oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Setelah kunjungan Jokowi ke
Ukraina dan Rusia, pasukan Putin mundur dari Pulau Ular. Menurut Rusia,
mundurnya dari Pulau Ular itu untuk membuka jalan bagi pasokan makanan, pupuk,
dan lain sebagainya dari pelabuhan Odessa ke seluruh dunia. Akan tetapi,
Ukraina mengklaim mundurnya pasukan Rusia itu adalah karena dikalahkan oleh
Ukraina.
Tampaknya, klaim Ukraina itu membuat marah Rusia dan
pasukan muslim Chechnya. Kemudian, mereka seolah-olah membuktikan bahwa Rusia
tidak kalah dan ngamuk sejadi-jadinya. Hanya dalam waktu satu setengah hari,
pasukan muslim Chechnya yang membantu Rusia merebut Lisichansk, kota terakhir
di wilayah Luhansk.
Seperti biasa, mereka menaklukan Lisichansk dengan
teriakan, “Akhmat Sila, Allahu Akbar!”
Pasukan muslim Chechnya memang selalu seperti itu. Mereka
meneriakkan kalimat itu ketika akan berperang, sedang berperang, dan setelah
memenangkan perang.
Saya tidak tahu arti kalimat “Akhmat Sila”. Dicari-cari
juga sulit ketemu artinya, tetapi yang bisa saya pahami adalah Akhmat itu nama
dari ayah Presiden Chechnya Ramzan Kadyrov. Akhmat adalah pejuang Chechnya dan
kalimat Akhmat Sila adalah kalimat penghormatan kepada Akhmat. Kemudian, setelah kalimat itu, mereka meneriakkan
kalimat Allahu Akbar yang setiap muslim harus tahu artinya.
Ramzan Kadyrov di tengah pasukan muslim Chechnya (Foro: Wahana News) |
Foto Ramzan Kadyrov di tengah pasukan muslim Chechnya saya dapatkan dari Wahana News.
Saya heran mereka bisa sengamuk dan semarah itu karena
biasanya Rusia dan Chechnya selalu berhati-hati dan memilih waktu yang lama
untuk memenangkan perang. Hal itu disebabkan sebagaimana yang dijelaskan oleh
Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva bahwa mereka harus selalu
berhati-hati karena tentara Ukraina kerap menggunakan permukiman penduduk,
mall, pusat perbelanjaan, dan fasilitas publik lainnya untuk markas tentara.
Rusia tidak mau mengorbankan rakyat sipil karena rakyat Rusia dan rakyat
Ukraina sesungguhnya bersaudara, bahkan memiliki garis keluarga yang sama. Nama
presidennya saja mirip. Presiden Ukraina nama depannya Volodimyr, sedangkan
nama depan Presiden Rusia adalah Vladimir.
Satu setengah hari adalah waktu yang sangat kilat untuk
menguasai sebuah kota dan itu cukup membahayakan penduduk sipil.
Sebetulnya sih, kalau mau, Rusia bisa menghancurkan
Ukraina dalam seminggu, rata dengan tanah. Hal itu disebabkan menurut “Global Fire Power”, militer Rusia
adalah rangking dua terkuat di dunia, sedangkan militer Ukraina adalah berada
di rangking 22 dunia, jauh bedanya. Dengan militer Indonesia saja, Ukraina
masih kalah karena Indonesia berada di rangking 15 dunia. Ini mirip dengan yang
terjadi di Papua ketika TNI ingin menghancurkan teroris KKB. Kalau TNI mau, KKB
bisa habis dalam beberapa hari. Akan tetapi, tidak semudah itu karena angggota
KKB pun sering berbaur dan menyamar sebagai rakyat biasa yang bisa membahayakan
rakyat sipil yang cinta NKRI. Semuanya harus dilakukan dengan berhati-hati agar
tidak jatuh korban yang tidak diperlukan. Risikonya, waktu penanganannya
menjadi lebih lama.
Menurut saya, jika ingin cepat berdamai, Ukraina tidak
perlu memprovokasi Rusia karena itu akan membuat pasukan Putin marah. Sebaiknya,
Ukraina dan Rusia mengikuti nasihat Presiden Indonesia Jokowi untuk berdialog, “back to talk”, kembali berbicara.
Permasalahan hendaknya diselesaikan dengan komunikasi terbuka dan lapang dada. Sama-sama
mengoreksi dan memperbaiki kesalahan masing-masing. Di samping itu, Amerika
Serikat dan pihak barat lainnya harus menghentikan pasokan senjatanya untuk
Ukraina agar perang cepat berhenti dan tidak perlu lagi mengajak Ukraina
menjadi anggota Nato yang dirasakan Rusia sebagai ancaman bagi dirinya.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment