Tuesday 5 July 2022

Pasukan Muslim Kuasai Lisichansk, Akhmat Sila Allahu Akbar!

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Setelah kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia, pasukan Putin mundur dari Pulau Ular. Menurut Rusia, mundurnya dari Pulau Ular itu untuk membuka jalan bagi pasokan makanan, pupuk, dan lain sebagainya dari pelabuhan Odessa ke seluruh dunia. Akan tetapi, Ukraina mengklaim mundurnya pasukan Rusia itu adalah karena dikalahkan oleh Ukraina.

            Tampaknya, klaim Ukraina itu membuat marah Rusia dan pasukan muslim Chechnya. Kemudian, mereka seolah-olah membuktikan bahwa Rusia tidak kalah dan ngamuk sejadi-jadinya. Hanya dalam waktu satu setengah hari, pasukan muslim Chechnya yang membantu Rusia merebut Lisichansk, kota terakhir di wilayah Luhansk.

            Seperti biasa, mereka menaklukan Lisichansk dengan teriakan, “Akhmat Sila, Allahu Akbar!”

            Pasukan muslim Chechnya memang selalu seperti itu. Mereka meneriakkan kalimat itu ketika akan berperang, sedang berperang, dan setelah memenangkan perang.

            Saya tidak tahu arti kalimat “Akhmat Sila”. Dicari-cari juga sulit ketemu artinya, tetapi yang bisa saya pahami adalah Akhmat itu nama dari ayah Presiden Chechnya Ramzan Kadyrov. Akhmat adalah pejuang Chechnya dan kalimat Akhmat Sila adalah kalimat penghormatan kepada Akhmat.  Kemudian, setelah kalimat itu, mereka meneriakkan kalimat Allahu Akbar yang setiap muslim harus tahu artinya.


Ramzan Kadyrov di tengah pasukan muslim Chechnya (Foro: Wahana News) 

            Foto Ramzan Kadyrov di tengah pasukan muslim Chechnya saya dapatkan dari Wahana News.

            Saya heran mereka bisa sengamuk dan semarah itu karena biasanya Rusia dan Chechnya selalu berhati-hati dan memilih waktu yang lama untuk memenangkan perang. Hal itu disebabkan sebagaimana yang dijelaskan oleh Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva bahwa mereka harus selalu berhati-hati karena tentara Ukraina kerap menggunakan permukiman penduduk, mall, pusat perbelanjaan, dan fasilitas publik lainnya untuk markas tentara. Rusia tidak mau mengorbankan rakyat sipil karena rakyat Rusia dan rakyat Ukraina sesungguhnya bersaudara, bahkan memiliki garis keluarga yang sama. Nama presidennya saja mirip. Presiden Ukraina nama depannya Volodimyr, sedangkan nama depan Presiden Rusia adalah Vladimir.

            Satu setengah hari adalah waktu yang sangat kilat untuk menguasai sebuah kota dan itu cukup membahayakan penduduk sipil.

            Sebetulnya sih, kalau mau, Rusia bisa menghancurkan Ukraina dalam seminggu, rata dengan tanah. Hal itu disebabkan menurut “Global Fire Power”, militer Rusia adalah rangking dua terkuat di dunia, sedangkan militer Ukraina adalah berada di rangking 22 dunia, jauh bedanya. Dengan militer Indonesia saja, Ukraina masih kalah karena Indonesia berada di rangking 15 dunia. Ini mirip dengan yang terjadi di Papua ketika TNI ingin menghancurkan teroris KKB. Kalau TNI mau, KKB bisa habis dalam beberapa hari. Akan tetapi, tidak semudah itu karena angggota KKB pun sering berbaur dan menyamar sebagai rakyat biasa yang bisa membahayakan rakyat sipil yang cinta NKRI. Semuanya harus dilakukan dengan berhati-hati agar tidak jatuh korban yang tidak diperlukan. Risikonya, waktu penanganannya menjadi lebih lama.

            Menurut saya, jika ingin cepat berdamai, Ukraina tidak perlu memprovokasi Rusia karena itu akan membuat pasukan Putin marah. Sebaiknya, Ukraina dan Rusia mengikuti nasihat Presiden Indonesia Jokowi untuk berdialog, “back to talk”, kembali berbicara. Permasalahan hendaknya diselesaikan dengan komunikasi terbuka dan lapang dada. Sama-sama mengoreksi dan memperbaiki kesalahan masing-masing. Di samping itu, Amerika Serikat dan pihak barat lainnya harus menghentikan pasokan senjatanya untuk Ukraina agar perang cepat berhenti dan tidak perlu lagi mengajak Ukraina menjadi anggota Nato yang dirasakan Rusia sebagai ancaman bagi dirinya.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment