oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Penutupan dan pembatasan di tempat
ibadat sebetulnya bisa dipahami dengan mudah jika mau jernih memahaminya. Akan
tetapi, hal ini akan menjadi rumit dan memusingkan jika dicampurbaurkan dengan
kebencian politik, kedengkian murahan, dan keinginan untuk tetap membuat orang
lain bodoh. Hal ini diperparah dengan masyarakat iliterat yang dengan mudah
dibodohi karena kurangnya informasi, ilmu pengetahuan, dan pemahaman terhadap
agamanya sendiri. Akibatnya, banyak pendapat yang ngaco, lucu, sekaligus
mengesalkan. Saya sering tertawa-tawa karena banyak pendapat yang tidak
memiliki dasar yang jelas, hanya dugaan, atau dalam bahasa Sunda disebut “sasangkaan wungkul”, tetapi gayanya
seperti orang yang sudah mendapatkan kebenaran mutlak. Saya pun sekaligus kesal
karena masyarakat yang kurang wawasannya bisa mudah percaya, kemudian jadi
sesat pikir dan sesat bertindak.
Mari kita lihat India
baru-baru ini. Setelah jutaan orang mengadakan ritual suci berdesakan di Sungai
Gangga, tak lama kemudian ratusan ribu orang meninggal karena Covid-19. Seluruh
dunia menyalahkan kegiatan ritual itu sebagai biang kerok dari penyebaran
corona di India. Berita terakhir menyebutkan bahwa sudah sekitar 500.000 (lima
ratus ribu) orang India meninggal karena virus Corona.
Sebetulnya, pemerintah India sudah berupaya memberikan
penjelasan dan imbauan agar tidak melakukan ritual suci itu karena masa
sekarang adalah masanya wabah, pandemi Corona. Akan tetapi, masyarakat tetap
melakukannya dan tidak mematuhi pemerintahnya. Memang dalam keyakinan mereka
ritual suci di Sungai Gangga itu bisa mendapatkan keberuntungan, pembebasan
dosa, dan terlepas dari siklus hidup-mati (moksa). Itu keyakinan mereka yang
sangat kuat. Sayangnya, kegiatan itu menyebabkan meningkatnya penyebaran virus Corona
yang sulit diatasi hingga menimbulkan banyak kematian. Pemerintah India
menyebutkan sebagai “second wave”, ‘gelombang
kedua’, penyerangan virus Corona.
Dunia melihat itu dan belajar dari kasus di India untuk
melindungi warganya dari kesakitan dan kematian akibat Corona. Indonesia pun ikut
belajar dari hal itu. Oleh sebab itu, pada beberapa tempat ibadat diberlakukan pembatasan
atau mungkin penutupan, agama apa pun itu.
Sekarang kita lihat Kabah di Mekah yang jadi tempat suci
ibadat utama umat Islam sedunia. Dalam sejarahnya, Kabah pernah ditutup 40
kali. Penyebabnya macam-macam ada urusan pencurian Hajar Aswad, konflik
politik, konflik antarsuku, termasuk wabah penyakit.
Supaya tidak terlalu banyak, saya list penutupan Kabah
yang diakibatkan oleh wabah penyakit. Kabah pernah ditutup karena wabah Thaun
pada tahun 1814; wabah Hindi pada 1831; epidemi tahun 1837, lalu terjadi lagi
pada 1858, kemudian terjadi lagi pada 1864, tiga kali karena epidemi ini Kabah
ditutup; wabah kolera pada 1846, lalu kolera mewabah lagi pada 1892, dua kali
Kabah ditutup karena kolera; wabah typus pada 1895; wabah meningitis pada 1987.
Pada tahun-tahun itu Kabah ditutup untuk peribadatan.
Oleh sebab itu, tak heran jika kita pergi berhaji atau umrah, suka disuntik
vaksin dulu di Indonesia sebagai syarat yang diwajibkan pemerintah.
Sekarang masanya Covid-19, Kabah mengalami penutupan
beberapa kali, pada jam-jam tertentu, pada hari-hari tertentu, diberlakukan jam
tutup-buka. Bahkan pembatasan jumlah jamaah dan pengaturan jarak thawaf dan
shalat ketika dibuka untuk beribadat. Di samping itu, diberlakukan pula
pembatasan negara-negara mana saja yang boleh ke Kabah dan yang ditunda
keberangkatannya.
Penutupan dan pembatasan yang diberlakukan di Kabah
bukanlah untuk menghancurkan umat Islam atau memusnahkan agama Islam. Semua itu
hanyalah untuk mengatasi wabah penyakit yang sedang merajalela. Hal itu pun
sebagaimana yang terjadi di India, pelarangan untuk ritual suci di Sungai Gangga
bukan untuk menghancurkan umat Hindu atau agama Hindu, tetapi melindungi masyarakat
dari Covid-19.
Aneh jika orang Indonesia dibatasi untuk beribadat di
masjid, disebut bahwa pemerintah atau rezim Jokowi ingin menghancurkan umat
Islam. Pemerintah ingin menghalangi perkembangan agama Islam.
Logika dari mana itu?
Kenapa sekalian tidak teriak ketika Kabah ditutup adalah pernyataan
perang Kerajaan Arab Saudi terhadap umat Islam sedunia?
Lebih aneh lagi ketika ada profesor yang mengatakan bahwa
virus Corona digunakan pemerintah sebagai senjata pemusnah masal untuk
memusnahkan anak-anak muda Islam.
Memangnya cuma umat Islam yang mati karena Corona?
Memangnya ratusan ribu orang India yang mati gara-gara
ritual suci itu orang Islam?
Kan orang Hindu.
Hayu ah berakal sehat dan berpikir waras.
Jangan ikut-ikut omongan orang yang nggak jelas.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment