oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Indonesia ini didirikan oleh
ulama, para santri, dan para pejuang nasionalis lainnya. Orang-orang nonmuslim
dan muslim yang tidak tergabung dalam organisasi keagamaan biasanya termasuk
dalam golongan nasionalis. Merekalah yang disebut “founding fathers” atau “para pendiri bangsa”. Jadi, bukan hanya Soekarno dan Mohammad
Hatta, melainkan pula banyak elemen yang membidani kelahiran bangsa Indonesia.
Kalau kita jadikan Soekarno sebagai tokoh sentral
kependirian bangsa, banyak sekali ulama yang memberikan masukan dan partner
debat Soekarno. Dia sendiri adalah murid dari Haji Oemar Said Tjokroaminoto.
Soekarno ditemani berjuang oleh Mohammad Natsir dan Mohammad Hatta. Dia sering
berdebat dengan Buya Hamka dan Haji Agus Salim. Dalam catatan sejarah, dia pun
kerap berdiskusi dengan Hassan Bandung. Di samping itu, dalam mempertahankan
kemerdekaan sering sekali meminta nasihat Hasyim Asyaari dan Ahmad Dahlan.
Dalam sidang-sidang konstituante dipenuhi pula oleh ulama.
Diskusi, perdebatan, dan berbagai nasihat ulama itu telah
membentuk dasar-dasar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Salah
satu dasar yang menarik perhatian saya adalah politik luar negeri Indonesia
yang “bebas dan aktif” dan sikap nonblok atau non alignment yang harus dijalankan Indonesia dalam bergaul di kancah
pergaulan internasional.
Politik luar negeri yang bebas dan aktif itu ternyata
terbukti hari ini telah menyelamatkan Indonesia untuk tidak terseret-seret
kepentingan asing, baik kepentingan Barat maupun Timur. Indonesia tidak boleh
berpihak pada salah satu blok, tetapi harus bebas dari tekanan negara mana pun,
tetapi tetap aktif mewujudkan perdamaian dunia. Indonesia harus tetap berada di
tengah.
Ulama dan para pendiri bangsa lainnya sudah punya
penglihatan atau prediksi terhadap masa depan. Para ulama itu memahami
kejadian-kejadian masa depan. Oleh sebab itu, mereka meletakkan dasar-dasar
kehidupan bernegara, termasuk politik luar negeri bebas dan aktif agar bangsa
Indonesia tetap berada dalam keadaan baik menghadapi situasi kehidupan masa
depan. Makin kagum saya terhadap para ulama itu.
Pada zaman ini semakin jelas dengan adanya perang Rusia
Vs Ukraina yang didukung Amerika Serikat dan sekutunya. Indonesia dibujuk rayu
sekaligus diancam jika tidak memihak Barat oleh AS dan sekutunya. Indonesia pun
didekati dan dipuji-puji oleh Rusia, Cina, dan sekutunya. Akan tetapi, karena
diamanati oleh para sepuhnya yang terdiri atas para ulama dan pejuang
nasionalis itu, Indonesia tetap kukuh pada prinsipnya, yaitu tidak memihak
Barat maupun Timur. Dengan demikian, Indonesia memiliki kesempatan yang sangat
besar untuk aktif dalam mendamaikan Timur dan Barat agar kehidupan dunia
berjalan lebih baik dan harmonis sesuai perkembangan zaman secara natural.
Saat ini tampak jelas ketika dunia terbagi dua blok barat
dan blok timur serta saling menguatkan kelompoknya masing-masing dan
menjatuhkan lawannya, Presiden RI Jokowi malah memilih untuk berangkat menemui
kedua presiden yang sedang berperang itu. Jokowi menemui Presiden Ukraina Volodymir
Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan pesan perdamaian. Memang
tidak mungkin hanya satu atau dua kali kunjungan akan terjadi perdamaian karena
perdamaian itu memerlukan upaya besar dan berbiaya mahal, tetapi dengan
kehadiran Jokowi ke kedua negara yang sedang perang itu minimal berhenti perang
ketika Jokowi sedang berada di kedua negara itu. Mereka harus bertangung jawab
atas keselamatan Presiden Indonesia sebagai tamu kehormatan mereka.
Meskipun demikian, Paspampres Jokowi pun sudah bersiap
bertugas dengan berupa gabungan pasukan Kopassus, Den Jaka, dan Paskhas dengan
senjata laras panjang yang dilengkapi helm, rompi antipeluru, dan jumlah peluru
tak terbatas. Kehadiran Jokowi dengan pasukannya yang berjumlah 39 orang itu
disebut publik AS, Malaysia, dan Singapura, sebagai tindakan gila.
Indonesia memang harus berperan aktif dalam mendamaikan
dunia karena itu adalah pesan para pendiri bangsa sebagai wujud dari politik
luar negeri bebas aktif. Politik luar negeri ini kalau dipandang dari ajaran Islam
adalah sesuai dengan keinginan Allah swt dalam “QS Al Baqarah : 143” bahwa umat Islam adalah harus menjadi “ummatan wasathan”, ‘umat pertengahan’,
yang bisa juga diartikan sebagai umat penengah yang menjadi saksi atas
kehidupan manusia dan memberikan solusi bagi kekisruhan manusia, tidak berat
sebelah, tidak ke kanan dan tidak ke kiri, tidak ke timur dan tidak ke barat,
melainkan berada di pertengahan dengan sikap seimbang dan adil.
Sekali lagi, sungguh saya mengagumi kecerdasan dan
kemampuan prediksi para ulama pendiri bangsa agar Indonesia tetap berada di
jalur yang benar.
Kalaulah
ada yang sok tahu dan mengecilkan, bahkan menganggap karya besar para ulama
Indonesia terdahulu dalam mendirikan bangsa ini adalah sebuah kesalahan dan
menganggap diri mereka sendiri adalah lebih hebat dan lebih cerdas sehingga
ingin mengubah Indonesia sesuai keinginan mereka, saya hanya ingn bertanya, apa
yang telah kalian lakukan untuk negeri ini dan apa yang telah kalian korbankan
untuk kepentingan rakyat Indonesia?
No comments:
Post a Comment