Sunday, 28 August 2022

Jualan Agama

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Ini sudah memasuki tahun politik, sudah mulai lagi banyak orang yang menggunakan agama untuk tujuan politik dan ekonomi. Politik dan ekonomi adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Kekuatan politik akan menghasilkan kekuatan ekonomi. Demikian pula kekuatan ekonomi membentuk kekuatan politik.

            Kita mungkin masih ingat ketika terjadi keriuhan kampanye Pilkada DKI dan Pilpres yang lalu. Sangat banyak beredar istilah keagamaan yang digunakan dalam politik, misalnya, “Partai Neraka, Partai Surga, Pemimpin Kafir, Pemimpin Zhalim, Pemimpin Calon Penghuni Surga, ulama kita, ulama kalian, ulama mereka, ulama su” yang diarahkan pada saingan politiknya. Lebih celaka lagi, umat terbelah dan menimbulkan kekisruhan, konflik, persekusi, dan pertengkaran. Padahal, itu terjadi di antara umat Islam sendiri. Itu adalah sebagian kecil yang terjadi. Kalau mau lebih detil, saya bisa menulisnya lebih panjang.

            Bagi saya, mereka yang melakukan hal itu adalah penghina dan penista agama yang sesungguhnya. Mereka menjatuhkan martabat Islam yang saya peluk menjadi barang dagangan murahan. Oleh sebab itu, saya dan orang-orang lain seperti saya merasa kesal dan marah. Kita harus mengembalikan pemahaman Islam pada rel yang benar, yaitu berdasarkan Al Quran dan Hadits Nabi saw. Siapa pun orangnya kalau berbicara tentang Islam, dasarnya harus yang dua itu. Kalau terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, kita bisa memilih mana pendapat yang benar menurut kita, tidak perlu ada pertengkaran.  

            Masih ingat nama Buni Yani?

            Dia adalah orang pertama yang menghebohkan dan dianggap memotong kata-kata Ahok di Kepulauan Seribu sehingga menimbulkan kegaduhan dan membuat Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama masuk penjara. Buni Yani sendiri masuk penjara atas perilakunya.

            Pada akhirnya, Buni Yani mengatakan, "Jual agama itu paling gampang, maklum rakyatnya masih bego2 gampang ditipu."

            Saya menafsirkan kata-katanya itu adalah bahwa menggunakan agama untuk kepentingan politik di Indonesia adalah paling mudah karena rakyat Indonesia masih bego dan bodoh sehingga gampang ditipu. Bodoh soal politik dan bodoh soal agama. Itu kata-kata Buni Yani lho, bukan kata saya. Kalau marah, marahlah sama dia, bukan sama saya.

            Apa yang dikatakan Buni Yani sesungguhnya sudah mirip dengan yang dikatakan seorang pemikir muslim Ibnu Rusyd, yaitu, Jika ingin menguasai orang bodoh, bungkuslah sesuatu yang batil dengan agama.”

            Gambar Ibnu Rusyd saya dapatkan dari yahyasukardi on Twitter.

            Kita sudah menyaksikan bagaimana agama yang digunakan untuk politik ternyata merusakkan umat. Suriah, Libya, dan Irak adalah contoh ekstrim yang rusak akibat penggunaan agama untuk kepentingan politik. Demikian pula agama digunakan untuk kepentingan ekonomi, misalnya, mengumpulkan dana umat dengan alasan keagamaan dan sosial, tetapi kenyataannya digunakan untuk membiayai tiga istrinya dan hidup bermewah-mewah. Bahkan, dana milik ahli waris korban kecelakaan diduga digunakannya pula secara menyeleweng.

            Berhati-hatilah dengan para penjual agama itu dan kalau mampu, lawanlah agar martabat Islam dikembalikan pada tempat yang mulia sebagaimana seharusnya, yaitu menjadi rahmatan lil alamin yang menyenangkan, menyamankan, dan menyelamatkan seluruh alam semesta.

            Sampurasun.

Saturday, 27 August 2022

Para Perokok Diperhatikan Menteri Keuangan RI

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Para perokok biasanya kalau dikritik soal kebiasaan merokoknya, tak jarang bilang bahwa perokok adalah penyumbang besar bagi pendapatan negara. Bahkan, ada yang bilang sebagai penyumbang terbesar bagi keuangan negara. Kalau soal terbesar, saya tidak tahu. Akan tetapi, sumbangan para perokok itu memang sangat besar bagi keuangan negara.

            Hal ini diakui sendiri oleh Menteri Keuangan terbaik se-dunia Sri Mulyani. Memang pendapatan Negara Indonesia dari rokok itu sangat besar. Akan tetapi, negara pun harus mengeluarkan uang yang juga sangat besar ketika para perokok itu sakit. Negara harus mengeluarkan biaya kesehatan, mulai obat-obatan, alat medis, teknologi tinggi, dan rumah sakit berkualitas untuk menyembuhkan orang yang sakit akibat dari kebiasaan merokok.

            Hal yang belum kita tahu adalah apakah pendapatan negara dari rokok itu lebih besar atau lebih kecil dibandingkan biaya kesehatan yang harus dikeluarkan negara ketika para perokok itu sakit. Kalau pendapatan dari rokok lebih besar daripada pengeluaran untuk kesehatannya, merokok adalah kegiatan yang sangat menguntungkan perekonomian negara. Akan tetapi, sebaliknya, jika pengeluaran negara lebih besar untuk mengobati penyakit akibat rokok dibandingkan pendapatan dari rokok, merokok adalah kegiatan yang sangat merugikan ekonomi negara.

            Hitungan itu belum disampaikan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani. Kita belum tahu. Jadi, kita belum paham apakah merokok itu menguntungkan atau merugikan ekonomi negara.

            Buat para perokok, agar negara tidak mengeluarkan uang untuk menyembuhkan penyakit akibat rokok, sebaiknya cari atau bikin secara kreatif rokok yang tidak menimbulkan penyakit.

            Rokok apa itu?

            Nggak tahu da belum pernah ada.

Mari kita cari tahu atau kita bikin baru meskipun kita belum tahu rokok apa itu.

            Jadi, … ya sudahlah.

            Ngopi, Lur!

            Ngopinya sambil ngerokok jangan ya?

            Hmmm ….

            Sampurasun

Friday, 19 August 2022

Santai Aja, Jangan Politis, Mendingan Joget

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya biasa saja ketika Farel Prayoga  mengubah lirik lagu “Ojo Dibandingke” dengan liriknya sendiri. Toh, itu biasa dilakukan para penyanyi lainnya yang sedang mengisi acara di kondangan.

            “Mang Dadang, … paling ganteng ….”

            “Haji Usup tak bisa hilang dari ingatanku ….”

            “Marilah kemari hei, hei Pak Lurah ….”

            Biasa kan seperti itu?

            Santai saja dan tidak ada yang mempermasalahkan.

            Itu juga yang dilakukan Farel Prayoga yang mengubah sebagian lirik dengan kalimatnya sendiri ketika menyanyi saat peringatan Hari Kemerdekaan ke-77 pada 17 Agustus 2022 di Istana Negara .

            “Kuberharap engkau mengerti

            Di hati ini hanya ada Pak Jokowi ….”

            Penyanyi biasanya selalu menggunakan nama pemilik hajat untuk dijadikan lirik sebagai tanda keakraban. Ketika di Istana Negara, pemangku hajatnya, ya Jokowi.


Farel Prayoga (Foto: CNN Indonesia)


            Tidak perlu dijadikan perbincangan politik yang melelahkan dengan menduga-duga hal-hal aneh yang terlalu berat dan bisa cenderung fitnah. Santai saja, biasa saja. Daripada menggunjingkan hal yang aneh-aneh dan belum tentu benar, lebih baik joget saja seperti Iriana Jokowi yang nggak bisa tahan untuk berjoget ketika Farel menyanyi.


Iriana Jokowi (Foto: Suara Purwasuka)


            Foto Farel saya dapatkan dari CNN Indonesia, sedangkan foto Iriana saya dapatkan dari Suara Purwasuka.

            Kalau diomongin secara politik, bikin orang jadi kesel dan makin benci, itu tidak baik. Kalaupun mau dianggap ada suasana politis, wajar juga sih karena Farel Prayoga itu berasal dari Banyuwangi yang merupakan lumbung suara PDIP.

            Pusing kan kalau saya teruskan soal politiknya?

            Daripada pusing, joget saja Lur.

            Sampurasun

Thursday, 11 August 2022

Samsudin Tukang Rongsokan Mulia

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Samsudin yang berseteru dengan Pesulap Merah Marcel Radhival ternyata sebelum jadi dukun adalah tukang rongsokan, pengumpul barang-barang bekas bersama istri pertamanya. Setelah jadi dukun, banyak uang, punya istri muda, penyanyi dangdut yang gagal lolos audisi liga dangdut.

            Kini izin praktik pengobatannya dicabut Bupati Blitar karena penyalahgunaan praktik. Izin yang dia miliki adalah ternyata izin untuk panti pijat, tetapi praktiknya, dia menggunakannya untuk praktik pengobatan, majelis taklim, mengajari santri, dan lain sebagainya. Ternyata, seluruh ilmu gaibnya kalah oleh tanda tangan Bupati, seluruh jin yang mungkin dikatakan membantunya runtuh oleh keputusan Bupati. Samsudin tak boleh lagi berpraktik.

            Sebaiknya, dia segera kembali menjadi tukang rongsokan saja, mengumpulkan barang-barang bekas seperti sebelumnya. Demi Allah swt, pekerjaan menjadi tukang rongsokan itu jauh lebih mulia daripada ngaku-ngaku sebagai dukun berilmu gaib, tetapi ternyata hanya trik sulap biasa. Saya juga menonton beberapa videonya yang aksinya itu memang sulap. Tekunilah menjadi tukang rongsokan, lalu besarkan usahanya hingga memiliki banyak karyawan dan menghidupi banyak orang. Itu jauh lebih mulia daripada mengambil uang dari orang yang sedang sakit dan membohonginya dengan trik sulap. Foto Samsudin bersama rongsokan saya dapatkan dari Tribunnewsmaker.


Samsudin dan Rongsokan (Foto: Tribunnewsmaker)


Ingat, itu orang yang sedang sakit, bukan orang yang sedang ulang tahun. Kalau orang yang sedang ulang tahun, wajar dikasih tontonan sulap. Orang sakit itu harus didoakan dan dibantu mendapat penanganan medis yang tepat.

            Kembalilah jadi tukang rongsokan yang mulia, jujur, dan berkembang menjadi besar sehingga bisa membantu karyawannya menghidupi keluarganya. Insyaallah, berkah.

            Sampurasun.

Wednesday, 10 August 2022

Harga Mie Instant Naik

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya bukan hanya mie instant yang naik, melainkan pula segala bahan makanan yang berbahan baku gandum, seperti, roti, kue, sereal, bubur bayi, dan bubur bagi lanjut usia. Kenaikan harga ini disebabkan pasokan terbesar gandum dunia sebesar 40% berasal dari Rusia dan Ukraina. Kedua negara ini sekarang sedang sibuk berperang saling bunuh. Dengan demikian, gandum tidak bisa keluar dari pelabuhan dan yang sudah keluar dari pelabuhan pun terkatung-katung di laut.

            Hal yang lebih mengerikan adalah pernyataan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo bahwa harga mie instant bisa naik tiga kali lipat. Bayangkan, jika sekarang harganya Rp3.000,-, bakal naik menjadi Rp9.000,-. Mahal sekali.

            Kalau kenaikan harga itu benar-benar terjadi, maka seluruh mahasiswa kost-kostan di Indonesia harus serius mengutuk perang Rusia Vs Ukraina yang dibantu Nato itu. Kita tahu banyak mahasiswa lebih memilih mie karena instant, cepat, dan harganya murah. Gara-gara perang, makanan favorit itu jadi sulit dibeli karena mahal. Di samping itu, rakyat Indonesia penggemar mie instant pun harus mengutuk benar-benar perang yang terjadi karena mie instant sudah merupakan bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

            Terkutuklah perang!

            Hidup mie instant!

            Memang tidak menyehatkan sih kebanyakan makan mie instant, tetapi dalam keadaan tertentu makanan ini tetap menjadi favorit.

            Meskipun demikian, perang tidak perlu menjadi alasan utama. Rakyat sudah menggaji pemerintah, sudah selayaknya Menteri Pertanian bekerja sama dengan Menteri Perdagangan dan Menteri Luar Negeri mencari alternatif dari negara lain di luar Rusia dan Ukraina untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri agar rakyat masih bisa menikmati mie instant dengan harga terjangkau. Para pengusaha atau produsen makanan Indonesia berbahan baku gandum pun harus menjadi mitra aktif dalam mengatasi kelangkaan gandum ini agar produksinya masih bisa dibeli oleh rakyat dengan murah. Di samping itu, rakyat pun harus mulai belajar mengganti makanan mie dengan makanan berbiaya murah lainnya, misalnya, singkong. Tanamlah singkong banyak-banyak di setiap jengkal tanah yang dimiliki untuk bisa menjadi bahan konsumsi kita. Para petani singkong dan pengusaha kuliner harus bisa lebih aktif merekayasa singkong agat lebih menarik dan menjadi makanan pengganti sekaligus makanan tambahan berbiaya murah.

            Mudah-mudahan tidak terjadi kenaikan harga. Kalaupun terjadi, mudah-mudahan naik sedikit, dan tidak sampai tiga kali lipat. Kasihan para penggemar mie instant.

            Hidup mie instant!

            Hidup singkong Indonesia!

            Sampurasun.

Sunday, 7 August 2022

Marcel Kudu Disantet

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Saya pikir urusan ribut perdukunan Marcel Radhival Pesulap Merah ini bakal sebentar, lalu hilang terbawa angin. Soalnya, urusan beginian kan biasanya hanya ribut sebentar lalu hilang. Akan tetapi, ternyata jadi panjang.   

            Dari kecil saya suka pengen ketawa, lucu kalau ngobrol hal seperti ini. Diobrolin hilang, dibicarakan, terus dilupakan. Waktu saya masih kecil, bertengkar dengan orang lain, suka mendapatkan ancaman gaib, dan ini sering.

            Anak yang sedang jadi musuh saya mengancam, “Saya bilangin kakek saya. Kamu akan diteluh sama kakek saya!”

            Kadang juga dapat ancaman, “Saya bilangin sama uwak saya supaya kamu disantet.”

            Saya selalu jawab, “Sok teluh saya! Santet saya! Saya tunggu!”

            Itu biasa waktu dulu. Kalau soal ini, memang keluarga dari ayah saya rada-rada sompral.

            Salah seorang adik saya malah lebih kasar, “Mana jurigna? Dihakan ku aing kabeh!”

            ‘Mana syetannya? Gua makan semuanya!’

            Adik saya yang lain lagi agak berbeda, suka menasihati agar jangan terlalu kasar. Dia memang ustadz dan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan makhluk gaib. Salah satu jin ada yang mengeluh kepadanya tentang kelakuan adik saya yang kasar itu. Jin itu merasa tersinggung dan memohon agar jangan berbicara kasar-kasar lagi kepada kaumnya.

            Kelakuan saya dan adik-adik saya yang sompral itu tidak perlu diikuti karena memang bukan perilaku yang baik, itu perilaku buruk. Kalau saya sampai sekarang baik-baik saja tidak terkena santet, mungkin memang saya tidak disantet, orang yang mengancam hanya ngomong, atau memang saya disantet, tetapi santet itu kembali kepada pengirimnya. Saya tidak tahu.

            Kembali ke soal Pesulap Merah Marcel Radhival yang berseteru dengan Gus Samsudin.

            Eh, Samsudin ini dapat gelar Gus dari mana ya?

            Biasanya, yang saya tahu gelar Gus itu berasal dari keluarga kiyai, pendiri NU, atau orang yang dihormati di kalangan NU. Harus diperiksa keluarga Samsudin ini agar pasti dan tidak ngaku-ngaku saja.

            Samsudin yang katanya bisa mengobati pasien santet, teknik pengobatannya dibongkar yang menurut Marcel, itu bukan ilmu gaib, tetapi trik sulap. Marcel bisa mempraktikannya sendiri. Kemudian, menantang Samsudin dengan mendatanginya untuk pembuktian. Samsudin ternyata tidak dapat melayani tantangan Marcel. Itu sangat disayangkan yang akhirnya berujung pada demonstrasi warga sehingga tempat praktik perdukunan Samsudin ditutup.


Marcel Radhival tantang Gus Samsudin (Foto: suara.com)


            Lucunya, akibat peristiwa ini, Samsudin melaporkan Marcel kepada pihak kepolisian karena dianggap telah mencemarkan nama baik. Bagi saya, ini lucu.

            Kenapa Samsudin tidak menyantet Marcel saja kalau memang benar memiliki ilmu itu?

            Kenapa harus lapor ke polisi?

            Lebih hebat polisi dibandingkan jin?

            Bagusnya sih, Samsudin bikin lagi video sedang menyantet Marcel untuk membuktikan ilmunya. Lalu, tunggu apa yang terjadi pada Marcel. Kalau Marcel memang terkena santet, berarti Samsudin benar. Marcel dan Deddy Corbuzier harus menutup chanelnya karena itu janji Marcel kalau Samsudin memang benar memiliki ilmu gaib.

            Bahkan, seharusnya Marcel Radhival dikeroyok oleh para dukun santet yang pernah dibongkar teknik-teknik perdukunannya. Marcel ini memang bikin marah banyak orang yang mengaku dukun berilmu gaib. Tak terhitung jumlahnya.

            Dia memang menantang orang-orang itu, “Silakan santet saya. Buat paku-paku itu masuk dalam perut saya. Kalau terbukti, saya tutup chanel dan saya akan berguru kepada para dukun itu.”

            Begitu kira-kira yang dikatakan Marcel. Jadi, baiknya para dukun yang tersinggung itu segera mengeroyok Marcel dengan santetnya. Tentunya, tidak semua dukun ditantang Marcel, hanya dukun yang dianggapnya menipu orang banyak dan mengambil uang dari para pasien secara jahat dalam jumlah yang sangat banyak.

            Segera keroyok Marcel! Lalu, kita lihat hasilnya.

            Kalau diurus sama polisi, lucu jadinya ketika gelar perkara. Apalagi jika masuk ruang pengadilan, lalu terjadi praktik pembuktian dalam sidang di depan hakim, makin lucu jadinya, show sulap dan komat-kamit mantera perdukunan dengan segala kleniknya.

            Oh ya, foto Marcel dan Samsudin saya dapatkan dari suara com.

            Sampurasun.

Saturday, 6 August 2022

Ulama Pancasilais

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Dalam berbagai catatan sejarah pada rupa-rupa buku, bahkan kalau kita googling, perumus awal Pancasila adalah hanya tiga orang, yaitu Prof. Soepomo, Mohamad Yamin, dan Ir. Soekarno. Padahal, di sana ada keterlibatan ulama hebat di negeri ini. Sepertinya, hal ini harus dimasukkan dalam buku sejarah dan diajarkan pada generasi muda di bangku sekolah dan kuliah.

            Tidak banyak yang tahu bahwa sebetulnya telah terjadi diskusi yang panjang di rumah Mohamad Yamin yang melibatkan para ulama. Mereka adalah Kiyai Wahid Hasym dari Nahdlatul Ulama (NU); Kiyai Masykur, Komandan Pasukan Sabilillah; Kiyai Kahar Muzakir dari Partai Islam Indonesia (PII). Mereka berdiskusi bersama Ir. Soekarno pada akhir Mei 1945.

