Tuesday 26 October 2010

Jalan Sudah Buntu

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Negeri ini sudah sampai di penghujung kebingungan. Segala daya dan upaya yang dilakukan sudah tak lagi mampu menyelesaikan berbagai persoalan. Penderitaan dan kesulitan pemilik sah negeri ini tak terpecahkan, bahkan semakin hari semakin parah. Pemerintah dan kalangan tertentu bolehlah mengatakan ada perbaikan-perbaikan, tetapi dalam kenyataannya, kelaparan, kesulitan ekonomi, kejahatan, kerusakan moral, penyakit, bencana, dan berbagai ketimpangan lainnya muncul lebih mencolok. Ironisnya, ketika sebagian besar rakyat negeri ini dalam kesusahan, sebagian kecil lainnya mengalami kemakmuran.

Dengan sistem politik demokrasi, sebetulnya kita menjatuhkan diri dalam jurang kesengsaraan berkepanjangan. Kita dulu menyangka bahwa sistem ini sangat menolong kita untuk mengatasi berbagai permasalahan, bahkan menjadi bangsa maju yang disegani dunia. Namun, apa yang terjadi? Ternyata, negeri ini semakin dililit kesulitan. Semakin hari semakin banyak bencana, huru-hara, kriminalitas, dan penurunan kesejahteraan. Hal itu disebabkan politik demokrasi mengandung berbagai cacat bawaan berupa virus mematikan. Demokrasi menjatuhkan moral dan kepribadian bangsa sehingga menimbulkan banyak kesusahan. Kesusahan dan penderitaan yang harus ditanggung rakyat itu tak bisa dilawan oleh rakyat karena rakyat dan seluruh elemen bangsa ini terikat dan terbelenggu oleh sistem demokrasi yang sebetulnya sangat jauh dari kepribadian bangsa serta tuntunan Allah swt. Ketika penderitaan itu menimbulkan kemarahan yang terpendam, alam pun menangkap gelombang itu dan memuntahkan kemarahan tersebut dengan caranya sendiri. Hakikatnya, Allah swt tidak suka dengan sistem politik dusta ini dan menunjukkan akibat-akibatnya kepada kita dengan maksud agar kita mengerti untuk segera meninggalkannya dan kembali kepada jati diri bangsa yang sesungguhnya.

Akan tetapi, kita ternyata tidak juga mau mengerti dan enggan meninggalkannya, terutama mereka yang telah mengecap manisnya demokrasi sambil tetap membohongi rakyat untuk tetap berada dalam hipnotis kedustaannya. Orang-orang jahat ini akan sangat dirugikan jika negeri ini kembali pada jati dirinya.

Meskipun demikian, mereka menyaksikan sendiri bahwa sistem politik demokrasi ini telah menunjukkan tabiatnya yang merusak. Dulu ketika berlangsung pemilihan eksekutif secara tidak langsung, telah terjadi berbagai kerusakan, di antaranya, money politics, oligarki, dan panen uang yang dituai anggota DPRD saat masa-masa pertanggungjawaban eksekutif yang ujungnya adalah tetapnya kondisi rakyat dalam kesulitan, sementara para penguasa berpesta pora. Oleh sebab itu, diubahlah menjadi pemilihan langsung oleh rakyat untuk menekan praktik-praktik buruk akibat pemilihan tidak langsung tersebut. Hal yang paling mengemuka adalah dengan dilangsungkannya pemilihan langsung oleh rakyat, para Caleg dan calon eksekutif itu tidak memiliki uang yang cukup untuk menyuap rakyat agar memilihnya karena jumlah rakyat sangat banyak, berbeda dengan pemilihan tidak langsung yang dengan uang sedikit saja bisa menyuap anggota DPR yang jumlahnya sangat sedikit itu. Akan tetapi, setelah dilaksanakan pemilihan langsung, kita semua menyaksikan bahwa ternyata rakyat tetap bisa dibeli, huru-hara semakin meluas, kriminalitas menjadi-jadi, serta kerusakan fisik dan mental semakin kentara. Setelah kerusakan akibat pemilihan langsung itu jelas terasa, elit-elit politik mencari cara untuk menyelesaikannya. Cara yang sekarang mulai keras diwacanakan oleh Ketua DPR RI Marzuki Alie dan Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningum adalah kembali ke sistem pemilihan tidak langsung. Harapannya adalah tidak lagi terjadi keburukan-keburukan akibat pemilihan langsung.

Jika diperhatikan, para elit itu ternyata cuma menjalankan politik “setrikaan baju” yang bolak-balik tidak jelas ujung pangkalnya. Dulu kita menggunakan pemilihan tidak langsung dan berakhir buruk, lalu diganti dengan pemilihan langsung. Setelah pemilihan langsung pun buruk, kita diajak lagi ke sistem pemilihan tidak langsung yang buruk itu. Jadi, ternyata para politisi itu tidak memiliki jalan lain untuk memperbaiki kondisi negeri. Mereka malahan banyak yang melihat keuntungan besar dari pemilihan tidak langsung. Tentu saja, keuntungan itu bukan untuk rakyat, melainkan untuk para politisi sendiri. Di samping itu, dengan kembali ke sistem pemilihan tidak langsung, berarti merestui tindakan-tindakan korup dan kemaksiatan yang terjadi akibat dari pemilihan tidak langsung. Inilah yang saya sebut jalan sudah buntu. Pemilihan tidak langsung diganti pemilihan langsung diganti lagi pemilihan tidak langsung. Nggak punya cara lain lagi.


Mereka tak lagi mampu berpikir dari jeratan sistem politik demokrasi yang jelas-jelas rendah, kampungan, dan hina ini. Mereka tetap mengeramatkan demokrasi yang sebetulnya merendahkan derajat manusia dan kemanusiaan. Akibatnya, mereka bolak-balik nggak karu-karuan. Mereka tidak memiliki cara lain karena sudah terbius dan menjerumuskan diri sebagai penyembah berhala demokrasi.

Mereka pikir dengan kembali pada pemilihan tidak langsung akan menjadikan negeri ini lebih baik. Itu adalah kesesatan yang nyata. Mereka pikir dengan sistem pemilihan tidak langsung akan berhenti dari huru-hara, money politics, dan seabrek kejahatan lain akibat sistem pemilihan langsung? Sungguh pikiran yang keliru dan teramat bodoh, tolol sangat memilukan.

Buntunya jalan tersebut menunjukkan kepada kita semua bahwa Allah swt sudah tidak menghendaki lagi sistem yang nista ini dilanjutkan. Kita semestinya kembali pada jati diri yang sejak dulu dilekatkan Allah swt kepada kita. Jika kita terus berlanjut seperti ini, akan terjadi kekalutan dan kesemrawutan melebihi yang sudah-sudah.

Akan tetapi, sudah menjadi keharusan bahwa negeri ini akan menemukan dirinya dalam keadaan yang sangat menderita. Hal itu disebabkan kita menggunakan jalan yang salah. Artinya, tulisan atau peringatan ini tak akan mengubah sedikit pun perjalanan bangsa ini, kecuali memberikan peringatan bahwa kita sudah mengambil jalan yang salah dan akan menerima akibatnya dengan kesedihan melebihi yang sudah-sudah, baik itu bencana alam maupun bencana sosial-politik-ekonomi.

Ada pesan yang disampaikan oleh Prabu Siliwangi mengenai kekalutan dan kebingungan yang akan terjadi dan atas izin Allah swt, pasti terjadi, tak bisa diubah-ubah. Jika kita berhati bersih dan berpikiran luas, akan mampu menangkap apa yang dipesankan oleh Sang Prabu mengenai bagian dari masa depan negeri ini.

Dalam bahasa Sunda:

Jayana buta-buta, hanteu pati lila; tapi, bongan kacarida teuing nyangsara ka somah anu pada ngarep-ngarep caringin reuntas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan. Iraha mangsana? Engké, mun geus témbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gélo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba. Nu boga hak marénta bagianana. Ngan nu aréling caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarérang.

Nu garelut laju rareureuh. Laju kakara arengeuh. Kabéh gé taya nu meunang bagian. Sabab warisan sakabéh béak, béakna ku nu nyarekel gadéan. Buta-buta laju nyarusup, nu garelut jadi kareueung, sarieuneun ditempuhkeun leungitna nagara.

Dalam bahasa Indonesia:

Kekuasaan raksasa-raksasa buta itu tidak terlalu lama, tetapi selama berkuasa itu keterlaluan sekali menindas rakyat susah yang sedang berharap datangnya mukjizat, Raksasa-raksasa itu akan menjadi tumbal, tumbal kejahatannya sendiri. Kapan waktunya? Nanti kalau sudah tampak Anak Gembala! Mulai saat itu akan terjadi keributan, huru-hara, dari rumah menjadi sekampung, dari sekampung menjadi senegara! Orang-orang bodoh pada jadi gila ikut-ikutan membantu mereka yang sedang berkelahi yang dipimpin oleh Pemuda Buncit! Penyebabnya berkelahi? Memperebutkan warisan, tanah. Mereka yang serakah ingin mendapatkan lebih banyak lagi. Mereka yang memiliki hak meminta haknya diberikan. Mereka yang sadar berdiam diri. Mereka hanya menonton, tetapi tetap terimbas juga.

Mereka yang berkelahi akhirnya kelelahan. Mereka baru tersadar. Ternyata, semuanya tidak ada yang mendapatkan bagian. Hal itu disebabkan tanah dan kekayaan alam seluruhnya habis, habis oleh mereka yang memegang banyak uang. Para raksasa lalu menyusup curang ke berbagai kelompok. Mereka yang berkelahi jadi ketakutan sendiri, takut dipersalahkan atas kerusakan dan kehilangan tanah dan kekayaan negara.

Sudah jelas sistem politik demokrasi ini adalah salah dan jahat, tetapi orang-orang tidak mau mendengarkan karena bodoh. Oleh sebab itu, negeri ini akan menerima akibatnya yang berupa berbagai bencana. Pada tulisan lain, bencana-bencana alam yang telah, sedang, dan akan terjadi menurut Uga Wangsit Siliwangi akan dipaparkan lagi.

Segera jauhi apa pun yang berhubungan dengan demokrasi. Dekatkan diri kepada Allah swt. Mudah-mudahan Allah swt akan melindungi kita dari ganasnya kejahatan dan tekanan pada masa depan akibat dari ketololan yang dijalankan dalam pemerintahan kita sendiri saat ini. Amin.

No comments:

Post a Comment