Sunday 10 October 2010

Ketegasan Itu Mutlak Diperlukan

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Ketegasan pemimpin dalam menunjukkan bahwa negaranya berdaulat, memiliki harga diri, dan tidak mudah untuk dipermainkan adalah mutlak diperlukan. Ketegasan itu akan menjadi sorotan internasional dan membuat pihak luar semakin mempertimbangkan eksistensi negara tersebut.

Adalah hal yang sangat hebat ketika SBY, Presiden RI, membatalkan kunjungan kenegaraan ke Negeri Belanda. Saya berharap pembatalan kunjungan yang terjadi hanya beberapa saat keberangkatan itu bukan atas dasar “takut ditangkap di negeri orang”, melainkan suatu sikap menunjukkan harga diri yang kuat bahwa Negara Indonesia adalah negara yang harus dihormati sehingga negara-negara lain harus membuat negaranya clear dari hal-hal yang bisa mengganggu hubungan dengan Negara Indonesia.

Adalah suatu ketololan kondisi yang tercipta di Negeri Belanda. Ketika pemerintahnya secara resmi mengundang Presiden RI, lembaga peradilannya menjadwalkan sidang yang didasarkan pada tuntuntan Republik Maluku Selatan (RMS) untuk menangkap SBY ketika berada di Belanda. Itu sebuah situasi dan kondisi aneh yang sangat bisa dianggap menghina kehormatan bangsa Indonesia.

Saya dan pihak-pihak lain terlalu sering tidak setuju dan kesal dengan pemerintahan duet Yudhoyono-Boediono. Oleh sebab itu, sering pula melontarkan kritik-kritik keras. Akan tetapi, soal itu adalah persoalan “di antara keluarga besar Indonesia”, persoalan pribadi di dalam negeri. Jika ada pihak luar yang mengganggu anggota keluarga besar Indonesia apalagi kepala negara, itu tidak boleh dibiarkan. Satu jiwa anggota keluarga Indonesia adalah kehormatan bagi bangsa. Kalau diibaratkan kita adalah sebuah keluarga, tidak mungkin kita membiarkan atau meminta bantuan agar tetangga kita menghardik bahkan memukul salah satu anggota keluarga kita. Kita sudah sangat wajib hukumnya melindungi anggota keluarga kita bagaimanapun seringnya kita berbeda paham. Hanya orang-orang tolol, bodoh, dan tidak berpengetahuan yang membiarkan anggota keluarganya dihina orang lain.

Kembali ke masalah pembatalan kunjungan Presiden SBY. Orang-orang pintar boleh berkilah bahwa pembatalan kunjungan itu adalah sikap yang salah karena tidak mungkin pemerintahan Belanda mencampuri atau mengintervensi proses hukum di sana. Mereka berpendapat bahwa seharusnya SBY datang saja karena diberi imunitas dan harus memahami sistem kenegaraan di sana. Bagi saya, pendapat-pendapat yang menyalahkan pembatalan kunjungan itu adalah pendapat yang didasarkan pada mental terbelakang yang masih menganggap diri lemah, tertinggal, dan selalu harus mengerti orang lain. Seharusnya, sudah sangat tepat waktunya orang lain, negara lain, yang harus mengerti kita. Dengan kata lain, negara mana pun yang ingin berhubungan dengan Indonesia hendaklah tidak sombong mempertontonkan kebiasaan dirinya dengan menganggap remeh kita yang sepertinya diharuskan mengerti keadaan mereka. Merekalah yang justru harus mengerti kebiasaan dan keinginan kita. Dengan demikian, tercipta hubungan saling menghormati atas kedaulatan dan harga diri setiap bangsa.

Di samping itu, di dalam berbagai teori hubungan internasional, setiap aktivitas internasional haruslah mengacu pada kepentingan dalam negeri. Kegiatan apa pun itu. Kita harus selalu mempertimbangkan manfaat dan keburukan dari jalinan hubungan tersebut. Dalam kasus pembatalan kunjungan ke Belanda, sesungguhnya kitalah yang lebih untung. Hal itu bisa dilihat dari masih berharapnya Ratu Belanda atas kunjungan SBY, penolakan pengadilan Belanda atas gugatan RMS terhadap SBY, serta semakin hormatnya negara lain kepada Indonesia. Dari sisi keburukan, berbagai pihak mengemukakan bahwa mereka, orang-orang Belanda, akan menertawakan Indonesia karena pembatalan tersebut di samping Indonesia akan disorot sebagai negara yang kurang mengerti tentang pergaulan internasional. Kalau keburukannya cuma itu, ya biarkan saja, kita tidak rugi-rugi amat kok.

Tentang RMS itu dianggap kecil sehingga SBY tak perlu meladeninya, justru itu pendapat yang meremehkan sesuatu yang besar. Bagi negeri ini, nasionalisme adalah nomor satu sehingga sekecil apa pun yang dianggap menghina dan mengganggu nasionalisme Indonesia harus diperhatikan dengan serius. Dengan demikian, tak ada satu celah pun yang dapat digunakan oleh orang-orang licik untuk merongrong kewibawaan Negara Indonesia.

Hal yang paling memalukan adalah justru karena banyaknya bacot dari mereka yang pintar-pintar itu yang menganggap pembatalan kunjungan SBY sebagai kesalahan sehingga membesarkan eksistensi RMS, RMS seperti mendapat angin dengan menganggap dirinya menang mengganggu kedatangan SBY. Padahal, pembatalan itu adalah kemenangan dari harga diri Republik Indonesia. Dengan kata lain, para pemikir negeri ini tanpa disadari justru memberikan peluru kepada RMS untuk menghina Presiden RI. Siapa yang bodoh sebetulnya?

No comments:

Post a Comment