            Pada 22 Juni 1945 muncul Piagam Jakarta yang menuliskan sila dengan kalimat “Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya”. Akan tetapi, kalimat ini mendapatkan protes dari A.A. Maramis dan utusan-utusan dari Indonesia bagian timur. Mereka berpendapat bahwa frasa “syariat Islam” bisa memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

            Adanya protes itu membuat Wapres RI Mohammad Hatta memangil empat ulama, yaitu: Ki Bagus Hadikusumo dari Muhammadiyah, Kasman Singodimedjo dari Muhammadiyah, Teuku Muhammad Hasan dari Aceh, dan Kiyai Wahid Hasyim dari NU. Dalam pertemuan untuk menanggapi protes itu, Kiyai Wahid Hasyim mengganti kalimat dalam sila itu menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kata “esa” menunjukkan penekanan keyakinan terhadap ajaran tauhid.

            Setelah Wahid Hasyim menggantinya, tak ada lagi protes, semua menyepakatinya. Para ulama sangat paham bahwa nilai persatuan adalah sangat penting bagi Indonesia yang majemuk dan beragam keyakinan ini. Jika ngotot-ngototan, dikhawatirkan Indonesia terpecah dan bagian timur Indonesia memisahkan diri yang diwarnai banyak pertikaian serta konflik di antara saudara sebangsa dan setanah air sendiri. Itu merugikan dan membahayakan semuanya. Para ulama itu memang cerdas, bijak, dan berilmu tinggi, mampu menilai secara arif apa yang akan terjadi pada masa depan. Jadilah Pancasila seperti yang kita kenal sekarang ini.

            Hal ini mirip dengan yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad Rasulullah saw ketika terjadi Perdamaian Hudaibiyah. Draft konsep perdamaian ditulis oleh Ali bin Abi Thalib ra dengan menyertakan kalimat “Bismillaahirrahmaannirraahiim” dan “Muhammad Rasulullah”. Kalimat itu diprotes oleh para pemuka kaum Quraisy Mekah. Mereka tidak mengenal kalimat itu dan tidak mengakui kenabian Muhammad saw. Tentu saja, protes mereka membuat marah kaum muslimin, para sahabat Nabi.

            Apa yang Nabi Muhammad saw lakukan atas kejadian itu?

            Muhammad saw menghapus kalimat itu dengan tangannya sendiri. Lalu kalimat Muhammad Rasulullah diganti dengan kalimat “Muhammad bin Abdillah”. Bagi Nabi saw, kalimat-kalimat yang diributkan itu tidak penting. Sang Nabi lebih mementingkan perdamaian dan keselamatan semua orang. Jika ngotot-ngototan, perdamaian tidak akan tercapai, konflik berlanjut, pertikaian tak berhenti, serta pembunuhan demi pembunuhan akan terus terjadi. Dia adalah Nabi yang punya hubungan istimewa dengan Allah swt menghapus kalimat yang diributkan itu dan menggantinya dengan kalimat yang disepakati semua orang. Dia memang patonah.

            Kembali ke Indonesia dan Pancasila. Para ulama yang saya sebutkan itulah para ulama Pancasilais sejati yang memiliki kecintaan kepada Allah swt, kekuatan keyakinan tinggi terhadap Islam, serta mencintai tanah airnya Indonesia.

            So, saya heran jika ada orang yang saat ini mengaku atau diakui ulama, tetapi ingin mengganti dasar negara Pancasila yang dipikirkan, didiskusikan, dipertimbangkan, dan disepakati oleh para ulama terdahulu yang sangat bijak dan cerdas serta terbukti pengorbanannya dalam menyelamatkan anugerah Allah swt yang berupa Negara Indonesia ini.

            Memangnya siapa mereka ingin mengganti Pancasila?

            Apa yang telah mereka korbankan untuk rakyat Indonesia?

            Jangan-jangan mereka cuma menawarkan khayalan dan mengambil keuntungan pribadi dari rakyat Indonesia.

            Sampurasun.