mengenal Perang Uhud yang jelas-jelas kalah itu, padahal saat itu ada Nabi Muhammad. Penyebabnya adalah jiwa kaum muslimin terkotori oleh keinginan untuk memperbanyak harta benda dan berlomba mendapatkan keuntungan materi. Kaum muslimin pun harus mengingat Perang Hunain yang babak belur itu. Padahal, Nabi Muhammad ada di sana dan jumlah pasukan kaum muslimin sangat besar berlipat-berlipat dibandingkan kaum kafir, tetapi ternyata pasukan muslim kocar-kacir tidak karu-karuan. Penyebabnya adalah jiwa kaum muslimin terkotori oleh rasa angkuh diri, kesombongan, dan pamer karena kekuatan yang banyak. Kaum muslimin tidak boleh lupa bahwa kekuasaan kekhalifahan yang sangat besar dan luas di seluruh dunia ini harus jatuh. Kejatuhan kekhalifahan itu jika mau jujur bukan disebabkan oleh kekuatan Eropa, melainkan karena banyaknya keburukan yang dilakukan kaum muslimin dalam hal berbangga diri dengan kekuasaan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, kekayaan, konflik-konflik ekonomi dan politik, pengkhianatan, termasuk kesombongan terhadap amal ibadat.

            Allah swt tidak menyukai itu semua karena Allah swt hanya menginginkan kaum muslimin berjuang dan hidup untuk mencari cinta Allah swt dan tidak mencari hal-hal yang lainnya. Perhatikan Perang Badar yang berhasil menang dan kemenangannya tak pernah dilupakan orang sampai hari ini. Padahal, jumlah kaum muslimin hanya sedikit, yaitu 303 orang dengan mayoritas orang lemah. Adapun musuhnya, orang-orang kafir, berjumlah lebih dari 2.000 pasukan terlatih. Penyebab kemenangan itu adalah kaum muslimin berada pada jalur yang benar dan berjuang untuk mendapatkan cinta Allah swt.

            Belajar dari pengalaman-pengalaman berharga itu, kaum muslimin harus introspeksi diri jika setiap perjuangan yang dilakukan pada abad ini kerap dilanda kekalahan demi kekalahan. Penyebabnya adalah bukan musuh lebih kuat, tetapi niat dan hati kaum muslimin boleh jadi tidak lurus kepada Allah swt. Dalam setiap perjuangan kaum muslimin pada abad ini mungkin dikotori oleh keinginan berkuasa, baik secara politik maupun ekonomi. Adapun Islam hanya digunakan sebagai alat untuk memprovokasi orang agar bergerak melakukan agenda-agenda lemah orang-orang yang menginginkan kekuasaan politik dan ekonomi.

            Perhatikan firman Allah swt berikut ini.

            “… Sekiranya Allah menghendaki, niscaya diberikan-Nya kekuasaan kepada mereka (nonmuslim dalam) memerangi kamu. Pastilah mereka memerangimu….”  (QS An Nisa 4 : 90)

            Jelas bukan, Allah swt bisa saja memberikan kekuasaan kepada nonmuslim untuk memerangi umat Islam?

            Kaum muslim kalah ataupun menang sangat bergantung pada keinginan Allah swt.

            Allah swt sengaja memperkuat orang-orang lain dan membuat kalah kaum muslim agar kaum muslim kembali kepada Allah swt, membersihkan jiwanya dari keinginan-keinginan rendah dan lemah, menyucikan hatinya agar hatinya tertuju hanya kepada Allah swt. Soal kekuasaan dan kekayaan, Allah swt sendiri yang akan mengaturnya.

            Perilaku Allah swt seperti ini bukan hanya terjadi pada kaum muslimin secara keseluruhan maupun kelompok-kelompok Islam, melainkan sampai ke pribadi-pribadi muslim secara perorangan. Menurut Syekh Abdul Qadir Jaelani, Allah sering sekali membuat seorang muslim terjatuh, miskin, teraniaya, menderita, serta diterpa berbagai kesusahan dan kesulitan yang tidak bisa diatasi oleh dirinya sendiri dan orang lain. Hal itu disebabkan Allah swt menginginkan seorang muslim itu hanya berharap kepada-Nya dan tidak berharap kepada yang lainnya. Allah swt ingin seorang muslim itu hanya meminta pertolongan kepada-Nya dan tidak meminta pertolongan kepada siapa pun. Bahkan, menurut Nabi Muhammad, jika Allah swt sudah mencintai seseorang, Allah swt mencabut kehidupan dunia dari orang itu sehingga dalam hati orang itu tidak ada hal yang lain, kecuali Allah swt. Jadilah, orang itu hidup hangat dalam pelukan dan perlindungan Allah swt. Seluruh kehidupannya menjadi baik, seluruh kebutuhannya dipenuhi Allah swt, baik dia memintanya ataupun tidak, bagai bayi yang selalu disusui ibunya dengan penuh kasih sayang, baik dia menangis ataupun tidak.

            Sungguh, Allah swt menginginkan kaum muslimin berada pada jalur yang suci dan bersih dari keinginan-keinginan rendah dan sementara. Dengan kesucian dan kelurusan sikap, kemenangan pun bisa diraih. Bukan hanya kemenangan bagi kaum muslimin, melainkan kemenangan bagi seluruh kehidupan manusia yang menginginkan keagungan, kesejahteraan, perdamaian, keadilan, dan kerharmonisan. Itulah yang dinamakan rahmatan lil alamin. Insyaallah.


            Sampurasun

Sikap Muslim terhadap Nonmuslim

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Indonesia adalah negara besar dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Sebagai negeri muslim, setiap muslim di Indonesia harus belajar terus setiap hari menjadi muslim yang baik dan menebarkan kasih sayang terhadap seluruh manusia sambil tetap memegang teguh jati diri sebagai muslim. Benar kita harus mematuhi Pancasila, tetapi kita adalah muslim yang harus menegaskan kemusliman kita di hadapan siapa pun.

            Islam tidak berada di bawah Pancasila. Pancasila hanyalah sebuah cahaya dari Allah swt yang dianugerahkan untuk menjadi tali yang mengikat keharmonisan hidup seluruh manusia di Indonesia.

            Di dalam kenyataannya, perbedaan agama dan keyakinan kerap dapat memicu dan dijadikan alat untuk membuat kehidupan tidak tertib dan tidak harmonis. Oleh sebab itu, Pancasila mengajarkan bahwa perbedaan itu hendaknya dijadikan alat untuk memperkuat persaudaraan sebangsa dan setanah air. Meskipun demikian, kita tetap memiliki perbedaan yang wajib diwaspadai agar tidak memicu kerusakan dan tidak mengoyakkan harga diri umat Islam.

            Sebagai umat Islam, kita harus merasa beruntung menjadi kelompok terbesar di Indonesia, sedangkan umat-umat yang beragama dan berkeyakinan lain hanyalah minoritas. Akan tetapi, sebagai kelompok terbesar menuntut tanggung jawab yang besar pula dalam menjaga keseimbangan hidup di Indonesia ini. Sebagai muslim, kita harus hidup berdampingan dengan damai dan penuh cinta kasih dengan umat-umat lain sepanjang umat-umat lain itu tidak melakukan permusuhan, menebarkan kebencian, dan melakukan tantangan kepada umat Islam. Jika nonmuslim mulai berulah melakukan permusuhan, sudah kewajiban setiap muslim menjaga harga diri umat Islam dan ajaran Islam.

            Beruntung sekali nonmuslim di Indonesia ini tidak diberi kekuatan dan kemampuan untuk memerangi umat Islam di Indonesia sehingga para nonmuslim yang memiliki kebencian kepada Islam dan umat Islam hanya bisa jengkel dan berbicara kasar yang bisa saja digugat untuk dimasukkan dalam penjara. Tampaknya, Allah swt sengaja menciptakan suasana nonmuslim seperti itu agar keharmonisan dan kedamaian di Indonesia bisa dikendalikan dengan baik dan terus lebih baik lagi. Indonesia harmonis dan damai bukan berarti tidak ada masalah, melainkan jika ada masalah segera diselesaikan dengan baik, bisa melalui jalur hukum, bisa pula melalui jalur kekeluargaan.

            Bagi Allah swt mudah saja memberikan kaum nonmuslim kekuatan dan kemampuan untuk memerangi umat Islam di Indonesia ini sebagaimana yang terjadi di negara-negara lain. Akan tetapi, tidak begitu keinginan Allah swt. Allah swt tampaknya sampai saya menulis tulisan ini tidak memberikan kekuatan yang cukup bagi mereka yang membenci Islam dan membenci kaum muslimin untuk memerangi umat Islam. Allah swt masih sangat percaya bahwa mayoritas umat Islam dapat menjaga kestabilan hidup di Indonesia. Allah swt juga percaya kepada para nonmuslim yang ingin hidup damai dengan umat Islam di Indonesia ini.

            Perhatikan firman Allah swt berikut ini.

            “… Sekiranya Allah menghendaki, niscaya diberikan-Nya kekuasaan kepada mereka (nonmuslim dalam) memerangi kamu. Pastilah mereka memerangimu….”  (QS An Nisa 4 : 90)

            Jelas bukan?

            Sebagaimana yang saya terangkan tadi bahwa Allah swt mudah saja memberikan kekuatan kepada para pembenci Islam untuk memerangi Islam.

            Bukankah hal ini terjadi di negara-negara lain, tetapi tidak di Indonesia?

            Pada beberapa negara lain, Allah swt memberikan kekuasaan yang besar kepada para pembenci Islam untuk memerangi umat Islam sehingga umat Islam sering terhimpit dan tersudutkan. Akan tetapi, hal itu sama sekali tidak terjadi di Indonesia. Hal itu disebabkan di Indonesia ini terlalu banyak umat Islam yang waras otak dan bening hati untuk melaksanakan ajaran Islam dengan penuh kedamaian. Di samping itu, di Indonesia ini mayoritas nonmuslim tidak ingin bermusuhan dengan kaum muslimin. Meskipun demikian, umat Islam tetap harus waspada agar para pembenci Islam tidak sampai merusakkan Islam dan kaum muslimin.

            Kata Allah swt, “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya diberikan-Nya kekuasaan kepada mereka (nonmuslim dalam) memerangi kamu. Pastilah mereka memerangimu. Akan tetapi, jika mereka membiarkan kamu dan tidak memerangimu serta menawarkan perdamaian kepadamu, maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk menawan dan membunuh) mereka.” (QS An Nisa 4 : 90)

            Allah swt menghendaki bahwa apabila para nonmuslim membiarkan umat Islam menjalankan ajaran Islam, tidak melakukan permusuhan, dan menawarkan hidup damai, haram hukumnya bagi umat Islam menyakiti dan melukai nonmuslim, baik fisiknya maupun jiwanya. Dalam kenyataannya, dalam susunan pergaulan hidup sesama bangsa Indonesia, kaum nonmuslim sudah menawarkan perdamaian dengan kesetujuannya terhadap Pancasila. Nonmuslim menyerah pada Pancasila, umat Islam Indonesia pun setuju pada Pancasila. Jadi, jika ada nonmuslim dan muslim yang merusakkan Pancasila, sama dengan menghancurkan perdamaian. Hal itu harus dimusuhi bersama-sama oleh seluruh bangsa Indonesia yang waras otak, bening hati, dan sehat jiwanya. Hal itu disebabkan Allah swt lebih menyukai mereka yang memegang teguh perdamaian dengan penuh cinta kasih dibandingkan dengan mereka yang gemar mengobarkan permusuhan dan huru-hara.

            Umat Islam harus menjaga perdamaian dengan nonmuslim sepanjang nonmuslim tidak melakukan permusuhan. Akan tetapi, jika nonmuslim mencari-cari masalah atau membuat huru-hara, kaum muslimin harus segera mengambil sikap, bisa dengan cara menawan atau membunuh mereka. Hal yang harus diingat cara memeranginya tidak boleh dengan cara-cara kampungan yang anarkis. Gunakan hukum yang berlaku di Indonesia agar sistem ini berjalan dengan baik, adil, dan beradab.

            Jika umat Islam melaksanakan QS An Nisa 4 : 90 tadi, secara otomatis telah melaksanakan Pancasila, terutama sila ketiga persatuan Indonesia dan sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal itu disebabkan menjaga hubungan baik dengan nonmuslim sama dengan menguatkan persatuan serta menjaga harga diri untuk tidak dirusakkan oleh orang lain adalah perilaku yang adil dan beradab.


            Sampurasun.

Monday, 21 August 2017

Pendidikan Antikorupsi

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Saya selalu menaruh hormat kepada perguruan tinggi mana pun yang mengajarkan mata kuliah antikorupsi kepada para mahasiswanya. Hal itu disebabkan tidak atau belum semua perguruan tinggi mengajarkan mata kuliah itu. Di samping itu, perguruan tinggi yang mengajarkan mata kuliah antikorupsi telah memberikan dasar-dasar pemahaman kepada generasi muda tentang korupsi dan pastinya memberikan sumbangan pencegahan sejak dini agar para pemuda tidak terjebak dalam perilaku korupsi.

            Secara sekilas, dari nama mata kuliahnya saja, saya bisa membayangkan bahwa dalam mata kuliah antikorupsi akan terkandung ilmu hukum, ilmu politik, sosiologi, ilmu sejarah, ilmu budaya, dan ilmu agama. Semua ilmu itu memperkaya khazanah keilmuan dalam mata kuliah antikorupsi.

            Teman saya seorang dosen pengajar Pendidikan Antikorupsi. Dia berceritera kepada saya. Setelah satu kali atau dua kali mengajar mata kuliah itu, dia kaget, kesal, dan merasa lucu. Masalahnya, ketika dalam sesi diskusi atau tanya jawab, para mahasiswa malah menyerang kampusnya sendiri dengan berbagai tuduhan dan dugaan penyelewengan dana. Mahasiswa mulai menghitung dana yang dikeluarkan oleh mahasiswa. Mereka menjumlahkan uang yang dibayarkan seluruh mahasiswa dan penerimaan lain oleh kampus mereka. Kemudian, mereka membandingkannya dengan fasilitas yang mereka terima, baik fisik maupun nonfisik. Mereka pun mendiskusikan bahkan memperdebatkan soal toilet, kelas, tenaga pengajar, laboratorium, kegiatan-kegiatan mahasiswa, dan berbagai hal-hal lainnya yang seharusnya mereka terima. Situasi menjadi lebih seru ketika mahasiswa menilai bahwa ada ketimpangan yang dilakukan kampus mereka sendiri dalam arti jumlah uang yang diterima kampus jauh lebih besar dibandingkan fasilitas yang harus mereka terima. Mereka mulai menuduh dan menduga bahwa telah terjadi tindakan korupsi di kampus mereka. Itulah yang membuat dosennya kesal sekaligus merasa lucu.

            Terkait dengan hal itu, saya sungguh benar-benar menaruh hormat pada perguruan tinggi yang mengajarkan antikorupsi. Hal itu disebabkan perguruan tinggi itu berani dan memiliki kesanggupan untuk menerima kritik dari mahasiswanya dan bersedia membersihkan dirinya dari berbagai penyimpangan dana karena para mahasiswa akan belajar memahami korupsi dimulai di lingkungan kampusnya sendiri.


            Sampurasun

Sunday, 20 August 2017

Susahnya Memberantas Narkoba

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Sebagaimana kita tahu bahwa Indonesia sangat serius dalam mengatasi peredaran dan penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang (Narkoba). Keseriusan tersebut dapat dilihat dari gencarnya perang terhadap Narkoba dan pelaksanaan hukuman mati yang diterapkan. Akan tetapi, di dalam kenyataannya peredaran dan penyalahgunaan Narkoba terus meningkat dengan beragam jenis. Hal ini pun dikeluhkan aparat kepolisian, BNN, dan mereka yang peduli terhadap perang melawan Narkoba.

            Saya yakin ada banyak penyebab yang membuat peredaran dan penyalahgunaan Narkoba ini terus meningkat meskipun upaya untuk memeranginya terus dilakukan tanpa henti. Berdasarkan pengalaman kecil saya sendiri ada dua penyebab sulitnya memberantas peredaran dan penyalahgunaan Narkoba. Pertama, kurang lengkapnya sarana dan prasarana kepolisian. Kedua, kekhawatiran masyarakat untuk ikut terlibat dalam perang terhadap Narkoba.

            Begini ceriteranya. Sebetulnya, sudah sejak enam bulan lalu ada anak muda yang mengeluh kepada saya soal peredaran dan penyalahgunaan Narkoba di lingkungannya. Kalau saya sebut lingkungan, berarti bisa lingkungan masyarakat dan bisa pula instansi. Awalnya, saya sarankan untuk menjauhi para penyalahguna itu. Akan tetapi, seiring dengan waktu, para penyalahguna ini semakin berani menawarkan obat-obat terlarang itu kepada anak-anak muda di sekitarnya. Mereka yang ditawari selalu menolak.

            Akan tetapi, mereka pun bilang, “Wah, Pak, bahaya kalau saya ditawari terus-menerus, saya juga bisa terpengaruhi. Saya lama-lama juga bisa menggunakan Narkoba.”

            Segera saja saya konsultasi dengan BNN Kota Bandung. Hasil konsultasi itu berupa pemahaman saya tentang obat-obat terlarang yang diedarkan di lingkungan tersebut, yaitu Tramadol yang termasuk golongan empat berpengaruh halusinogen dan saran untuk segera melaporkan pada Polsek setempat. Memang obat itu dijual di apotek dan sah, tetapi yang membuatnya menjadi tidak sah disebabkan perilaku penyalahgunaan. Saya suka mencontohkan bahwa obat nyamuk bakar itu barang legal dan minuman soda itu pun legal dijual di warung-warung kecil. Akan tetapi, jika obat nyamuk bakar itu ditumbuk halus, kemudian dicampurkan dengan minuman bersoda, lalu diminum, terjadilah penyalahgunaan zat-zat legal yang kemudian menjadi ilegal.

            Kurang lebih satu bulan sejak konsultasi dengan BNN, saya menghubungi Polsek setempat. Di sinilah saya mulai memahami adanya penyebab kesulitan memberantas Narkoba. Kepolisian memang serius, tetapi kekurangan alat dan dana, terutama untuk melakukan tes urin kepada orang-orang yang diduga menyebarkan dan menggunakan Narkoba itu. Oleh sebab itu, polisi menyarankan untuk melibatkan anak-anak muda yang sering ditawari Narkoba untuk ikut serta menjebak para pengedar dan penyalahguna itu. Hal itu disebabkan kepolisian tidak bisa melakukan penangkapan jika tidak ada bukti dan barangnya “tidak ada padanya”.  Di sinilah saya mulai khawatir terhadap keselamatan anak-anak muda itu. Saya berkeberatan meskipun sebenarnya anak-anak muda itu berani terlibat. Namanya juga anak muda. Saya khawatir atas keamanan dan keselamatan anak-anak muda itu. Artinya, saya sebagai masyarakat cukup khawatir jika ikut terjebak dalam “penjebakan” yang dilakukan pihak kepolisian apabila tidak ada jaminan keselamatan bagi anak-anak muda itu. Apalagi, jika anak-anak muda itu harus merasa terancam setiap hari karena “ketahuan” oleh para penjahat telah terlibat dalam memberantas Narkoba.

            Inilah dua kesulitan yang saya temui dalam memberantas Narkoba, yaitu kepolisian kekurangan dana dan alat serta kekhawatiran masyarakat dalam memberantas lebih aktif penyalahgunaan Narkoba. Oleh sebab itu, negara harus memfasilitasi kepolisian dengan dana dan alat yang cukup serta ada perlindungan kepada masyarakat, baik secara rahasia maupun terang-terangan jika harus ikut terlibat aktif dalam pemberantasan penyalahgunaan Narkoba.

            Sampurasun.

Friday, 11 August 2017

The Yudhoyono Institute Wajib Didukung

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
The Yudhoyono Institute wajib didukung eksistensinya dan didorong untuk mencapai cita-citanya. Sepanjang yang saya tahu, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mendirikan institusi ini untuk membina, menjaring, menumbuhkan, dan mewujudkan para pemimpin muda pada masa depan. Cita-cita ini adalah cita-cita yang sangat mulia.

            Siapa pun yang memiliki niat dan bergerak untuk mendidik generasi muda menjadi pemimpin pada masa depan adalah wajib untuk didukung dan didorong penuh. Hal itu disebabkan memang kepada generasi mudalah masa depan diwariskan.

            Institusi yang didirikan AHY ini akan berkembang sangat cepat dan pesat dalam membekali generasi muda dengan pengetahuan dan pengalaman mengenai berbagai permasalahan dunia, regional, dan lokal Indonesia. Dengan pengetahuan dan pengalamannya itu, institusi ini dapat menjadi lembaga yang diperhitungkan dalam memberikan berbagai masukan pada bangsa dan negara.

            Apabila cita-cita AHY ini benar dan lurus, The Yudhoyono Institute harus terbebas dari kepentingan partai. Institusi ini harus berada di atas partai. Bahkan, pemikiran dan berbagai analisa yang lahir dari institusi ini akan menjadi bahan pemikiran berbagai partai dalam mendorong Negara Indonesia menuju cita-cita pembangunan nasionalnya.

            Akan tetapi, apabila institusi ini didirikan hanya untuk kepentingan partai, terutama Partai Demokrat. Institusi ini tak lebih dari sebuah Ortom, ‘organisasi otonom’, yang berada di bawah partai. Gerakannya akan sangat sempit dan tidak menyentuh kepentingan bangsa secara keseluruhan. The Yudhoyono Institute hanya akan hidup sebagai alat politik praktis dan berkecenderungan melenceng jauh dari cita-citanya yang mulia, yaitu menciptakan para pemimpin muda pada masa depan.

            Jika memang benar dan lurus dengan cita-citanya, The Yudhoyono Institute akan mendorong siapa saja yang memiliki potensi dan kompetensi menjadi pemimpin masa depan dan bukan hanya mendorong AHY untuk menjadi presiden. Akan tetapi, bukan berarti AHY tidak boleh menjadi pemimpin pada masa depan, melainkan harus memberikan kesempatan dan pembinaan yang luas dan sama kepada calon-calon pemimpin masa depan, termasuk AHY sendiri.

            Apabila ternyata memang The Yudhoyono Institute hanya merupakan organisasi atau lembaga yang sangat terikat, bahkan patuh pada Partai Demokrat, saya khawatir lembaga ini akan layu sebelum berkembang. Kecil dan tidak tampak nyata besar sumbangsihnya pada bangsa dan Negara Indonesia. Dia hanya akan menjadi “pesaing” bagi organisasi-organisasi otonom lainnya yang sudah lebih dulu didirikan dengan niat menjadi alat partai politik.


            Sampurasun