Saturday 6 August 2022

Ulama Pancasilais

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Dalam berbagai catatan sejarah pada rupa-rupa buku, bahkan kalau kita googling, perumus awal Pancasila adalah hanya tiga orang, yaitu Prof. Soepomo, Mohamad Yamin, dan Ir. Soekarno. Padahal, di sana ada keterlibatan ulama hebat di negeri ini. Sepertinya, hal ini harus dimasukkan dalam buku sejarah dan diajarkan pada generasi muda di bangku sekolah dan kuliah.

            Tidak banyak yang tahu bahwa sebetulnya telah terjadi diskusi yang panjang di rumah Mohamad Yamin yang melibatkan para ulama. Mereka adalah Kiyai Wahid Hasym dari Nahdlatul Ulama (NU); Kiyai Masykur, Komandan Pasukan Sabilillah; Kiyai Kahar Muzakir dari Partai Islam Indonesia (PII). Mereka berdiskusi bersama Ir. Soekarno pada akhir Mei 1945.

            Pada 22 Juni 1945 muncul Piagam Jakarta yang menuliskan sila dengan kalimat “Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya”. Akan tetapi, kalimat ini mendapatkan protes dari A.A. Maramis dan utusan-utusan dari Indonesia bagian timur. Mereka berpendapat bahwa frasa “syariat Islam” bisa memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

            Adanya protes itu membuat Wapres RI Mohammad Hatta memangil empat ulama, yaitu: Ki Bagus Hadikusumo dari Muhammadiyah, Kasman Singodimedjo dari Muhammadiyah, Teuku Muhammad Hasan dari Aceh, dan Kiyai Wahid Hasyim dari NU. Dalam pertemuan untuk menanggapi protes itu, Kiyai Wahid Hasyim mengganti kalimat dalam sila itu menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kata “esa” menunjukkan penekanan keyakinan terhadap ajaran tauhid.

            Setelah Wahid Hasyim menggantinya, tak ada lagi protes, semua menyepakatinya. Para ulama sangat paham bahwa nilai persatuan adalah sangat penting bagi Indonesia yang majemuk dan beragam keyakinan ini. Jika ngotot-ngototan, dikhawatirkan Indonesia terpecah dan bagian timur Indonesia memisahkan diri yang diwarnai banyak pertikaian serta konflik di antara saudara sebangsa dan setanah air sendiri. Itu merugikan dan membahayakan semuanya. Para ulama itu memang cerdas, bijak, dan berilmu tinggi, mampu menilai secara arif apa yang akan terjadi pada masa depan. Jadilah Pancasila seperti yang kita kenal sekarang ini.

            Hal ini mirip dengan yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad Rasulullah saw ketika terjadi Perdamaian Hudaibiyah. Draft konsep perdamaian ditulis oleh Ali bin Abi Thalib ra dengan menyertakan kalimat “Bismillaahirrahmaannirraahiim” dan “Muhammad Rasulullah”. Kalimat itu diprotes oleh para pemuka kaum Quraisy Mekah. Mereka tidak mengenal kalimat itu dan tidak mengakui kenabian Muhammad saw. Tentu saja, protes mereka membuat marah kaum muslimin, para sahabat Nabi.

            Apa yang Nabi Muhammad saw lakukan atas kejadian itu?

            Muhammad saw menghapus kalimat itu dengan tangannya sendiri. Lalu kalimat Muhammad Rasulullah diganti dengan kalimat “Muhammad bin Abdillah”. Bagi Nabi saw, kalimat-kalimat yang diributkan itu tidak penting. Sang Nabi lebih mementingkan perdamaian dan keselamatan semua orang. Jika ngotot-ngototan, perdamaian tidak akan tercapai, konflik berlanjut, pertikaian tak berhenti, serta pembunuhan demi pembunuhan akan terus terjadi. Dia adalah Nabi yang punya hubungan istimewa dengan Allah swt menghapus kalimat yang diributkan itu dan menggantinya dengan kalimat yang disepakati semua orang. Dia memang patonah.

            Kembali ke Indonesia dan Pancasila. Para ulama yang saya sebutkan itulah para ulama Pancasilais sejati yang memiliki kecintaan kepada Allah swt, kekuatan keyakinan tinggi terhadap Islam, serta mencintai tanah airnya Indonesia.

            So, saya heran jika ada orang yang saat ini mengaku atau diakui ulama, tetapi ingin mengganti dasar negara Pancasila yang dipikirkan, didiskusikan, dipertimbangkan, dan disepakati oleh para ulama terdahulu yang sangat bijak dan cerdas serta terbukti pengorbanannya dalam menyelamatkan anugerah Allah swt yang berupa Negara Indonesia ini.

            Memangnya siapa mereka ingin mengganti Pancasila?

            Apa yang telah mereka korbankan untuk rakyat Indonesia?

            Jangan-jangan mereka cuma menawarkan khayalan dan mengambil keuntungan pribadi dari rakyat Indonesia.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment