Friday, 8 September 2017

Sekolah Curang

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Saya sungguh prihatin terhadap lembaga sekolah-sekolah, terutama setingkat SLTA yang tampaknya curang dalam membina generasi muda. Penyelenggara sekolah itu curang karena tidak mau bekerja keras dalam membina generasi muda. Mereka hanya mentransfer ilmu pengetahuan yang sifatnya akademik dan hanya mendorong kecerdasan kognitif, tetapi tidak meningkatkan kecerdasan afektif dan kecerdasan psikomotor.

            Sungguh memprihatinkan jika ada sekolah yang memecat atau mengeluarkan siswa secara langsung yang melakukan kenakalan ataupun kesalahan. Misalnya, siswa dikeluarkan atau dipecat setelah diketahui melakukan perkelahian, pencurian, pembulian/perundungan, penggunaan dan peredaran Narkoba, ataupun kesalahan lainnya. Padahal, mereka hanyalah anak-anak sekolah yang memerlukan pembinaan atau bimbingan yang lebih baik. Siswa yang mana pun bisa melakukan kesalahan. Oleh sebab itulah, diperlukan lembaga pendidikan ataupun pembinaan yang namanya sekolah. Setiap kesalahan yang dilakukan siswa memang pantas untuk diberikan sanksi. Akan tetapi, jangan serta merta melakukan pemecatan terhadap siswa karena itu sangat buruk bagi pembinaan generasi muda. Seharusnya, sekolah melakukan pembinaan terlebih dahulu dan tetap memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki dirinya. Sanksi bisa dilakukan dengan cara bertahap, misalnya, teguran, gertakan dengan keras. Kalau masih juga melakukan kesalahan yang sama, bisa ditingkatkan dengan tugas-tugas yang berat. Kalau masih juga tidak jera, bisa dilakukan skorsing setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan orangtuanya selama satu minggu hingga satu bulan. Kalau masih juga melakukan keburukan yang sama, pemecatan memang tidak bisa dihindari. Wajar sekolah memecat siswa jika telah melakukan berbagai upaya pembinaan dan tidak berhasil. Akan tetapi, sangatlah salah jika baru satu kali melakukan kesalahan, langsung dipecat, kecuali melakukan kejahatan yang sangat berat, misalnya, perkosaan ataupun pembunuhan.

            Sungguh buruk jika melakukan pemecatan secara langsung karena tidak akan memecahkan masalah, bahkan menambah masalah baru. Misalnya, saya sedih sekali ketika mendengar ada sebuah sekolah yang memecat siswa karena siswa itu kedapatan menggunakan Narkoba. Sekolah memecatnya tanpa melakukan penelitian lebih dahulu apakah dia hanya pengguna, baru satu kali memakai, pengedar, pecandu, atau justru korban pemaksaan dari pengedar yang lebih besar. Seharusnya, diteliti lebih dahulu, lalu diberikan pembinaan sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki dirinya karena bisa jadi ia akan menjadi siswa yang lebih baik dan lebih berprestasi.

            Menurut saya, sekolah semacam ini adalah sekolah curang yang hanya menginginkan siswa yang sudah baik sejak dari keluarganya. Apalagi memecat dengan menggunakan peribahasa karena nila setitik, rusak susu sebelanga, ‘karena ulah satu siswa, nama baik sekolah menjadi rusak’. Itu sangatlah salah. Sekolah itu lembaga pendidikan yang berkewajiban membina generasi muda yang tidak baik menjadi baik, yang sudah baik menjadi lebih baik lagi. Itulah namanya sekolah sehingga di Sunda ada istilah nyakola. Istilah ini berarti sekolah berhasil mewujudkan generasi muda yang terdidik akhlaknya, terbina tingkah lakunya, terbangun integritas dirinya. Sekolah yang dengan mudah memecat siswa hanya untuk melindungi nama baik sekolahnya adalah sekolah yang tidak memiliki kemampuan membina kecerdasan afektif dan kecerdasan psikomotor.

            Sungguh, dengan perilaku mudah memecat siswa menunjukkan bahwa sekolah tersebut tidak berkualitas karena tidak memiliki kemampuan membina generasi muda. Itu adalah sekolah yang dihuni oleh guru-guru yang malas dan tidak memiliki pengetahuan serta pengalaman dalam meningkatkan budi pekerti. Bahkan, saya menduga keras bahwa para guru di sekolah-sekolah semacam ini tidak terampil dalam membina karakter manusia karena mereka juga tidak memahami pemahaman karakter itu sendiri.

            Saya membayangkan jika seorang siswa dipecat karena penggunaan Narkoba yang sebetulnya masih bisa diperbaiki, akan bertambahlah satu orang yang stress dan kemungkinan menjadi benar-benar pecandu dan pengedar Narkoba karena dilepaskan dari pembinaan di lingkungan sekolah. Sekolah semacam ini telah menimbulkan masalah baru di masyarakat dan bukan memecahkan masalah.

            Dengan demikian, para gurulah yang terlebih dahulu untuk dididik agar mau bekerja keras untuk membina siswa dan mencintai siswa sebagai bagian dari keluarganya. Para pendidik tidak boleh menjadi penguasa sekolah yang bertingkah sebagai “orang yang harus ditakuti” para siswa. Para guru harus bersedia berlelah-lelah untuk mendidik siswa karena itulah tugas guru. Kalau tidak mau letih membina generasi muda, jangan menjadi guru. Berhenti saja menjadi guru.

            Saya sangat terharu ketika diundang oleh SMAN 2 Bandung dalam acara perpisahan seorang guru senior yang sudah harus pensiun. Seluruh siswa sekolah itu mengadakan acara perpisahan dengan gurunya yang purnabakti itu. Tampaknya, guru ini adalah guru yang sangat dicintai di sekolah itu.

            Dalam acara itu, Sang Guru menulis puisinya sendiri. Puisi itu sangat panjang, tetapi saya masih ingat kata-kata yang membuat saya ingin menangis mendengarnya.

            Ibu sering merasa kesal kepada kalian
            Ibu sering merasa sakit hati oleh ulah kalian
            Tetapi Ibu menyadari bahwa kalianlah yang mengantarkan Ibu ke Surga
            Kalian bagaikan butiran tasbih yang selalu Ibu genggam
            Butiran tasbih itulah yang Ibu persembahkan kepada Allah swt
            Sebagai amal baik Ibu di dunia
            Selamat jalan anak-anakku

            Begitu kira-kira yang ditulisnya. Memang tidak tepat seperti itu, tetapi seperti itulah kiranya.

            Memang, guru kerap kesal dan sakit hati oleh ulah para siswanya, tetapi tidak boleh lelah karena sungguh seorang siswa adalah sebutir tasbih kepada Allah swt. Jika seorang siswa dipecat, hilanglah satu butir tasbih yang sesungguhnya dapat dibawa sebagai amal baik di hadapan Allah swt kelak. Bahkan, satu butir tasbih yang hilang itu boleh jadi adalah tasbih yang sangat mulia jika kita mau tetap menggenggamnya dengan sekuat tenaga dengan sakit hati, kesal, dan cinta.

            Sekolah tidak boleh curang dan hanya ingin memiliki siswa yang sudah baik sejak awal. Sekolah harus berupaya keras membina agar tumbuh generasi muda yang lebih baik. Sekolah yang baik adalah yang mampu membina manusia tidak baik menjadi baik dan membina manusia yang baik menjadi lebih baik lagi.


            Sampurasun

No comments:

Post a Comment