Sunday, 23 February 2020

Jangan Terlalu Bangga Disebut Negara Maju


oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Baru-baru ini Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan bahwa Indonesia adalah negara maju. Untuk mereka yang mencintai Negara Indonesia, bisa tiba-tiba tersentak bangga dengan predikat sebagai negara maju, tetapi rasa bangga itu seketika tertahan jika merasakan kondisi hidupnya sehari-hari dan atau melihat keadaan ekonomi sekitarnya.

            Benarkah kita, Indonesia, sudah menjadi negara maju?

            Pernyataan Presiden AS tersebut harus diteliti lagi maksudnya. Sebagai negara mayoritas muslim, kita harus ingat bahwa proses tabayun, cek en ricek, wajib dilakukan jika mendapatkan berita apapun, baik itu berita baik maupun berita buruk.

            Dari beberapa sumber yang saya pelajari, kita wajar kecewa dengan disebut sebagai negara maju dan dikeluarkan dari daftar negara miskin atau negara berkembang. Hal itu disebabkan AS tidak akan lagi memberikan subsidi atau bantuan terhadap Indonesia dalam mengekspor barang-barang Indonesia untuk diimpor oleh AS. Salah satunya, akan ada kenaikan tarif bea masuk bagi barang-barang Indonesia yang diimpor AS.

            AS memang memiliki undang-undang untuk melindungi negara-negara miskin atau berkembang agar terlepas dari kemiskinan. Negara Donald Trump itu memberikan tarif bea masuk rendah bagi negara-negara yang dianggap masih miskin atau berkembang agar negara-negara itu bisa maju. Dengan dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang yang berarti menjadi negara maju, tarif bea masuk akan tinggi. Hal itu akan memukul para pengusaha Indonesia yang mengekspor barang ke AS. Dengan tarif bea masuk tinggi, harga-harga barang Indonesia di AS akan menjadi semakin mahal dan itu dikhawatirkan semakin mengurangi daya saing produk Indonesia di AS. Padahal, saat ini nilai hubungan dagang Indonesia-AS telah membuat neraca perdagangan Indonesia surplus. Artinya, Indonesia untung besar. Dengan kenaikan tarif, bisa saja keuntungan perdagangan itu menurun dan terus turun.

            Meskipun demikian, Indonesia tidak perlu terlalu risau, hadapi saja kenyataan yang ada dengan kerja keras dan doa agar produk Indonesia semakin berkualitas dan semakin beragam sehingga kenaikan tarif bea masuk yang diterapkan AS tidak mengganggu kenaikan keuntungan perdagangan AS-Indonesia. Hal yang patut diingat, kita harus sama-sama bergotong royong. Kalau belum bisa gotong royong dan menyumbangkan diri untuk negara, minimal jangan bikin huru-hara. Hal itu disebabkan jika negara maju, kita pun ikut maju, kecuali kalau kitanya malas dan tidak memanfaatkan kesempatan yang ada.

            Jadi, jangan terlalu bangga jika disebut negara maju. Saya melihatnya itu hanya upaya Amerika Serikat untuk tidak lagi membantu Indonesia sebagai negara berkembang. AS tampaknya sedang membutuhkan uang sehingga tidak ingin lagi memberikan subsidi bagi Indonesia.

            Bagi saya, Indonesia belum maju dan masih termasuk negara berkembang. Hal itu disebabkan saya masih percaya pada teori dari Rektor Universitas Al-Ghifari Prof. Dr. Didin Muhafidin bahwa negara maju itu hidup dari otaknya, sedangkan negara berkembang hidup dari sumber daya alamnya. Oleh sebab itu, Bank Dunia tidak memasukkan Arab Saudi atau negara-negara Timur Tengah sebagai negara maju meskipun punya banyak uang dan disebut Negara Petrodollar. Hal itu disebabkan Arab Saudi dan Timur Tengah sama dengan Indonesia yang hidup bukan dari otaknya, melainkan mengandalkan hidup dari sumber daya alamnya. Indonesia masih belum maju, masih berkembang.

            Meskipun demikian, tidak perlu berkecil hati karena Indonesia pun sekarang sudah menjadi negara ranking ke-7 di dunia dalam hal ekonomi. Sayangnya, kebesaran ekonomi Indonesia jika dibagi jumlah penduduk yang sebanyak 267 juta, pendapatan perkapitanya menjadi peringkat 97 di dunia. Tidak apalah karena itu juga sudah menunjukkan adanya peningkatan dari setiap periode kepemimpinan Indonesia.

            Jangan bergantung pada orang lain, kerja keras adalah paling utama.

            Kata Presiden Soekarno, “Bukanlah kemerdekaan namanya jika rakyat Indonesia masih belum sejahtera.”

            Kesejahteraan itu hanya bisa dilakukan dengan kerja sama antara pemerintah dengan rakyat. Oleh sebab itu jangan gemar ribut. Kalau ada masalah besar, kita kecilkan. Kalau ada masalah kecil, kita hilangkan. Jangan meributkan hal-hal yang tidak perlu.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment