oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Saya sungguh prihatin
terhadap lembaga sekolah-sekolah, terutama setingkat SLTA yang tampaknya curang
dalam membina generasi muda. Penyelenggara sekolah itu curang karena tidak mau
bekerja keras dalam membina generasi muda. Mereka hanya mentransfer ilmu pengetahuan
yang sifatnya akademik dan hanya mendorong kecerdasan kognitif, tetapi tidak
meningkatkan kecerdasan afektif dan kecerdasan psikomotor.
Sungguh memprihatinkan jika ada sekolah yang memecat atau
mengeluarkan siswa secara langsung yang melakukan kenakalan ataupun kesalahan.
Misalnya, siswa dikeluarkan atau dipecat setelah diketahui melakukan
perkelahian, pencurian, pembulian/perundungan, penggunaan dan peredaran
Narkoba, ataupun kesalahan lainnya. Padahal, mereka hanyalah anak-anak sekolah
yang memerlukan pembinaan atau bimbingan yang lebih baik. Siswa yang mana pun
bisa melakukan kesalahan. Oleh sebab itulah, diperlukan lembaga pendidikan
ataupun pembinaan yang namanya sekolah. Setiap kesalahan yang dilakukan siswa
memang pantas untuk diberikan sanksi. Akan tetapi, jangan serta merta melakukan
pemecatan terhadap siswa karena itu sangat buruk bagi pembinaan generasi muda.
Seharusnya, sekolah melakukan pembinaan terlebih dahulu dan tetap memberikan
kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki dirinya. Sanksi bisa dilakukan dengan
cara bertahap, misalnya, teguran, gertakan dengan keras. Kalau masih juga
melakukan kesalahan yang sama, bisa ditingkatkan dengan tugas-tugas yang berat.
Kalau masih juga tidak jera, bisa dilakukan skorsing setelah terlebih dahulu
berkoordinasi dengan orangtuanya selama satu minggu hingga satu bulan. Kalau
masih juga melakukan keburukan yang sama, pemecatan memang tidak bisa
dihindari. Wajar sekolah memecat siswa jika telah melakukan berbagai upaya
pembinaan dan tidak berhasil. Akan tetapi, sangatlah salah jika baru satu kali
melakukan kesalahan, langsung dipecat, kecuali melakukan kejahatan yang sangat
berat, misalnya, perkosaan ataupun pembunuhan.
Sungguh buruk jika melakukan pemecatan secara langsung
karena tidak akan memecahkan masalah, bahkan menambah masalah baru. Misalnya,
saya sedih sekali ketika mendengar ada sebuah sekolah yang memecat siswa karena
siswa itu kedapatan menggunakan Narkoba. Sekolah memecatnya tanpa melakukan
penelitian lebih dahulu apakah dia hanya pengguna, baru satu kali memakai,
pengedar, pecandu, atau justru korban pemaksaan dari pengedar yang lebih besar.
Seharusnya, diteliti lebih dahulu, lalu diberikan pembinaan sehingga siswa
mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki dirinya karena bisa jadi ia akan
menjadi siswa yang lebih baik dan lebih berprestasi.
Menurut saya, sekolah semacam ini adalah sekolah curang
yang hanya menginginkan siswa yang sudah baik sejak dari keluarganya. Apalagi
memecat dengan menggunakan peribahasa karena
nila setitik, rusak susu sebelanga, ‘karena ulah satu siswa, nama baik
sekolah menjadi rusak’. Itu sangatlah salah. Sekolah itu lembaga pendidikan
yang berkewajiban membina generasi muda yang tidak baik menjadi baik, yang
sudah baik menjadi lebih baik lagi. Itulah namanya sekolah sehingga di Sunda
ada istilah nyakola. Istilah ini
berarti sekolah berhasil mewujudkan generasi muda yang terdidik akhlaknya,
terbina tingkah lakunya, terbangun integritas dirinya. Sekolah yang dengan
mudah memecat siswa hanya untuk melindungi nama baik sekolahnya adalah sekolah
yang tidak memiliki kemampuan membina kecerdasan afektif dan kecerdasan
psikomotor.
Sungguh, dengan perilaku mudah memecat siswa menunjukkan
bahwa sekolah tersebut tidak berkualitas karena tidak memiliki kemampuan
membina generasi muda. Itu adalah sekolah yang dihuni oleh guru-guru yang malas
dan tidak memiliki pengetahuan serta pengalaman dalam meningkatkan budi
pekerti. Bahkan, saya menduga keras bahwa para guru di sekolah-sekolah semacam
ini tidak terampil dalam membina karakter manusia karena mereka juga tidak
memahami pemahaman karakter itu sendiri.
Saya membayangkan jika seorang siswa dipecat karena
penggunaan Narkoba yang sebetulnya masih bisa diperbaiki, akan bertambahlah
satu orang yang stress dan kemungkinan menjadi benar-benar pecandu dan pengedar
Narkoba karena dilepaskan dari pembinaan di lingkungan sekolah. Sekolah semacam
ini telah menimbulkan masalah baru di masyarakat dan bukan memecahkan masalah.
Dengan demikian, para gurulah yang terlebih dahulu untuk dididik
agar mau bekerja keras untuk membina siswa dan mencintai siswa sebagai bagian
dari keluarganya. Para pendidik tidak boleh menjadi penguasa sekolah yang
bertingkah sebagai “orang yang harus ditakuti” para siswa. Para guru harus
bersedia berlelah-lelah untuk mendidik siswa karena itulah tugas guru. Kalau tidak
mau letih membina generasi muda, jangan menjadi guru. Berhenti saja menjadi
guru.
Saya sangat terharu ketika diundang oleh SMAN 2 Bandung
dalam acara perpisahan seorang guru senior yang sudah harus pensiun. Seluruh siswa
sekolah itu mengadakan acara perpisahan dengan gurunya yang purnabakti itu.
Tampaknya, guru ini adalah guru yang sangat dicintai di sekolah itu.
Dalam
acara itu, Sang Guru menulis puisinya sendiri. Puisi itu sangat panjang, tetapi
saya masih ingat kata-kata yang membuat saya ingin menangis mendengarnya.
Ibu sering merasa
kesal kepada kalian
Ibu sering merasa sakit hati oleh
ulah kalian
Tetapi Ibu menyadari bahwa kalianlah
yang mengantarkan Ibu ke Surga
Kalian bagaikan butiran tasbih yang
selalu Ibu genggam
Butiran tasbih
itulah yang Ibu persembahkan kepada Allah swt
Sebagai amal baik Ibu di dunia
Selamat jalan anak-anakku
Begitu kira-kira yang
ditulisnya. Memang tidak tepat seperti itu, tetapi seperti itulah kiranya.
Memang, guru kerap kesal dan sakit hati oleh ulah para
siswanya, tetapi tidak boleh lelah karena sungguh seorang siswa adalah sebutir
tasbih kepada Allah swt. Jika seorang siswa dipecat, hilanglah satu butir
tasbih yang sesungguhnya dapat dibawa sebagai amal baik di hadapan Allah swt
kelak. Bahkan, satu butir tasbih yang hilang itu boleh jadi adalah tasbih yang
sangat mulia jika kita mau tetap menggenggamnya dengan sekuat tenaga dengan
sakit hati, kesal, dan cinta.
Sekolah tidak boleh curang dan hanya ingin memiliki siswa
yang sudah baik sejak awal. Sekolah harus berupaya keras membina agar tumbuh
generasi muda yang lebih baik. Sekolah yang baik adalah yang mampu membina
manusia tidak baik menjadi baik dan membina manusia yang baik menjadi lebih
baik lagi.
Sampurasun
No comments:
Post a Comment