Saturday, 16 September 2017

Myanmar Mungkin Berdusta

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Beberapa waktu lalu saya menulis bahwa kita semua harus bersabar untuk tidak saling tuduh tentang berbagai kejahatan yang terjadi di Rakhine-Rohingya, Myanmar. Semua harus menunggu hasil dari kerja Tim Pencari Fakta untuk memahami sesungguhnya segala kekusutan yang terjadi. Kita sangat berharap TPF dapat berlaku jujur, adil, dan membuka segalanya dengan terang benderang tanpa berpihak, baik pada Myanmar maupun pada Rohingya. Hal itu disebabkan hanya dengan gambaran yang utuh dan jujurlah semua dapat melakukan analisis secara tepat bagi penyelesaian kekacauan dan kejahatan manusia atas manusia lainnya itu.

            Sayangnya, TPF tidak juga dapat bekerja dengan baik. Saya menduga dengan sangat keras bahwa TPF tidak dapat melakukan investigasi yang baik karena ada ‘keengganan” dari pihak Myanmar sendiri. Myanmar tampak berupaya menghalangi investigasi serta dalam kesempatan yang sama membangun opini dunia dengan penjelasan-penjelasannya sendiri. Sungguh teramat salah Myanmar membela diri dengan opininya sendiri tanpa melibatkan hasil investigasi dari TPF. Apa pun yang dijelaskan Myanmar akan dituding sebagai “kebohongan” karena berisi tentang pembelaan diri tanpa melibatkan pihak independen untuk melakukan cross check atas penjelasan-penjelasannya itu. Myanmar menyalahkan dunia karena berpendapat berdasarkan hoax, tetapi mereka tidak memberikan akses dan kesegeraan kepada TPF untuk melakukan investigasi yang menyeluruh. Sikap seperti itu hanya merugikan Myanmar sendiri karena terkesan tidak ingin diketahui oleh dunia tentang apa sesungguhnya yang terjadi di Rakhine-Rohingya, Myanmar. Myanmar berusaha melawan opini dunia dengan penjelasan-penjelasannya sendiri yang sangat sulit dipercaya. Dalam bahasa Indonesia, perilaku Myanmar itu sama dengan maling teriak maling, maksudnya penjahat menuduh orang lain melakukan kejahatan, padahal dia sendiri yang melakukan kejahatan. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia ada lagi pemeo mana ada maling yang mengaku, maksudnya penjahat tidak mungkin mengakui dengan sukarela tentang kejahatan yang dilakukannya. Itulah yang saya llihat dari Myanmar. Mereka telah banyak melakukan kejahatan, terutama militernya, tetapi tidak mau mengakui kejahatan yang mereka lakukan dan menuduh pihak lain yang melakukan kejahatan itu.

            Sikap Myanmar itu sangat berbahaya karena sama sekali tidak menyelesaikan masalah dan hanya memperpanjang masalah. Bahkan, akan sangat merugikan Myanmar sendiri. Lebih jauh lagi, Sikap Myanmar seperti itu bisa mengguncangkan keamanan di kawasan Asean. Hal itu disebabkan perilaku militer Myanmar bisa mengundang kelompok-kelompok perlawanan dari luar Myanmar masuk ke Myanmar. Sebagaimana kita tahu bahwa Menlu RI Retno Marsudi pernah mengatakan bahwa tantangan keamanan ke depan adalah terorisme. Jika gerakan perlawanan dari belahan dunia lain masuk ke Myanmar, termasuk para teroris, Rakhine akan menjadi wilayah yang semakin semrawut dan mempengaruhi keamanan di kawasan Asean. Hal yang harus diperhatikan adalah jika para teroris masuk, mereka akan menjadi pahlawan untuk menghentikan kekerasan militer Myanmar terhadap Rohingya. Situasi akan menjadi lain.

            Myanmar memang harus ditekan dan dipaksa untuk menghentikan berbagai kedustaan yang dibangunnya sendiri. Myanmar harus dibuli karena berupaya membangun opini dunia dengan penjelasan-penjelasan yang sangat lemah.

            Salah satu pernyataan resmi yang dikeluarkan pejabat tinggi Myanmar akhir-akhir ini menunjukkan, paling tidak, saya menduganya adalah suatu “kebohongan”. Sang pejabat tinggi Myanmar itu mengatakan bahwa para penduduk Rohingya mengungsi ke Bangladesh dan negara lain adalah bukan disebabkan oleh kekerasan militer Myanmar, melainkan didorong oleh para pemberontak Arakan yang menyuruh rakyat mengungsi dengan janji akan ada kehidupan lebih baik di negara lain.

            Bagi saya, penjelasan itu teramat aneh karena sangat kecil kemungkinan terjadinya. Jika kita mengingat-ingat perilaku setiap gerakan separatis atau kelompok perlawanan, belum pernah ada kelompok perlawanan di dunia ini yang menyuruh rakyat mengungsi dan mengosongkan wilayahnya. Hal yang sangat masuk akal adalah justru kelompok-kelompok itu mengajak rakyat di wilayahnya untuk bergabung menjadi anggota perlawanan untuk menguatkan pasukan dan menggunakan rakyat sebagai aset bagi upaya perlawanan yang sedang dilakukannya. Isis saja ketika rakyat Suriah mengungsi, menyerukan bahwa rakyat Suriah tidak perlu mengungsi. Mereka tahu benar bahwa dengan rakyat bersamanya, kekuatannya akan semakin lengkap. Dengan demikian, penjelasan petinggi Myanmar itu sangatlah aneh, bahkan tampak bodoh.

            Di samping itu, kenyataan yang terjadi justru adalah kaum Rohingya merupakan kaum yang tidak diinginkan di Myanmar, militer Myanmar melakukan kekerasan terhadap rakyat Rohingya, dan menanam ranjau agar rakyat tidak kembali ke wilayahnya semula. Jadi, sesungguhnya yang terjadi adalah Myanmar sendiri yang mendorong pengungsian besar-besaran dan berharap agar kaum Rohingya berada di wilayah negara lain. Setidak-tidaknya, itulah penjelasan yang dapat diterima akal saya berdasarkan berbagai berita yang beredar akhir-akhir ini. Jadi, bukan pasukan Arakan yang mendorong kaum Rohingya mengungsi, melainkan kekerasan yang diterima akibat perlakuan mililter Myanmar-lah yang menjadi penyebab rakyat pergi.

            Indonesia sudah sangat tepat melakukan pertolongan pertama bagi penanganan kejahatan manusia atas manusia lainnya di Rakhine-Rohingya, tetapi Indonesia dan dunia tidak boleh lupa bahwa Myanmar sedang melakukan agenda sendiri untuk menyelesaikan masalah itu. Indonesia dan dunia tidak boleh lupa bahwa Myanmar sama sekali tidak memiliki kemampuan yang baik dalam menyelesaikan masalah di Rakhine-Rohingya. Hal itu bisa dilihat dari berlarut-larutnya masalah itu dengan penuh kekerasan dan kebencian yang tak juga kunjung berkurang terhadap kaum Rohingya selama puluhan tahun. Kalau dibiarkan, urusan itu akan terus berlanjut ratusan tahun ke depan. Oleh sebab itu, Indonesia dan dunia tidak boleh menunggu saja agenda-agenda yang dijalankan pihak Myanmar, melainkan harus memberikan tekanan yang keras agar Myanmar lebih terbuka serta menerima berbagai masukan, kritikan, dan mengubah pandangannya terhadap kehidupan di Rakhine-Rohingya. Hal yang paling penting dilakukan Myanmar adalah jangan berdusta dan biarkan orang lain melakukan investigasi agar mendapatkan solusi yang menguntungkan bagi Myanmar, Rohingya, Asean, dan dunia.


            Sampurasun

No comments:

Post a Comment