oleh Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Mereka yang marah-marah soal
Gibran Rakabuming Raka yang menjadi Cawapres Prabowo Subianto semakin aneh,
narasinya semakin tidak masuk akal dan berantakan. Narasi yang dibangun adalah
pihak Jokowi dan Prabowo mengubah undang-undang atau peraturan tentang batas
usia Cawapres dengan menggunakan kekuasaan Hakim Ketua MK Anwar Usman yang juga
paman Gibran. Kemudian, Prabowo menggunakan perubahan peraturan itu untuk
mencalonkan Gibran sebagai Cawapresnya dan Jokowi ingin melanggengkan
kekuasaannya melalui anaknya, Gibran.
Begitu kan?
Koreksi kalau saya salah.
Ini adalah narasi yang aneh. Saya coba cari tahu lebih
dalam, baca sana baca sini. Ternyata, yang menggugat soal peraturan usia untuk
Cawapres itu bukan Prabowo dan bukan Jokowi, apalagi Gibran. Orang yang
menggugat peraturan batas usia untuk presiden dan Cawapres harus di atas 40
tahun itu adalah Almas Tsaqibbirru, mahasiswa angkatan 2019, Fakultas Hukum,
Universitas Surakarta (Unsa).
Almas Tsaqibbirru (Foto: Kabar 24 - Bisnis.com) |
Dia memang pengagum Gibran. Sebagai orang Solo dia merasa bahwa Gibran telah melakukan banyak perbaikan positif untuk Kota Solo. Setelah berdiskusi dengan teman-temannya di kampusnya, dia ingin menguji pengetahuannya tentang hukum, yaitu dengan cara mengajukan gugatan ke Mahkaman Konstitusi (MK) agar calon presiden dan Cawapres itu tidak harus selalu berusia 40 tahun ke atas. Batas usia itu menghalangi anak-anak muda yang berprestasi untuk menjadi presiden atau Wapres. Dia menggugat bahwa anak muda yang telah mampu menjadi gubernur, bupati, atau walikota dapat menjadi presiden atau wakil presiden meskipun usianya belum mencapai 40 tahun.
Gugatannya ini ternyata diterima MK. Dia senang bukan
main. Dia tidak menyangka bahwa gugatannya ini bakal viral dan dilaksanakan
pada tahun ini juga. Dia mengaku tidak ada hubungannya dengan aktivitas politik
Pilpres. Dia sendiri menolak kalau dijadikan Timses Gibran karena merasa itu
bukan bidangnya. Dia merasa bahwa dirinya hanya cocok dalam aktivitas hukum,
bukan politik. Foto Almas saya dapatkan dari Kabar 24 – Bisnis com.
Jadi, jelas ya. Orang yang menggugat batas usia itu bukan
Jokowi, Prabowo, maupun Gibran, melainkan Almas. Kalaupun Prabowo, Jokowi, dan
Gibran menggunakan keputusan MK ini untuk mendorong Gibran menjadi Cawapres,
itu sah secara hukum.
Sekarang, soal Jokowi, Gibran, dan Kaesang menggunakan
kekuasaan Anwar Usman yang juga keluarganya sebagai hakim MK untuk mengubah
undang-undang tentang batas usia 40 itu. Hal ini pun sulit dipahami. Hakim itu
bukan tentara yang harus selalu patuh kepada pemimpinnya meskipun perintahnya
tidak dipahaminya. Kalau tentara itu, harus patuh kepada pemimpin meskipun dia
tidak suka pada perintah itu. Berbeda dengan hakim. Hakim itu boleh berbeda
pendapat, bisa jauh sekali pendapatnya di antara para hakim. Oleh sebab itu,
hakim jumlahnya selalu ganjil, tidak pernah genap agar ada keputusan. Jumlah
hakim itu selalu 1, 3, 5, 7, 9, dan seterusnya dalam jumlah yang ganjil. Kalau
genap, bisa tidak menghasilkan keputusan karena jika diambil suara terbanyak,
bisa draw hasilnya, imbang sehingga tak ada kepastian. Saya bisa salah soal ini karena bukan ahli
hukum. Jika di antara pembaca yang ahli hukum, koreksi saya jika salah. Saya
sangat menghargainya.
Hakim MK itu jumlahnya 9 orang, ganjil. Kalaupun ketuanya
setuju tentang perubahan batas usia presiden dan Wapres, tetapi yang lain tidak
setuju, suara terbanyak adalah yang harus dijadikan keputusan. Melihat
hasilnya, tentu saja keputusan untuk mengubah batas usia itu adalah hasil dari
suara terbanyak di antara para hakim. Artinya, Gibran dan siapa pun juga boleh
maju menjadi presiden atau Wapres. So, meskipun hakim ketuanya adalah
keluarganya, hanyalah satu suara hakim di antara 9 hakim yang ada. Jika hakim
lain tidak setuju, kalahlah dia.
Paham ya?
Kalaupun Prabowo, Jokowi, dan Gibran menggunakan
kesempatan itu untuk ikut dalam Pilpres, sekali lagi, itu adalah haknya. Kalaulah
Jokowi memang ingin meneruskan program kerjanya lewat anaknya, itu juga haknya.
Pada akhirnya, rakyat juga yang menjadi penguasa pada saat pemilihan. Rakyatlah
yang menentukan siapa yang akan menjadi presiden dan Wapres berikutnya.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment