oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kalau mengikuti
tulisan-tulisan saya yang lalu, ada tiga tulisan tentang masalah minyak goreng,
yaitu harga yang terlalu tinggi dan kelangkaannya. Penyebab kedua masalah itu
tidak akan saya tulis lagi, sudah basi, sudah seharusnya orang paham. Salah
satu solusi untuk menyelesaikannya, saya mengkritik pemerintah agar ada
pergantian menteri, yaitu menteri perdagangan yang dijabat Muhammad Lutfi.
Ternyata, benar saja sekarang jabatan menteri perdagangan diganti dan
diserahkan kepada Zulkifli Hasan yang Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Presiden Jokowi mendengar kok kritikan rakyat asal benar saja kritikannya,
bukan berdasarkan hoaks dan kebencian.
Menteri Lutfi jelas orang cerdas, punya pengaruh, siap
bekerja, dan memang bekerja keras. Akan tetapi, ketika dihadapkan pada masalah
minyak goreng, dia seperti kebingungan dan kehilangan cara. Meskipun dibantu Listyo
Sigit dengan Polri-nya memberangus penimbunan dan pengoplosan minyak goreng,
masalah belum juga kelar. Bahkan, Presiden Jokowi pun sempat mengambil tindakan
ekstrim dan cukup mengerikan, yaitu menghentikan ekspor CPO dan minyak goreng
ke luar negeri yang merugikan banyak pihak. Tujuannya agar rakyat terpenuhi
kebutuhan minyak gorengnya dengan harga yang terjangkau. Beberapa negara, seperti,
India, Korea Selatan, termasuk Cina kelabakan akibat kebijakan Jokowi karena
kekurangan minyak goreng dari Indonesia. Bahkan, ada perdana menteri yang langsung
mengemis minyak goreng dengan menelepon Presiden RI Jokowi. Di dalam negeri
sendiri pun kebijakan Jokowi membuat harga kelapa sawit anjlok drastis dan
merugikan petani sawit karena barangnya tidak terserap oleh produsen. Bagi
rakyat mayoritas, keuntungannya tampak jelas, yaitu minyak goreng yang sempat
sangat langka dan tidak bisa ditemukan di berbagai tempat penjualan jadi
melimpah dan mendadak memenuhi rak-rak penjualan di berbagai tempat penjualan.
Jokowi turun langsung membuat minyak goreng kembali melimpah, tetapi harganya
tetap mahal, penurunan harganya sangat lambat. Harganya masih di atas Rp27.000
per liter, baik kemasan maupun curah. Memang menurun seribu atau dua ribu
rupiah, tetapi harganya masih dianggap mahal bagi rakyat. Jokowi pun memang mengatakannya mahal. Dia
ingin harganya seperti dulu, yaitu Rp14.000,- per liter atau paling tidak
mendekati harga yang dulu itu.
Meskipun Jokowi berhasil membuat kembali minyak beredar
melimpah, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tidak mampu meneruskan kebijakan
Jokowi agar harga minyak goreng menjadi murah. Apalagi tersiar kabar bahwa Lutfi
merasakan keletihan luar biasa dalam melawan para mafia minyak goreng.
Kalau menteri merasa letih melawan mafia, kepada siapa
lagi rakyat berharap?
Masa harus selalu oleh Presiden?
Melihat kenyataan itu, sudah tepatlah Menteri Perdagangan
Muhammad Lutfi diganti oleh orang yang mungkin lebih baik dan lebih tegas dalam
hal itu. Pilihan Jokowi jatuh kepada Zulkifli Hasan untuk memegang jabatan
Menteri Perdagangan RI yang baru. Semoga Bang Zul bisa bekerja lebih baik
sesuai harapan Presiden dan rakyat Indonesia.
Buat Muhammad Lutfi, semoga kecerdasan dan kesiapan
bekerja kerasnya tidak luntur dan mampu berperan aktif dalam bidang lain yang
benar-benar dia kuasai untuk tetap bersama-sama membangun bangsa dan
mengukuhkan NKRI sebagai negara yang terus melangkah maju menghadapi masa depan
yang sedang mengalami perubahan ini.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment