Sunday, 10 October 2010

Terorisme Permainan

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Aksi-aksi teror di muka Bumi ini muncul lebih mengemuka pascapenyerangan menara kembar World Trade Centre di Amerika Serikat (AS). Sejak saat itu AS memproklamasikan perang terhadap teror dengan mengambil ikon musuhnya, yaitu Osama bin laden dan Al Qaeda-nya. Sungguh merupakan sebuah proklamasi yang merendahkan martabat dirinya sendiri, masa AS yang begitu besar bisa menyatakan perang terhadap Osama bin Laden. AS itu kan negara besar katanya, tetapi berperang dengan sekelompok orang yang sama sekali bukan sebuah negara. Memalukan. Hal itu memperlihatkan kelemahan AS sendiri dan membuat Osama bin Laden semakin terkenal. Apalagi sampai saat ini AS yang besar itu tidak bisa menghentikan Osama bin Laden. Memalukan.

Meskipun AS menuding Osama sebagai pelaku teror. Osama sampai saat ini tidak mengakuinya. Meskipun Osama tidak mengaku, AS berupaya keras meyakinkan dunia bahwa Osama adalah biang keroknya. Upaya AS itu nyaris berhasil meyakinkan banyak pemimpin negara dan tokoh-tokoh masyarakat dunia, terutama mereka yang berwawasan sempit dan bermental rendah yang terlalu gembira mendapatkan sejumlah uang untuk mendukung AS. Hanya orang-orang yang kuat pendirianlah yang sampai saat ini tidak bersedia untuk mengakui Osama bin Laden sebagai pelakunya, bahkan menuding bahwa upaya teror itu hanyalah merupakan sandiwara politik dan ekonomi AS beserta Yahudi, anak emasnya. Pasalnya, sampai sekarang tidak ada bukti yang kuat dan akurat yang menunjukkan bahwa Osama bin Laden dan Al Qaeda adalah otak penyerangan terhadap menara kembar WTC. Yang sekarang ada hanyalah penyebaran propaganda yang dipaksakan dan hibah-hibah yang diberikan bagi negeri-negeri yang memiliki pemimpin bermental jongos untuk mengikuti program perang AS terhadap terorisme.

Program perang AS itu pun menyeret pula Indonesia. Kita masih ingat ketika AS menawarkan UU antiteroris untuk diberlakukan di Indonesia. Saat itu Indonesia tidak segera menerimanya karena memang tidak membutuhkannya. Baik Osama, Al Qaeda, maupun kelompok-kelompok lainnya sama sekali tidak menganggu kehidupan di Indonesia.

Tidak berapa lama kemudian, terdengar peristiwa Bom Bali, Bom JW Mariott, penangkapan Abu Bakar Baasyir, dan percobaan pembunuhan terhadap Presiden Megawati. Dengan adanya aksi-aksi teror tersebut, Indonesia pun menjadi merasa perlu untuk menyusun undang-undang yang menangani aksi teror ini. Dengan demikian, terseretlah Indonesia ke dalam perang terhadap terorisme meskipun aksi-aksi teror ini tidak jelas apa tujuannya.

Banyak masyarakat yang kebingungan lalu melakukan analisa sendiri dengan hasil bahwa aksi-aksi ini didalangi oleh kepentingan tertentu yang terkait kekuasaan, baik itu politik maupun ekonomi. Kapitalis disinyalir kuat berada di balik semuanya. Dengan kata lain, terorisme ini hanyalah sebuah permainan untuk menguntungkan kepentingan tertentu dengan berkedok agama.

Sesungguhnya, banyak masyarakat yang sudah sangat muak dengan semua ini karena merasa sudah sangat telanjang bohongnya. Di kampus-kampus, di dalam berbagai diskusi, sampai di kalangan tukang becak dan tukang cukur membicarakan permainan terorisme ini. Dengan berbagai latar belakang pemahamannya, di antara mereka banyak yang menganggap bahwa aksi-aksi teror yang terjadi hanya merupakan aksi teror yang “dipelihara” untuk kepentingan tertentu.

Bom Bali, Bom JW Mariott masih menyisakan banyak pertanyaan di masyarakat. Dr. Azhari dan Nurdin M. Top juga meninggalkan kepenasaranan. Tuduhan Abu Bakar Baasyir yang tidak terbukti sebagai dalang teror membukakan mata masyarakat cerdas bahwa hal itu hanya rekayasa. Di samping itu, dengan pernah dipaksanya Ketua Muhammadiyah Syafii Maarif untuk menyatakan Abu Bakar Baasyir sebagai teroris, kemudian Syafii menolaknya dengan mengatakan bahwa dirinya tidak mau dipaksa karena tidak mau menjual bangsanya sendiri, membuat lebih terang segala sesuatu yang terjadi. Tambahan pula pengakuan dari Frederick Burks, penerjemah Amerika, bahwa dirinya pernah ikut memaksa Megawati waktu masih jadi presiden untuk menuduh Abu Bakar Baasyir sebagai benar-benar teroris. Burks mengakui hal itu karena sangat berhutang budi kepada masyarakat Indonesia. Dia sudah delapan belas tahun di Indonesia. Selama itu, masyarakat bersikap sangat baik dan ramah kepadanya. Dia jadi tidak enak melukai perasaan rakyat Indonesia. Apalagi dengan penangkapan Abu Bakar Baasyir baru-baru ini yang tidak jelas bukti-buktinya selain indikasi. Masyarakat sangat menunggu pengadilan terhadap Ustadz ini. Sangat penting untuk diingat bahwa masyarakat akan menilai dan mengadili sendiri dalam benak dan pemahamannya jika pengadilan terhadap Abu Bakar Baasyir digelar. Masyarakat tidak lagi akan mempedulikan keputusan hakim. Masyarakat akan punya pendapat sendiri. Penyebabnya adalah cari saja sendiri, masa tidak tahu. Hal itu, menunjukkan betapa lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan kita.

Kalaulah aksi-aksi teror yang ada di Indonesia sekarang ditampakkan sebagai perwujudan dari keinginan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NII), itu sangatlah aneh. Kalau ingin memenuhi Indonesia ini dengan aturan-aturan Islam, bukankah negeri ini sudah begitu memberikan kebebasan untuk berbicara, berpendapat, dan berorganisasi? Sebaiknya, masuki saja lembaga-lembaga legislatif dan eksekutif sesuai dengan konstitusi yang ada, lalu ubah dan sosialisasikan aturan-aturan yang dianggap islami itu. Tidak perlu melakukan teror. Itu lebih aman dan lebih terhormat.

Artinya, sangatlah aneh di dalam ruang keterbukaan yang luas ini masih ada orang-orang yang sembunyi-sembunyi untuk membentuk sistem politik sendiri. Terbuka saja asal tidak mengorganisasikan manusia untuk membuat makar.

Perlu diketahui bahwa melakukan kegiatan yang sembunyi-sembunyi di dalam alam yang penuh keterbukaan adalah perilakunya orang-orang Yahudi yang pengecut dan gemar bersembunyi. Islam sama sekali tidak mengajarkan hal itu. Ketika Mekah dikuasai orang kafir, yang sembunyi-sembunyi itu bukan untuk melakukan kontak senjata, melainkan dakwah. Ketika kontak senjata, sama sekali tidak diajarkan untuk sembunyi-sembunyi, tetapi terang-terangan. Bahkan, ketika telah menghancurkan musuh, orang-orang Islam yang berada di dalam kepemimpinan Nabi Muhammad saw merasa bangga dan mengumumkan bahwa dirinya telah melakukan hal tersebut. Hal itu disebabkan perjuangan itu merupakan salah satu bentuk ibadat. Jadi, upaya membom orang dan membunuh orang, lalu sembunyi itu kelakuannya Yahudi dan atau kapitalis yang dulu dikenal dengan ku klux klan, ‘lempar batu sembunyi tangan’. Perilaku itu sama sekali tidak pernah diajarkan Nabi Muhammad saw.

Saat ada informasi dari kapitalis bahwa akan ada pembunuhan terhadap Presiden Megawati, sangat kentara sekali gaya Amerika-nya yang dalam sejarahnya beberapa kepala negaranya mati ditembak teroris. Mereka sepertinya mau lebih meyakinkan bahwa ada teroris berbahaya yang mengancam nyawa presiden. Mereka berupaya menyiarkan kabar sesuai dengan pengalaman di negaranya sendiri. Mereka lupa bahwa Indonesia tidak memiliki sejarah itu dan tidak akan pernah menghakimi kepala negaranya seperti itu bagaimana pun busuknya dia. Mereka lupa Indonesia sangat sangat santun dan tidak brutal seperti negaranya. Mereka lupa bahwa Indonesia memiliki keluhuran dalam berinteraksi dengan pemimpinnya. Itulah yang menjadi indikasi bahwa semua itu hanya kebohongan, rekayasa.

Beberapa waktu lalu pun, Presiden SBY memperlihatkan foto orang-orang yang sedang pelatihan menembak untuk membunuh dirinya. Kelihatan sekali Amerika-nya. Bahkan, banyak orang yang tertawa meskipun tidak sampai terpingkal-pingkal. Itu sebuah informasi dusta lagi.

Mari kita berandai-andai. Katanya para teroris itu ingin mendirikan Negara Islam Indonesia. Seandainya saat itu Presiden Megawati dan atau Presiden SBY berikut seluruh kabinetnya mati ditembak teroris, tumpur, musnah, lalu tempat-tempat yang katanya kafir dibom luluh lantak, akankan Indonesia menjadi negara Islam? Akankah Indonesia menjadi Negara Islam Indonesia? Jawabanya pasti tidak akan pernah! Hal itu menunjukkan bahwa semuanya itu cuma permainan Yahudi-kapitalis yang menggunakan orang-orang berwawasan sempit untuk melakukan aksi-aksi teror untuk kepentingannya sendiri, baik itu politik maupun ekonomi.

Jadi, hentikan menerima hibah dari kapitalis, buang demokrasi, dan kembali pada jati diri Indonesia. Dengan demikian, kita akan kuat, jaya, dan masyarakat mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya masing-masing dengan dukungan penuh dari negara. Yang tak kalah penting adalah negeri ini tidak akan pernah menjadi bahan permainan Yahudi-kapitalis. Insyaallah.

No comments:

Post a Comment