Friday, 30 July 2021

Penutupan dan Pembatasan di Tempat Ibadat

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Penutupan dan pembatasan di tempat ibadat sebetulnya bisa dipahami dengan mudah jika mau jernih memahaminya. Akan tetapi, hal ini akan menjadi rumit dan memusingkan jika dicampurbaurkan dengan kebencian politik, kedengkian murahan, dan keinginan untuk tetap membuat orang lain bodoh. Hal ini diperparah dengan masyarakat iliterat yang dengan mudah dibodohi karena kurangnya informasi, ilmu pengetahuan, dan pemahaman terhadap agamanya sendiri. Akibatnya, banyak pendapat yang ngaco, lucu, sekaligus mengesalkan. Saya sering tertawa-tawa karena banyak pendapat yang tidak memiliki dasar yang jelas, hanya dugaan, atau dalam bahasa Sunda disebut “sasangkaan wungkul”, tetapi gayanya seperti orang yang sudah mendapatkan kebenaran mutlak. Saya pun sekaligus kesal karena masyarakat yang kurang wawasannya bisa mudah percaya, kemudian jadi sesat pikir dan sesat bertindak.

            Mari kita lihat India baru-baru ini. Setelah jutaan orang mengadakan ritual suci berdesakan di Sungai Gangga, tak lama kemudian ratusan ribu orang meninggal karena Covid-19. Seluruh dunia menyalahkan kegiatan ritual itu sebagai biang kerok dari penyebaran corona di India. Berita terakhir menyebutkan bahwa sudah sekitar 500.000 (lima ratus ribu) orang India meninggal karena virus Corona.

            Sebetulnya, pemerintah India sudah berupaya memberikan penjelasan dan imbauan agar tidak melakukan ritual suci itu karena masa sekarang adalah masanya wabah, pandemi Corona. Akan tetapi, masyarakat tetap melakukannya dan tidak mematuhi pemerintahnya. Memang dalam keyakinan mereka ritual suci di Sungai Gangga itu bisa mendapatkan keberuntungan, pembebasan dosa, dan terlepas dari siklus hidup-mati (moksa). Itu keyakinan mereka yang sangat kuat. Sayangnya, kegiatan itu menyebabkan meningkatnya penyebaran virus Corona yang sulit diatasi hingga menimbulkan banyak kematian. Pemerintah India menyebutkan sebagai “second wave”, ‘gelombang kedua’, penyerangan virus Corona.

            Dunia melihat itu dan belajar dari kasus di India untuk melindungi warganya dari kesakitan dan kematian akibat Corona. Indonesia pun ikut belajar dari hal itu. Oleh sebab itu, pada beberapa tempat ibadat diberlakukan pembatasan atau mungkin penutupan, agama apa pun itu.

            Sekarang kita lihat Kabah di Mekah yang jadi tempat suci ibadat utama umat Islam sedunia. Dalam sejarahnya, Kabah pernah ditutup 40 kali. Penyebabnya macam-macam ada urusan pencurian Hajar Aswad, konflik politik, konflik antarsuku, termasuk wabah penyakit.

            Supaya tidak terlalu banyak, saya list penutupan Kabah yang diakibatkan oleh wabah penyakit. Kabah pernah ditutup karena wabah Thaun pada tahun 1814; wabah Hindi pada 1831; epidemi tahun 1837, lalu terjadi lagi pada 1858, kemudian terjadi lagi pada 1864, tiga kali karena epidemi ini Kabah ditutup; wabah kolera pada 1846, lalu kolera mewabah lagi pada 1892, dua kali Kabah ditutup karena kolera; wabah typus pada 1895; wabah meningitis pada 1987.

            Pada tahun-tahun itu Kabah ditutup untuk peribadatan. Oleh sebab itu, tak heran jika kita pergi berhaji atau umrah, suka disuntik vaksin dulu di Indonesia sebagai syarat yang diwajibkan pemerintah.

            Sekarang masanya Covid-19, Kabah mengalami penutupan beberapa kali, pada jam-jam tertentu, pada hari-hari tertentu, diberlakukan jam tutup-buka. Bahkan pembatasan jumlah jamaah dan pengaturan jarak thawaf dan shalat ketika dibuka untuk beribadat. Di samping itu, diberlakukan pula pembatasan negara-negara mana saja yang boleh ke Kabah dan yang ditunda keberangkatannya.

            Penutupan dan pembatasan yang diberlakukan di Kabah bukanlah untuk menghancurkan umat Islam atau memusnahkan agama Islam. Semua itu hanyalah untuk mengatasi wabah penyakit yang sedang merajalela. Hal itu pun sebagaimana yang terjadi di India, pelarangan untuk ritual suci di Sungai Gangga bukan untuk menghancurkan umat Hindu atau agama Hindu, tetapi melindungi masyarakat dari Covid-19.

            Aneh jika orang Indonesia dibatasi untuk beribadat di masjid, disebut bahwa pemerintah atau rezim Jokowi ingin menghancurkan umat Islam. Pemerintah ingin menghalangi perkembangan agama Islam.

            Logika dari mana itu?

            Kenapa sekalian tidak teriak ketika Kabah ditutup adalah pernyataan perang Kerajaan Arab Saudi terhadap umat Islam sedunia?

            Lebih aneh lagi ketika ada profesor yang mengatakan bahwa virus Corona digunakan pemerintah sebagai senjata pemusnah masal untuk memusnahkan anak-anak muda Islam.

            Memangnya cuma umat Islam yang mati karena Corona?

            Memangnya ratusan ribu orang India yang mati gara-gara ritual suci itu orang Islam?

            Kan orang Hindu.

            Hayu ah berakal sehat dan berpikir waras.

            Jangan ikut-ikut omongan orang yang nggak jelas.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment