oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Syekh Ali Jaber tidak
mengenal saya karena saya hanya melihat dan mendengarnya melalui televisi dan
tayangan Youtube. Meskipun hanya memperhatikan dari jauh, banyak hal yang saya
pahami dari diri Syekh Ali Jaber.
Pertama
kali saya melihatnya di televisi, isi ceramahnya biasa saja. Banyak penceramah Indonesia
yang berceramah seperti itu, bahkan lebih hebat. Saya hanya berpikir bahwa
orang Indonesia itu pengennya selalu yang “kearab-araban”. Orang Arab biasanya
dipandang lebih hebat agamanya, padahal tidak. Soal agama itu adalah soal ilmu
dan akhlak, bukan soal tempat kelahiran. Jadi, Syekh Ali Jaber bagi saya,
biasa-biasa saja. Tidak ada istimewanya.
Seiring
perjalanan waktu, tanpa sengaja saya melihat Syekh Ali Jaber mencium tangan
remaja dan anak-anak Indonesia yang hapal Al Quran. Bahkan, bukan hanya tangan,
kaki remaja dan anak Indonesia pun dia cium. Syekh bersedia menurunkan
kepalanya dengan badannya bertumpu pada lututnya untuk mencium kaki penghapal
Al Quran. Saya tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran dan hati Ali Jaber.
Saya hanya melihatnya dia memuliakan para penghapal Al Quran dan bersedia
merendahkan hatinya untuk mencium kaki penghapal Al Quran. Sikap itu tampak
bukan sikap dibuat-buat seperti akting Sinetron, melainkan sikap yang tulus
yang tampak dari mata dan gerak tubuhnya. Luar biasa ini orang. Istimewa
sekali.
Sejak
saat itu saya mengagumi Syekh. Sikap seperti itu pasti lahir dari hati yang
penuh hormat, penuh kemuliaan, dan kelembutan.
Sejak
itu pula saya lebih lama memperhatikan ceramah-ceramah Syekh, baik di televisi maupun
di Youtube. Kalimat-kalimatnya luar biasa menenangkan yang pastinya berasal
dari llmu pengetahuan yang dalam. Beliau mengajarkan untuk memuliakan dan
menghormati orang lain. Diingatkannya pula untuk tidak mudah menghakimi orang
lain. Bahkan, nasihatnya yang saya perhatikan ketika beliau menjadi tamu
bersama Gus Miftah di Podcast Deddy
Corbuzier sungguh luar biasa mengagumkan. Syekh menjelaskan bahwa kita
tidak boleh menghakimi dan merendahkan perempuan yang tidak berhijab karena
kita tidak tahu mungkin saja perempuan itu punya shalat dua rakaat yang membuat
Allah swt memasukkannya ke dalam surga. Kita tidak pernah tahu bagaimana
sebenarnya hubungan perempuan itu dengan Allah swt. Pandangan dan pendapat
seperti itu pasti keluar dari mulut orang yang sangat berhati-hati bersikap
dalam hidup serta memiliki ilmu pengetahuan yang dalam. Dalam beberapa kali
ceramahnya, Syekh mengingatkan saya pada tulisan-tulisan “Syekh Abdulqadir Jaelani” tentang “Penyingkap Kegaiban” yang dipenuhi nasihat untuk selalu bergantung
penuh dan percaya penuh kepada Allah swt sehingga segala yang terjadi kepada
kita di dunia ini hanya peristiwa biasa yang tidak berpengaruh apa pun kepada
kita. Mau kita kaya ataupun miskin, mudah ataupun sulit, tidak mempengaruhi
kita karena kita hidup dalam kendali Allah swt, bersama Allah swt.
Kini
Syekh Ali Jaber telah berpulang kepada Pemilik-nya, Allah swt, “mulih ka jati,
mulang ka asal”.
“Innaalillaahi waa innaa ilaihi roojiuun”
Allah
swt Mahatahu, Mahakasih kepada hamba-Nya. Syekh menjadikan Indonesia tanah yang
dicintainya sebagai ladangnya untuk beramal shaleh.
Sampurasun
No comments:
Post a Comment