oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Ini sudah memasuki tahun
politik, sudah mulai lagi banyak orang yang menggunakan agama untuk tujuan
politik dan ekonomi. Politik dan ekonomi adalah dua hal yang tidak terpisahkan.
Kekuatan politik akan menghasilkan kekuatan ekonomi. Demikian pula kekuatan
ekonomi membentuk kekuatan politik.
Kita mungkin masih ingat ketika terjadi keriuhan kampanye
Pilkada DKI dan Pilpres yang lalu. Sangat banyak beredar istilah keagamaan yang
digunakan dalam politik, misalnya, “Partai
Neraka, Partai Surga, Pemimpin Kafir, Pemimpin Zhalim, Pemimpin Calon Penghuni
Surga, ulama kita, ulama kalian, ulama mereka, ulama su” yang diarahkan
pada saingan politiknya. Lebih celaka lagi, umat terbelah dan menimbulkan
kekisruhan, konflik, persekusi, dan pertengkaran. Padahal, itu terjadi di
antara umat Islam sendiri. Itu adalah sebagian kecil yang terjadi. Kalau mau
lebih detil, saya bisa menulisnya lebih panjang.
Bagi saya, mereka yang melakukan hal itu adalah penghina dan
penista agama yang sesungguhnya. Mereka menjatuhkan martabat Islam yang saya
peluk menjadi barang dagangan murahan. Oleh sebab itu, saya dan orang-orang lain
seperti saya merasa kesal dan marah. Kita harus mengembalikan pemahaman Islam
pada rel yang benar, yaitu berdasarkan Al Quran dan Hadits Nabi saw. Siapa pun
orangnya kalau berbicara tentang Islam, dasarnya harus yang dua itu. Kalau
terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, kita bisa memilih mana pendapat
yang benar menurut kita, tidak perlu ada pertengkaran.
Masih ingat nama Buni Yani?
Dia adalah orang pertama yang menghebohkan dan dianggap
memotong kata-kata Ahok di Kepulauan Seribu sehingga menimbulkan kegaduhan dan
membuat Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama masuk penjara. Buni Yani sendiri masuk
penjara atas perilakunya.
Pada akhirnya, Buni Yani mengatakan, "Jual agama itu paling gampang, maklum rakyatnya masih bego2
gampang ditipu."
Saya menafsirkan
kata-katanya itu adalah bahwa menggunakan agama untuk kepentingan politik di
Indonesia adalah paling mudah karena rakyat Indonesia masih bego dan bodoh
sehingga gampang ditipu. Bodoh soal politik dan bodoh soal agama. Itu kata-kata
Buni Yani lho, bukan kata saya. Kalau marah, marahlah sama dia, bukan sama
saya.
Apa yang dikatakan Buni Yani sesungguhnya sudah mirip
dengan yang dikatakan seorang pemikir muslim Ibnu Rusyd, yaitu, “Jika ingin menguasai orang bodoh, bungkuslah sesuatu yang batil dengan
agama.”
Gambar Ibnu Rusyd
saya dapatkan dari yahyasukardi on Twitter.
Kita
sudah menyaksikan bagaimana agama yang digunakan untuk politik ternyata
merusakkan umat. Suriah, Libya, dan Irak adalah contoh ekstrim yang rusak
akibat penggunaan agama untuk kepentingan politik. Demikian pula agama
digunakan untuk kepentingan ekonomi, misalnya, mengumpulkan dana umat dengan
alasan keagamaan dan sosial, tetapi kenyataannya digunakan untuk membiayai tiga
istrinya dan hidup bermewah-mewah. Bahkan, dana milik ahli waris korban
kecelakaan diduga digunakannya pula secara menyeleweng.
Berhati-hatilah
dengan para penjual agama itu dan kalau mampu, lawanlah agar martabat Islam
dikembalikan pada tempat yang mulia sebagaimana seharusnya, yaitu menjadi rahmatan lil alamin yang menyenangkan,
menyamankan, dan menyelamatkan seluruh alam semesta.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment