Monday, 28 March 2016

Arkeolog Ngaco, Lucu

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Banyak sekali ya orang yang kalap soal Candi Borobudur ini. Mereka mati-matian ingin mematahkan hasil penelitian Fahmi Basya. Sayangnya, mereka semua pasti gagal. Bisa jadi memang penelitian Fahmi Basya memiliki kekurangan. Namanya juga penelitian, akan lebih disempurnakan oleh para peneliti yang memiliki perhatian yang sama atau menjadi dasar kajian bagi penelitian berikutnya atau menjadi bahan komparasi bagi penelitian yang sedang dijalankan. Akan tetapi, tidak akan lari dari inti isunya, yaitu Borobudur adalah peninggalan Sulaiman as. Apalagi, saya pernah mengalami pengalaman batin di Borobudur dan mendapatkan banyak pengetahuan di Borobudur. Saya tidak akan lari dari keyakinan saya karena saya menggunakan akal, pikiran, perasaan, hati, dan kalbu.

Upaya orang-orang untuk melemahkan hasil penelitian bahwa Borobudur adalah peninggalan Sulaiman as sudah sampai pada tahap lucu bikin saya tertawa terbahak-bahak. Apa saja mereka tulis. Apa saja mereka omongin. Hal-hal yang nggak jelas pun digunakan untuk membantah hasil penelitian itu. Bahkan, mereka pun memutarbalikan fakta, mencoba menipu umat Islam dan seluruh manusia. Yang penting mereka “menang”. Benar dan salah bukan menjadi ukuran. Mereka hanya ingin menang dan bukan ingin “benar”.

            Setiap ada waktu mencermati tulisan mereka, saya memiliki banyak dugaan tentang mereka. Orang-orang itu memang terganggu dengan penelitian Fahmi Basya. Mereka takut sekali dengan kebangkitan Islam. Mereka khawatir sekali Indonesia menjadi pusat perhatian dunia. Mereka takut sekali kehilangan jaringan bisnis. Mereka malu telah mempercayai hal yang salah.

            Sebenarnya, tak perlu malu kalau telah melakukan kesalahan. Akui saja, lalu perbaiki dengan pemahaman yang benar. Salah itu “boleh”, manusiawi. Yang rusak itu adalah mempertahankan kesalahan sebagai sebuah kebenaran.

            Orang-orang Islam yang membantah hasil penelitian itu adalah orang-orang yang terganggu bisnisnya. Mereka kemungkinan pemilik travel perjalanan haji atau umrah yang dilengkapi fasilitas piknik di Timur Tengah, termasuk yang memiliki akses ke Masjidil Aqsha di Palestina. Mereka khawatir penelitian itu membuat enggan jamaah untuk ikut travel mereka. Oleh sebab itu, mereka terus-terusan membantah untuk kepentingan bisnis mereka. Rendah sekali mereka. Biasanya, travel yang mereka miliki itu travel bodong tidak berizin yang kerap menipu jamaahnya. Penipu memang begitu. Sudah menipu konsumennya, nggak mau menerima kebenaran lagi. Kacau.

            Yang membantah hasil penelitian itu pun banyak yang dari luar negeri. Orang-orang asing juga ikut membantah. Hal itu bisa dilihat dari bahasa yang mereka gunakan adalah bukan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta bukan pula bahasa Indonesia yang digunakan masyarakat Indonesia sehari-hari. Dari kalimat-kalimatnya, tampak sekali mereka menggunakan fasilitas google translate. Kualitas bantahan mereka nggak berbeda dengan bantahan yang berasal dari dalam negeri, kualitas odong-odong.

            Kalau bantahan dari nonmuslim, tidak perlu dibahas lagi. Ada penelitian atau tidak ada penelitian, mereka tetap begitu. Sama sekali tidak aneh.

            Yang membuat saya tergelitik adalah ada yang mengaku seorang arkeolog yang melakukan bantahan terhadap hasil penelitian Fahmi Basya. Bantahannya sangat lucu dan merendahkan harga diri arkeolog seluruh dunia. Fahmi Basya mencoba membuktikan kebenaran teorinya bahwa pemindahan arupadatu dari kawasan Candi Boko ke Borobudur sekarang mengakibatkan adanya gesekan dengan alam pada saat pemindahan yang menghasilkan bahwa garis-garis pahatan yang ada di Borobudur lebih samar, tidak tegas seperti pahatan-pahatan reruntuhannya di Candi Ratu Boko. Orang yang mengaku arkeolog itu membantahnya bahwa samarnya ukiran yang ada di Borobudur diakibatkan oleh abrasi karena ditemukan lebih lama dibandingkan Candi Boko, bukan oleh proses pemindahan. Adapun guratan pahatan dan ukiran pada reruntuhan Ratu Boko lebih tegas karena ditemukannya lebih baru. Artinya, Borobudur ditemukan lebih dulu, kemudian mengalami proses abrasi. Adapun Candi Boko ditemukan kemudian sehingga belum mengalami abrasi sebagaimana yang ada di Candi Borobudur.

            Hebat sekali Sang Arkeolog itu melawak. Dia harusnya ikutan stand up comedy.

            Dia bilang Borobudur ditemukan lebih dulu, lalu Candi Boko. Itu sudah sangat jelas salahnya. Dia memutarbalikan fakta. Yang benar adalah Candi Boko dulu ditemukan, kemudian Borobudur. Candi Boko itu ditemukan pada 1790, adapun Candi Borobudur ditemukan kemudian pada 1814. Seharusnya, yang mengalami proses abrasi lebih cepat adalah Candi Boko, bukan Borobudur.

            Paham ya?

            Kemudian, seharusnya, logika mengatakan bahwa abrasi yang dialami Candi Boko menimbulkan kerusakan yang sangat parah karena kawasan candi ini ditemukan berupa reruntuhan, bukan terpendam di dalam tanah. Berbeda dengan Borobudur yang ditemukan dalam keadaan tertutupi lumpur. Artinya, seharusnya yang guratan ukirannya samar atau tidak jelas adalah reruntuhan Candi Boko karena ditemukan tergeletak berupa reruntuhan. Adapun Borobudur seharusnya lebih tegas karena ditemukan lebih baru dibandingkan Candi Boko dan berada terpendam dalam tanah. Akan tetapi, kenyataannya adalah sebaliknya. Guratan yang di Candi Borobudur lebih samar dan guratan di Candi Boko lebih tegas. Jadi, teori Sang Arkeolog soal abrasi itu sangat tidak mungkin dan tidak masuk akal. Alasan abrasi adalah alasan yang dicari-cari dan dipaksakan. Bukanlah abrasi yang membuat perbedaan guratan itu, melainkan adanya gesekan dengan alam saat pemindahan dalam kecepatan 60.000 kali kecepatan cahaya.

            So, bagi mereka yang masih mau membantah, ada pesan dari Allah swt.

“Katakanlah, ‘Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) mengulangi’.” (QS As Saba, 34 : 49)

            Apabila kebenaran telah datang, kebatilan itu tidak akan mampu memulai lagi kebatilannya dan tidak akan mengulangi lagi kebatilannya. Kekuatan kebatilan telah lenyap dan sia-sia untuk dipertahankan. Hal itu sebagaimana yang pernah saya tulis soal buraq. Ketika kebenaran tentang buraq sudah datang, kebatilan tentang buraq pun hilang musnah dan tidak akan pernah kembali lagi.

            Jadi, soal Borobudur peninggalan agama Budha urang teundeun di handeuleum hieum sahieum-hieumna. Urang tunda di hanjuang siang. Mangsa datang teu kudu disampeur deui da geus salah bari ilang sirna tanpa karana.                    

Wednesday, 23 March 2016

Cara Mudah Menghadapi Cina

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Orang-orang dari Cina ini memiliki sejarah yang cukup banyak di Indonesia ini. Kehidupan mereka pun mewarnai sejarah perkembangan bangsa Indonesia. Berbagai catatan tentang kehadiran mereka pada banyak pulau di Indonesia ini bisa dilacak pada berbagai literatur. Mereka memang gemar bertualang dan mencari wilayah-wilayah baru. Di Indonesia ini tampak eksistensi mereka hampir pada seluruh wilayah.

            Banyak dari mereka yang mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan yang baru di Indonesia ini sehingga terjadi akulturasi yang positif. Kita bisa melihat bahwa mayoritas mereka ingin menjadi bagian dari masyarakat Indonesia serta memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat lainnya. Akan tetapi, ada pula benturan-benturan kecil-kecil yang terjadi dengan masyarakat. Bahkan, mereka pernah berniat menguasai kerajaan di Indonesia meskipun akhirnya tidak kesampaian.

            Paling tidak, ada catatan sejarah mengenai “niat” mereka untuk menguasai tersebut. Mereka sempat akan menyerbu Kerajaan Poli. Sekarang namanya menjadi Bali. Kerajaan Poli atau Bali tersebut saat itu dipimpin oleh seorang perempuan, namanya Ratu Shima. Ratu ini dikenal sangat tegas dan tidak pilih bulu. Ia lebih menekankan rakyatnya agar berperilaku baik dan berbudi pekerti luhur. Untuk menjamin kehamonisan rakyatnya, ia “mengharamkan” emas. Memiliki emas dianggap sebagai kejahatan besar dan serius. Siapa pun yang memiliki emas, hukumannya adalah “mati”. Ia memang memberlakukan hukum itu dengan penuh ketegasan, malah kelewat “kejam”.

            Kerajaan Cina sempat akan menyerbu untuk menguasainya. Sebelum menyerang, Cina melakukan semacam “uji coba” pada kharisma Ratu Shima terhadap rakyatnya, rakyat Bali. Intelijen Cina sengaja menyimpan sekarung emas di tengah jalan untuk menguji rakyat dan penguasa Bali. Selama berbulan-bulan, karung itu tidak ada yang menyentuhnya. Orang-orang pun tidak mempedulikannya. Suatu saat para pembesar istana melalui jalan itu. Tanpa sengaja, Sang Putera Mahkota menendang karung berisi emas itu. Mengetahui hal tersebut, Ratu Shima marah bukan main. Ia pun segera akan menghukum mati anaknya sendiri. Terjadilah kegoncangan di istana. Para pembesar istana cemas jika Putera Mahkota dihukum mati. Mereka pun protes dan memohon agar Putera Mahkota diampuni dan tidak dihukum mati. Setelah mempertimbangkan matang-matang, Ratu Shima akhirnya tidak jadi menghukum mati anaknya. Akan tetapi, kaki Putera Mahkota yang telah menyentuh karung emas itu harus dipotong. Tegas bukan main dia.

            Setelah melihat peristiwa itu, Kerajaan Cina pun mengurungkan niatnya untuk menyerang dan menguasai Bali. Mereka tidak berani berhadapan dengan pemimpin yang tegas dan memiliki kharisma tinggi di hadapan rakyatnya.

            Belajar dari kearifan lokal atau local wisdom yang pernah terjadi di Bali tersebut, untuk menghadapi Cina yang mulai berulah, bermain “api” di perairan Indonesia, para pemimpin Indonesia harus mempunyai suara yang sama tegas soal kedaulatan Indonesia serta pelanggaran yang dilakukan kapal nelayan Cina dan coast guard China. Para pembesar Indonesia pun harus sama-sama tidak mempedulikan keinginan Cina untuk membebaskan para pencuri ikan asal Cina itu. Di samping itu, rakyat Indonesia pun harus memiliki pandangan yang sama dengan pemerintah Indonesia soal perilaku Cina yang arogan itu. Apabila rakyat dan para pemimpinnya memiliki satu suara, Cina pun berhitung ulang untuk melakukan arogansi lainnya di wilayah Indonesia.

            Tampaknya, pemerintah Indonesia melalui para menterinya bersama DPR RI sudah satu suara. Yang belum satu suara adalah kemungkinan para pengusaha yang sudah sering berbisnis dengan pihak Cina. Mereka mungkin agak ragu berseberangan pendapat dengan Cina karena sudah sedikit agak “terbeli” oleh pihak Cina. Hal yang agak mengkhawatirkan adalah pernyataan Istana Jokowi yang segera menegaskan bahwa “Indonesia tidak berkonflik dengan Cina”. Pernyataan itu terlalu prematur. Soal Indonesia berkonflik atau tidak dengan Cina sesungguhnya bergantung pada sikap Cina sendiri. Indonesia memang tidak menginginkan konflik dan menganggap bahwa kasus kapal Kway Fey itu cuma soal penangkapan para pencuri asal Cina yang harus dihukum oleh hukum Indonesia. Kasusnya menjadi besar karena pemerintah Cina bersikap arogan dan seolah-olah bisa mendesakkan keinginannya untuk membebaskan para pencoleng itu.

            Kita harus mendukung penuh Menteri Susi Pudjiastuti dan Menlu Retno Marsudi dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia. Investasi dan bisnis Cina di Indonesia tidak boleh menjadi alasan untuk tidak bersikap tegas soal kedaulatan dan hukum Indonesia. Jangan ada satu elemen pun di Indonesia ini yang melemahkan Susi-Retno. Hal itu disebabkan jika ada sedikit ketidakbersamaan di dalam negeri, pemerintah Cina memiliki celah untuk memainkan keinginannya yang sama sekali tidak terpuji di Indonesia.

            Kita bisa melihat bahwa sengketa Laut Cina Selatan berlarut-larut karena tidak ada kebersamaan di antara anggota Asean dalam menentang arogansi Cina dalam menguasai wilayah perairan yang luas tersebut, malahan melanggar wilayah perairan negara lain. Akibatnya, Cina berkonflik dengan Filipina, Malaysia, Brunai, dan Vietnam. Cina merasa tenang melakukan pelanggaran tersebut karena Kamboja seolah-olah telah “terbeli” oleh berbagai investasi yang dilakukan Cina di sana. Kamboja memang selalu berupaya untuk tidak membuat Cina marah. Artinya, Cina memainkan celah ketidakbersamaan di dalam anggota Asean.

            Apakah Indonesia akan seperti Kamboja yang mudah sekali ditarik hidungnya bagai kerbau congek oleh Cina?

            Memalukan!

Monday, 21 March 2016

Cina Incar Curi Ikan Indonesia Rp3,5 Miliar per Ekor

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Perilaku Tiongkok atau Cina yang mencuri ikan di perairan Indonesia tidak perlu dibuat heran karena memang mereka pernah mendapat ikan tuna dari laut yang berhadapan langsung dengan Pantai Rancabuaya, Garut Selatan, Jawa Barat, Indonesia. Ikan tuna yang mereka dapatkan memiliki harga yang sangat fantastis, yaitu Rp3,5 miliar per satu ekor. Orang-orang Cina itu berhasil mengambil banyak ikan tuna. Bayangkan, untuk dua ekor saja sudah bisa mencapai harga Rp7 miliar.

            Bagaimana kalau sudah sepuluh ekor?

            Seratus ekor?

            Hitung saja sendiri!

            Hal itu pernah disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat acara Forum Jabar Selatan (Forjabsel) Summit 2 di Rancabuaya, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Indonesia. Hal itu pulalah yang menjadi salah satu dorongan bagi pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah pusat Indonesia untuk membangun wilayah selatan Jawa Barat. Tentunya, keinginan membangun itu pun disebabkan pula oleh besarnya potensi sumber daya alam di wilayah Jawa Barat bagian selatan.

            Heryawan pun memastikan bahwa nelayan Indonesia belum pernah mendapatkan ikan tuna yang harganya sangat mahal tersebut. Ia menyayangkan kenapa harus nelayan-nelayan Cina yang harus lebih dahulu mendapatkannya. Seharusnya, nelayan-nelayan Indonesia-lah yang menikmatinya lebih dulu, khususnya nelayan-nelayan Garut.

            Dengan melihat pengalaman tersebut, bukan tak mungkin bahwa nelayan-nelayan Cina berupaya mencuri ikan-ikan tuna yang sangat mahal tersebut berikut ikan-ikan lainnya di Perairan Natuna, Indonesia. Tak perlu heran jika kapal-kapal Cina pencuri ikan itu, termasuk KM Kway Fey 1008 dikawal oleh kapal coastguard China. Hal itu disebabkan pencurian ikan di Indonesia sangatlah menguntungkan, apalagi mereka sempat mendapatkan banyak ikan tuna yang harganya Rp3,5 miliar per ekor. Mereka mungkin berharap dapat menangkap ikan yang harganya spetakuler tersebut sebagaimana yang pernah mereka dapatkan di laut yang berhadapan dengan Pantai Rancabuaya, Garut, Jawa Barat, Indonesia.


Tindakan Cina yang Memalukan

Tindakan yang dilakukan kapal coastguard China dengan melakukan penabrakan terhadap kapal pesakitan KM Kway Fey 10078 saat ditarik ke Natuna oleh kapal Indonesia, Kapal Pengawas Hiu 11, adalah tindakan yang memalukan. Mereka sudah mencuri, lalu berupaya melakukan provokasi agar kapal pencuri milik mereka selamat. Hal itu memang terjadi, kapal pencuri itu selamat, tetapi 8 ABK-nya ditahan pihak Indonesia.

            Hal yang lebih memalukan lagi adalah setelah melakukan pelanggaran, pemerintah Cina berupaya mengelak dan malah menyalahkan pemerintah Indonesia. Hal itu jelas harus diselesaikan dan dibuktikan hingga clear agar ditemukan kebenaran yang pasti.


RI Tak Boleh Takut

Cina yang besar mungkin merasa dirinya memang besar, tetapi tidaklah sebesar yang mereka kira. Mereka mungkin merasa bisa bersikap arogan karena negaranya merasa lebih makmur dan kuat. Itu cuma ada dalam perasaan mereka. Kenyataannya, belum tentu. Seluruh negara yang pernah menjajah Indonesia merasa dirinya lebih hebat dibandingkan dengan Indonesia, tetapi kenyataannya adalah mereka yang kabur dan kalah.

            Memang benar hubungan bilateral yang baik harus dipertahankan, tetapi kedaulatan hukum dan kehormatan negara harus berada di atas “hubungan baik” itu. Jika kita harus memilih antara “damai” dengan “merdeka”, maka merdeka adalah yang harus kita pilih.

            Untuk apa berdamai jika tidak merdeka?

            Justru dengan kemerdekaan kita dapat merajut perdamaian. Tak akan ada perdamaian tanpa kemerdekaan. Perdamaian tanpa kemerdekaan hanya melahirkan penjajahan.

            Demikian pula jika kita harus memilih antara “hubungan baik” dengan “kehormatan negara”, maka kehormatan negara adalah yang harus kita pilih. Hubungan baik tanpa kehormatan negara hanya akan melahirkan pelecehan dan penghinaan. Justru dengan menjadi negara terhormat kita akan bisa melakukan hubungan baik yang lebih baik lagi.

            Menteri Susi Pudjiastuti tak boleh takut dan tak boleh mundur. Jangan terbius atau tersihir dengan kata-kata “menjaga hubungan baik” sehingga menyebabkan pelecehan terhadap kehormatan negara dan penghinaan terhadap kedaulatan hukum Indonesia. Tetap tegas dan kuatlah dengan pernyataan resmi bahwa kapal milik Cina telah melakukan Ilegal, Unreported, Unregisrated (IUU) Fishing di zona ekonomi ekslusif Indonesia. Bahkan, saya sangat menyayangkan dengan dibiarkannya kapal pencuri ikan dari Cina itu keluar dari perbatasan laut Indonesia. Mestinya, kapal TNI AL menembak saja langsung hingga kapal pencuri itu tenggelam atau dikuasai benar-benar, tidak perlu mengantarnya keluar dari perbatasan.


            Menjadi negara terhormat dan berdaulat adalah harga mati!

Saturday, 19 March 2016

Borobudur Senasib Buraq

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Nasib Candi Borobudur akan sama dengan nasib buraq. Hilang tak berbekas dan tak pernah diingat-ingat lagi karena memalukan.

            Buraq adalah kendaraan Nabi Muhammad saw ketika melakukan perjalanan Isra Miraj. Sampai hari ini tak ada satu orang pun yang mampu menggambarkan jenis fisik buraq tersebut. Rasulullah saw memang pernah mengilustrasikan kondisi fisik buraq. Beliau memisalkan buraq adalah kendaraan yang ukurannya sama dengan baghal atau keledai. Nabi Muhammad saw menjelaskan hal itu kepada orang-orang saat itu dengan pikiran, pengalaman, pengetahuan sebatas yang ada masa itu. Hal itu dilakukan agar orang-orang mudah mengerti. Tidak mungkin Nabi Muhammad saw menggambarkan buraq kepada orang-orang saat itu dengan kondisi fisik buraq yang sebenarnya karena tidak akan kesampaian. Orang-orang akan tambah bingung. Nabi Muhammad saw tak mungkin menjelaskan detail buraq dengan setiap kerumitan yang ada di dalamnya yang dipenuhi teknologi canggih yang mampu melesat terbang ke mana-mana melebihi kecepatan cahaya. Kita juga yang pada masa sekarang ini mengenal berbagai pesawat yang kecepatannya melebihi kecepatan suara masih akan bingung jika Nabi Muhammad menjelaskan sesuai dengan kondisi alam pikiran kita saat ini. Mungkin Nabi Muhammad saw akan menjelaskan untuk kita bahwa buraq adalah semacam pesawat tempur sukhoi.

            Keledai dengan sukhoi memiliki kesamaan dalam hal kapasitas penumpang. Kedua kendaraan itu hanya diperuntukkan untuk satu atau dua penumpang yang sekaligus berperan pula sebagai pengendalinya. Jadi, gambaran keledai atau baghal itu adalah permisalan yang disesuaikan pengetahuan manusia saat itu.

            Nah, para penghina Islam yang berusaha menyesatkan orang Islam melihat hal tersebut sebagai bahan untuk menghina dan menyesatkan kaum muslimin. Mereka mengarang dan membuat-buat kisah serta gambaran mengenai buraq. Ajaibnya, hampir 100% kaum muslimin di seluruh dunia percaya tentang gambaran para penghina Islam itu. Gambaran untuk buraq yang mereka buat adalah berdasarkan penjelasan Nabi Muhammad saw yang mengilustrasikan bahwa buraq sebagai keledai. Para penipu itu pun membuat lukisan bahwa buraq adalah kuda terbang bersayap yang memiliki kepala manusia dengan jenis kelamin perempuan.

            Alhasil, hampir seluruh kaum muslim di Indonesia memasang poster kuda bersayap berkepala perempuan itu di rumahnya. Bukan hanya satu poster yang dipasang, melainkan banyak. Ada yang dipasang di ruang tamu, kamar tidur, depan televisi, atau tempat shalat. Poster itu sangat terkenal pada masa itu. Bahkan, di rumah kiyai-kiyai, di pesantren-pesantren, malahan di sekolah-sekolah negeri dan swasta juga terpampang. Demikian pula, di ruangan kepala sekolah gambar itu selalu ada. Poster itu pun dikeramatkan sebagaimana poster Surat Yasin atau poster ayat Qursy. Saya melihatnya sendiri. Setiap memasuki rumah orang lain, poster itu selalu ada dan ditempatkan di tempat yang khusus, lebih terhormat dibandingkan foto keluarga sendiri.

            Saya juga mempercayainya saat itu karena setiap orang tua, ahli agama, termasuk guru di sekolah mengajarkan bahwa buraq itu adalah kuda terbang bersayap berkepala perempuan. Bahkan, saya masih ingat ketika masih kelas dua sekolah dasar, guru agama saya mengajarkan soal buraq ini secara khusus. Dia menceriterakan bagaimana buraq itu terbang membawa Nabi Muhammad saw menuju sidratul muntaha. Dia mengajarkan bahwa kuda itu bagian punggungnya selalu stabil, datar, tidak pernah berubah sehingga Nabi Muhammad saw tidak terganggu duduknya. Kalau menemukan jalan yang rendah, kaki kuda itu memanjang. Kalau menemukan tempat yang tinggi, kaki kuda itu memendek sehingga Nabi Muhammad saw tidak pernah terjengkang ketika menanjak dan tidak pernah menunduk ketika menurun, selalu dalam keadaan stabil.

            Akan tetapi, kebohongan pasti selalu musnah. Ketika saya kelas 3 SMP atau dalam usia 15 tahun, seorang aktivis pergerakan Islam menghancurkan gambaran yang saya percayai tentang buraq. Dia dengan sangat berapi-api menjelaskan bahwa gambaran buraq itu merupakan penghinaan orang-orang kafir kepada Nabi Muhammad saw. Mereka sengaja menggambarkan buraq seperti itu untuk menghina Nabi Muhammad saw sebagai pria yang gemar wanita berbadan kuda.  Di Indonesia kebohongan itu ditambahi dengan ceritera bodoh lainnya, yaitu kepala kuda itu adalah berwajah Ratu Belanda. Mereka berharap  kaum muslimin Indonesia percaya bahwa yang mengantarkan Nabi Muhammad saw menghadap Allah swt itu adalah Ratu Belanda.

            Sejak saat itu, sontak, saya langsung tidak percaya lagi apa pun gambaran buraq seperti yang telah bertahun-tahun saya percayai. Akan tetapi, di rumah-rumah orang Islam Indonesia dan pada berbagai tempat resmi lainnya seperti sekolah dan ruangan perkantoran, poster-poster cewek bertubuh kuda itu masih tetap ada.

            Sejalan dengan perkembangan waktu, poster-poster itu pun menghilang dari peredaran. Alhamdulillah, hari ini anak-anak muda kita tidak pernah tahu tentang gambar atau poster itu.

Beberapa waktu lalu ketika mahasiswa-mahasiswa Universitas Al Ghifari Bandung mengajak saya berdiskusi, sempat saya tanyakan kepada mereka, “Kalian masih ingat poster kuda terbang berbadan wanita?”

Mereka semua kebingungan.

Saya tanya sekali lagi, “Kalian tidak pernah tahu ada poster itu?”

Semuanya geleng-geleng kepala pertanda memang benar tidak pernah melihatnya. Padahal, saya menduga masih ada yang percaya pada poster itu. Alhamdulillah, artinya poster itu tidak pernah ada lagi. Orang-orang sudah tidak percaya pada gambaran cabe-cabean bertubuh kuda bersayap itu.

Bagaimana dengan Candi Borobudur?

Tenang saja. Nasibnya akan seperti seperti buraq itu. Insyaallah. Dulu seluruh dunia percaya bahwa buraq itu seperti yang digambarkan para penghina Islam, tetapi sekarang  sudah tidak ada lagi yang percaya. Kalau masih ada yang percaya bahwa buraq seperti gambaran kuda terbang itu, kebangetan.

Borobudur juga sama dipercaya dunia sebagai warisan agama Budha, padahal umat Budha sendiri tidak punya bukti jelas selain hasil penelitian orang-orang bule yang sekarang mudah sekali digugat itu. Saya sendiri ketika masih menjadi wartawan majalah pendidikan pada sekitar 1997-1998 mengalami pengalaman spiritual-transedental di Candi Borobudur saat melakukan peliputan. Saya merasakan pesona luar biasa di sana sampai meyakini penuh bahwa relief-relief dan tingkatan-tingkatan yang ada pada Candi Borobudur memberikan pengajaran bagaimana caranya untuk shalat khusyuk dan “melebur” dalam diri Allah swt dengan penuh kesempurnaan. Persoalannya, saat itu saya takut untuk mengatakannya kepada orang lain. Di samping takut, saya juga tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Saya cuma orang yang baru lulus dari Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung. Saya hanya meyakininya sendiri dan melaksanakan ajaran Borobudur sendiri dan sampai sekarang saya masih kesulitan untuk menerangkannya dengan kalimat-kalimat yang baik tentang apa yang saya dapatkan dari pengalaman spiritual saya di Borobudur. Memang sangat tidak mudah menerjemahkan pengalaman spiritual ke dalam bahasa lisan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fahmi Basya bagi saya sangat memperkuat apa yang telah saya yakini dan apa yang telah saya lakukan sejak dulu. Fahmi Basya membuat saya tambah yakin dan tenang dalam memahami Borobudur sebagai pijakan untuk berupaya menjadi orang yang lebih baik di hadapan Allah swt.

Di Borobudur itu ada ajaran tentang bagaimana caranya mengabdi kepada Allah swt, baik melalui upaya ritual maupun sosial. Saya tahu benar hal itu. Tak perlu heran Allah swt memperjalankan Nabi Muhammad saw ke Borobudur untuk mendapatkan perintah shalat karena pengajaran shalat itu ada di Borobudur.

Bagaimana cara shalat yang baik dan khusyuk?

Ya itu, lihat itu di tempat Nabi Muhammad saw menginjakkan kaki sebelum naik ke langit. Tempat itu namanya Candi Borobudur, “tempat sujud terjauh”.

Allah swt memerintahkan umat Islam shalat dan pengetahuan shalat itu ada di Borobudur. Pengetahuan untuk shalat yang benar itu ada tepat di tempat Nabi Muhammad saw berhenti sejenak sebelum bertemu Allah swt secara langsung.

Lama-lama nasib Candi Borobudur akan senasib dengan buraq. Keyakinan orang-orang akan berubah dengan sendirinya dan keyakinan lama akan hilang musnah, tak ingin diingat-ingat lagi karena memalukan.

Coba aja tanya kepada orangtua kalian.

            Pernahkah mereka melihat poster kuda terbang itu?

            Jawabannya, hampir bisa dikatakan pasti pernah. Kalau tidak, mungkin mereka berbohong karena malu dan tidak ingin mengingatnya lagi. Soalnya, poster itu menjadi tidak penting lagi, tidak lagi keramat.

            Tanyalah kenapa dulu dipasang itu poster-poster cewek berbadan kuda?

            Tanya juga kenapa sampai percaya pada ceritera buraq itu?

            Tanya lagi, kalau masih percaya, kenapa tidak dipasang lagi sekarang?


            Kebohongan pasti hilang, kebenaran pasti menang.

Friday, 18 March 2016

Dua Hasil Penelitian yang Mendiskreditkan Indonesia

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Kedua hasil penelitian yang sangat mendiskreditkan Indonesia itu adalah mengenai pelacuran dan korupsi. Banyak orang bahkan ahli, baik asing maupun dalam negeri yang mengatakan bahwa pelacuran dan korupsi memiliki sejarah yang panjang di Indonesia. Sesungguhnya, bagi saya, semua hasil penelitian itu hanya berupa tuduhan atau “pemaksaan” sejarah yang sebenarnya tidak ada. Banyak hal yang harus digugat dalam penelitian mereka.

Saya sendiri berpendapat bahwa pelacuran dan korupsi itu adalah budaya yang dikenalkan oleh bangsa asing pada Indonesia, terutama oleh bangsa penjajah. Pendapat saya itu tidak akan pernah berubah sebelum ada bukti yang kuat dan akurat tak terbantahkan tentang hal itu. Mari kita lihat satu per satu.


Pelacuran

Pelacur memiliki arti orang yang menyerahkan diri kepada umum sebagai pemuas seks dengan maksud mendapatkan imbalan, baik materi maupun uang. Kata kuncinya adalah menyerahkan diri kepada umum.

            Dalam beberapa tulisan mengenai sejarah pelacuran di Indonesia, tampaknya ada “pemaksaan” keyakinan (brainwashed) bahwa pelacuran itu dimulai dalam perilaku pemberian hadiah berupa perempuan dari seorang pejabat kepada pejabat di atasnya. Hal itu memang terjadi dalam masa kerajaan-kerajaan di Indonesia.

Akan tetapi, saya tidak bisa paham mengapa para peneliti itu mengatakan bahwa perempuan-perempuan itu adalah pelacur atau cikal bakal para pelacur masa kini?

Benar memang mereka dihadiahkan. Benar mereka merupakan upeti. Akan tetapi, mereka bukanlah pelacur. Mereka adalah perempuan-perempuan yang hanya menyerahkan dirinya kepada satu orang, yaitu raja atau penguasa lainnya. Mereka sama sekali tidak menyerahkan dirinya kepada umum untuk mendapatkan imbalan uang. Bahkan, di antara mereka banyak yang meningkat statusnya apabila telah melahirkan anak-anak raja.

Apakah pelacur akan meningkat statusnya setelah melahirkan anak dari pria hidung belang?

Tidak!

Bahkan mungkin proses kelahiran itu akan dihambat dengan upaya ilegal aborsi.

Sangatlah tidak pantas mengatakan bahwa perempuan yang dihadiahkan kepada raja adalah pelacur atau cikal bakal pelacur-pelacur Indonesia. Dari rahim perempuan-perempuan itu sangat sering lahir anak yang justru menjadi orang-orang hebat dan tercatat dalam sejarah Indonesia. Ibu mereka bukanlah pelacur.

            Pelacuran justru mulai merebak ketika Indonesia menderita kemiskinan akibat dari penjajahan. Upaya melepaskan diri dari kemiskinan itu salah satunya adalah menjadi pelacur. Para perempuan miskin itu terpaksa melacurkan diri pada serdadu-serdadu penjajah, pedagang-pedagang di pelabuhan, pegawai-pegawai yang stres, dan lain sebagainya.

            Memang ada sih yang mirip bahwa pelacuran sudah ada di Indonesia sejak lama, tetapi kita harus melihat bahwa hal itu terjadi setelah adanya interaksi dengan bangsa asing, yaitu India. Misalnya, di Bali. Seorang janda dari kasta rendah tanpa adanya dukungan yang kuat dari keluarga secara otomatis menjadi milik raja. Jika raja memutuskan tidak mengambil dan memasukkan dalam lingkungan istana, dia akan dikirim ke luar kota untuk menjadi pelacur. Sebagian dari penghasilannya harus diserahkan kepada raja secara teratur. Akan tetapi, hal itu bukanlah bisa disebutkan pelacuran karena perempuan itu sedang berada dalam kondisi “dipaksa” oleh raja, bukan atas kemauan sendiri. Saya lebih suka menyebutnya sebagai penindasan terhadap perempuan. Hal yang harus diingat pula adalah bahwa perilaku itu terjadi bukan berasal budaya atau kebiasaan asli orang Indonesia, melainkan setelah terjadi interaksi dengan budaya asing, yaitu India. Hal itu bisa dilihat dari adanya kasta-kasta yang sama sekali tidak dikenal di dalam ajaran setiap agama lokal atau agama asli Indonesia yang jumlahnya ratusan itu.

            Pelacuran dimulai ketika terjadi interaksi secara negatif dengan bangsa asing. Pelacuran bukanlah perangai asli bangsa Indonesia. Pelacuran terjadi karena paksaan akibat himpitan ekonomi pada masa penjajahan.

            Penjajah memang brengsek!


Korupsi

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan korupsi sebagai penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau kepentingan orang lain.

Korupsi berasal dari kata korup yang berarti buruk, rusak, busuk. Suka memakai barang (uang) yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).

Perilaku korup ini selalu dilakukan diam-diam dan merugikan institusi yang pelaku korup berada di dalamnya. Kerugiannya bisa berupa kerusakan dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial.

Tidak ada catatan sejarah yang meyakinkan bahwa korupsi merupakan budaya asli Indonesia dan berasal dari watak asli bangsa Indonesia. Korupsi timbul dan tumbuh justru setelah terjadi interaksi dengan bangsa asing, terutama penjajah.

Banyak peneliti, baik dalam negeri maupun asing yang berupaya mencari jejak-jejak sejarah korupsi di Indonesia. Akan tetapi, semuanya hanya mendapatkan data-data lemah tanpa bukti dan sangat sulit dipercaya. Salah seorang profesor asing yang dikutip dalam buku Korupsi, Sifat, Sebab, dan Fungsi susunan S.H. Alatas pernah menuduh bahwa benih-benih budaya korupsi di Indonesia dimulai dalam budaya pemberian hadiah pada pemimpinnya ketika panen padi (pesta panen). Semua masyarakat memberikan hadiah berupa hasil panen kepada pemimpinnya dalam suatu acara yang besar dihadiri oleh orang banyak.

Bagi saya, itu bukanlah benih-benih korupsi. Hal itu disebabkan pemberian hadiah itu dilaksanakan secara terbuka bersama masyarakat umum sebagai ungkapan terima kasih kepada pemimpinnya dan tidak dimaksudkan untuk mengubah kebijakan Sang Pemimpin untuk kepentingan pribadi. Justru budaya itu menumbuhkan kebersamaan yang tinggi dan sikap gotong royong yang positif. Berbeda dengan korupsi yang selalu dilakukan secara diam-diam, rahasia, dan dimaksudkan untuk mengubah kebijakan agar menguntungkan pribadi dan kelompoknya.

Paham?

Adapula penelitian yang katanya dilakukan oleh Lipi, yang terkesan “memaksa” bahwa budaya korupsi di Indonesia sudah terjadi sejak zaman dulu, yaitu zaman kerajaan-kerajaan. Mereka mengatakan bahwa perang-perang yang terjadi antara kerajaan yang satu dengan yang lainnya berasal dari perilaku korup. Demikian pula saling rebut kekuasaan dalam suatu kerajaan disebut merupakan perilaku korup. Pendapat ini sungguh aneh karena tidak ada bukti penggelapan uang atau penyuapan dalam peristiwa-peristiwa itu. Perang dan korupsi adalah dua hal yang berbeda. Perang ya perang. Korupsi ya korupsi. Kalaupun perang adalah untuk korupsi, itu adalah hal yang lebih aneh. Pengambilan harta sebuah negara melalui perang, bukanlah korupsi, melainkan lebih tepat disebut upaya perampokan atau penaklukan.

Ngerti?

Adalagi pendapat tanpa bukti yang disampaikan oleh jebolan Antropologi Korupsi yang kuliahnya di luar negeri. Kata dia korupsi di Indonesia disebabkan karena budaya kerajaan dan kekerabatan para bangsawan yang saling berbagi di lingkungan keluarga. Hal itu terus terjadi berkembang sampai hari ini.

Berpendapat sih boleh, tetapi harus ada data dan fakta.

Keluarga kerajaan mana sih yang melakukan hal seperti itu?

Harusnya Sang Ahli Antropologi Korupsi itu menjelaskan secara spesifik.

Tahun berapa kejadian korup berlangsung dalam kerajaan itu?

Angka tahun itu harus jelas. Jadi, bisa dilihat bahwa kalau memang benar terjadi, bisa tampak jelas apakah pada kurun waktu itu sudah terjadi interaksi dengan bangsa asing penjajah atau belum. Kalau sudah terjadi interaksi dengan bangsa asing, saya setuju karena memang sudah ada pengaruh negatif. Kalau belum ada interaksi dengan pihak asing, saya sangat meragukannya.

Korupsi mulai tumbuh justru setelah terjadi interaksi dengan bangsa penjajah, terutama Belanda. Pendapatan VOC yang sangat besar mengakibatkan banyak terjadinya korupsi yang sekaligus menimbulkan banyak hutang. Akhirnya, VOC bangkrut. Perilaku bangsa asing dalam tubuh VOC inilah yang kemudian diikuti oleh para pegawai dan pejabat pribumi yang kemudian mewabah sampai hari ini. Inilah catatan sejarah yang banyak buktinya.

Dengan demikian, kehadiran penjajah asing itu telah memperkenalkan perilaku korup yang sangat sulit diatasi sampai hari ini.  Korupsi bukanlah budaya asli Indonesia.


Dengan demikian, jangan gemar berbangga-bangga meniru perilaku negatif bangsa asing. Bisa rusak otak, rusak pikiran, rusak hati, dan rusak moral.

Tuesday, 15 March 2016

Indonesia Harus Belajar Indonesia untuk Palestina

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Sebagaimana yang pernah saya tulis bahwa Indonesia ini adalah miniatur dunia. Ada ribuan suku, ras, bahasa, adat istiadat, dan keyakinan. Ada ribuan bahkan jutaan peristiwa yang terjadi berikut beragam penyelesaiannya. Semua masalah yang terjadi di dunia ini pernah pula terjadi di Indonesia dan Indonesia berhasil menyelesaikannya atau sedang menuju keberhasilan dalam penyelesaiannya. Sesungguhnya, pengalaman Indonesia dengan masalah dan penyelesaiannya itu harus dijadikan bahan atau dasar rujukan untuk menyelesaikan berbagai kemelut di seluruh dunia. Allah swt telah memberikan banyak pelajaran pada Indonesia, baik memberikan masalah maupun memberikan petunjuk untuk menyelesaikannya.

            Tak ada masalah di dunia ini yang tidak pernah terjadi di Indonesia. Iya kan?

            Coba sebutkan satu saja masalah di dunia yang tidak pernah terjadi di Indonesia. Pasti tidak ada.

            Benar, kan?

            Salah!

            Makanya, kalau baca tulisan di internet itu hati-hati. Jangan tergiring para penulis yang berupaya mengacaukan pikiran pembacanya. Di internet ini banyak pembohong dan penipu. Tulisan saya di awal itu cuma menguji pembaca, apakah mudah ditipu atau tidak. Hal itu disebabkan saya yakin ketika membaca tulisan awal saya, ada banyak pembaca yang langsung percaya, padahal seharusnya jangan langsung percaya. Hati-hati.

            Sesungguhnya, ada masalah di dunia ini yang tidak pernah terjadi di Indonesia, yaitu “pembunuhan presiden”.

            Benar, kan?

            Nah, yang ini pasti benar.

            Di Indonesia ini tidak pernah terjadi pembunuhan terhadap presiden. Seburuk apa pun presiden Indonesia, sebenci apa pun rakyat Indonesia terhadap presidennya, pembunuhan terhadap presiden bukanlah watak dan kultur bangsa Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat yang sistem politiknya sering dibangga-banggakan orang itu. Banyak sekali presidennya yang mengalami upaya pembunuhan. Bahkan, Banyak Presiden AS itu yang benar-benar mati dibunuh. Mengerikan sekali dan sama sekali tidak beradab.

            Akan tetapi, anehnya banyak orang di Indonesia ini yang suka memuja-muji sistem politik AS. Padahal, banyak pembunuhan di sana, termasuk pada pemimpin politiknya, juga penurunan moral dan peningkatan kemaksiatan. Negara dengan banyak pembunuhan dan penurunan moral begitu dijadikan contoh. Bego banget.

            Sudahlah, bukan itu yang ingin saya tulis. Itu mah cuma iseng aja ngingetin pembaca agar tidak mudah ditipu dan dibohongi.

            Kita patut mengacungkan jempol untuk Presiden Jokowi yang tegas sikapnya terhadap persoalan Israel-Palestina. Itu pun terbukti dengan koordinasi yang baik terhadap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang segera mengambil langkah-langkah politik dan diplomasi untuk mengejawantahkan sikap Indonesia tersebut.

            Sayangnya, setegas apa pun pemerintah Indonesia, sekasar apa pun rakyat Indonesia terhadap Israel,  seyakin apa pun Jokowi, selelah apa pun Retno Marsudi, Palestina tidak akan pernah berhasil melepaskan diri dari penjajahan Israel. Itu pasti.

            Hampir seluruh pengamat dunia dan Timur Tengah di Indonesia mengatakan bahwa kunci penyelesaian konflik Palestina-Israel adalah Israel sendiri. Artinya, Israel harus membuka diri untuk berdamai dan mengembalikan tanah dan harta rakyat Palestina yang telah dirampoknya agar bisa tercipta dua negara yang merdeka dan damai.

            Kalau kuncinya adalah Israel sendiri, sudah bisa dipastikan, konflik itu tidak akan pernah selesai dan Palestina akan terus menderita, bahkan akan lebih hancur dan diperbudak Israel. Hasil pengamatan yang menyerahkan kunci penyelesaian pada Israel adalah pernyataan yang menunjukkan bahwa “tak ada jalan lain” untuk menyelesaikan masalah dan membebaskan Palestina selain dari “kemurahan hati” Israel.

            Sampai kapan pun jika dunia berpandangan bahwa kuncinya adalah Israel sendiri, Palestina tidak akan pernah bebas dan akan semakin menyedihkan. Penjajah itu tidak akan pernah “bermurah hati” dan tidak akan pernah “membuka kunci pintu” untuk kebaikan bersama. Mereka akan terus menjajah dan merampok apa pun yang bisa mereka kuasai. Begitu kebiasaannya.

            Kita punya sejarah yang nyata. Belanda dan penjajah lainnya sering sekali melanggar perjanjian. Hasil-hasil perundingan dianggap hanya tulisan di kertas. Kita masih ingat bagaimana Pangeran Dipenogoro dicurangi, bagaimana pula penjajah tetap melancarkan agresi meskipun sudah ada perjanjian untuk tidak melakukan hal itu. Indonesia mengalami penderitaan dicurangi seperti itu. Oleh sebab itu, tak perlu heran jika Israel sering melanggar perjanjian dan tidak mematuhi resolusi PBB. Penjajah memang begitu tabiatnya.

            Kalau mau melepaskan diri dari penjajahan Israel, kuncinya bukanlah diserahkan pada Israel dan bukan pula pada dukungan Oki, bahkan bukan pula pada Indonesia. Kunci yang sebenarnya adalah ada pada Palestina sendiri, baik pemerintahnya, organisasi yang di dalamnya, dan seluruh rakyatnya.

            Mari kita lihat bagaimana Indonesia menghadapi penjajahan. Indonesia selalu kalah dan menderita dalam melawan penjajah. Penyebabnya adalah tidak ada persatuan dan kesatuan dalam melakukan perlawanan. Setiap kerajaan dan setiap organisasi perlawanan berjuang sendiri-sendiri tanpa koordinasi yang baik. Oleh sebab itu, Ir. Soekarno menyadari betul hal itu sehingga bersama-sama tokoh nasionalis lainnya menyerukan persatuan dan kesatuan secara nasional untuk mencapai kemerdekaan bersama. Para founding fathers kita berupaya keras mewujudkan persatuan itu, baik dengan cara “terang-terangan” maupun dengan cara “sembunyi-sembunyi”. Seruan untuk bersatu itu mendapatkan sambutan yang hangat sehingga benar-benar tercipta perlawanan yang lebih terkoordinasi.

            Perbedaan paham dan hal lainnya dikesampingkan lebih dahulu. Ada tiga paham yang diperjuangkan untuk Indonesia merdeka ini, yaitu paham Islam, paham nasionalis, dan paham komunis. Ketiga paham ini sangat sering bentrok. Akan tetapi, ketika melakukan perlawanan, mereka bersama-sama mengusir penjajahan. Artinya, secara singkat dapatlah dikatakan bahwa saat itu kelompok-kelompok perlawanan mengesampingkan dahulu perbedaan agar tujuan awal bisa dicapai, yaitu kemerdekaan. Soal paham yang mana yang akan digunakan sebagai dasar negara, itu nomor dua. Nomor satu adalah merdeka dulu.

            Hal itu sebagaimana ceritera seorang kakek-kakek pejuang NII asli beberapa waktu lalu kepada saya.

            Sang Kakek itu bilang, “Kita ikuti Soekarno karena Soekarno janji yang penting merdeka aja dulu. Soal bentuk negara mau Islam, nasionalis, ataupun komunis, itu soal nanti. Kita merdeka aja dulu.”

            Nah, ajaran Soekarno ini bisa diekspor ke Palestina. Di sana itu perlawanan juga tidak terkoordinasi dengan baik. Setiap organisasi punya ego masing-masing, seperti di Indonesia masa dulu. Ada yang ngotot pengen dasar Negara Palestina adalah Islam. Ada pula yang keras hati ingin dasarnya sekuler. Tidak adanya persatuan dalam melakukan perlawanan sudah jelas melemahkan kekuatan diri Palestina sendiri. Itu sudah terbukti terjadi di Indonesia. Sesungguhnya, pemerintah Indonesia bisa “mengajari” Palestina tentang pentingnya persatuan tersebut berdasarkan pengalaman sejarah sendiri. Pemerintah Indonesia bisa bersama-sama dengan Oki memfasilitasi pertemuan di antara kelompok-kelompok yang bertikai di Palestina. Sadarkan mereka dengan sejarah Indonesia sendiri, yaitu soal negara mau dasarnya Islam atau sekuler, itu soal nanti, yang penting merdeka dulu. Bentuk negara atau hal lainnya itu bisa diselesaikan nanti setelah merdeka. Begitulah Indonesia telah merdeka dengan pengalamannya.

            Kunci kekuatan itu sebenarnya ada dalam tubuh Palestina sendiri. Kebebasan Palestina itu bukanlah bergantung pada Indonesia, Oki, Israel, ataupun negara-negara lain. Kebebasan Palestina adalah bergantung pada Palestina sendiri.

            Rakyat Indonesia pasti akan sangat senang dan mendukung penuh jika Indonesia dijadikan tempat bersejarah bagi bersatunya faksi-faksi yang sering bertikai di Palestina untuk melakukan perlawanan secara bersama terhadap Israel. Indonesia pun akan dicatat dunia sebagai negara yang sangat berpengaruh untuk menciptakan “perdamaian dunia”.

            Setelah orang-orang Palestina bersatu, tetapkan cara perjuangannya. Mau kooperatif atau nonkooperatif. Mereka harus memilihnya. Mereka bisa bekerja bersama Israel untuk menciptakan perdamaian atau memilih untuk tidak bekerja sama. Ajari pula bagaimana mereka caranya untuk melakukan perlawanan dengan cara diplomasi dan militer. Indonesia sangat berpengalaman bagaimana menyinergikan perjuangan militer dengan perjuangan melalui jalur diplomasi.

            Ingatkan pula penderitaan Indonesia ketika penjajah melakukan politk devide et impera, ‘politik adu domba’, ‘politik belah bambu’. Penjajah akan melakukan hal itu di mana pun. Sejarah sudah membuktikannya. Kita diadu domba di antara sesama bangsa sendiri. Politik adu domba ini sangat mungkin terjadi di Palestina. Dengar-dengar Hamas itu partai yang dibentuk Israel untuk menjatuhkan Yaser Arafat dan PLO-nya. Itu sudah jadi tanda bahwa orang Palestina juga diadudomba oleh Israel.

            Kunci Palestina merdeka adalah pada diri Palestina sendiri. Mereka harus bersatu bersama senasib sepenanggungan. Indonesia harus menjadi motor utama dalam perdamaian sehingga tercipta dua negara merdeka, yaitu Palestina Merdeka dan Israel Merdeka. Negara-negara anggota Oki lainnya harus pula berada di belakang Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia, bukan cuma pinter rebutan minyak aja di negaranya masing-masing.

            Kalau Indonesia berhasil mentransfer pengetahuan, semangat, sejarah, dan energi Indonesia ke Palestina, Indonesia akan dicatat dalam tinta emas sejarah dunia sebagai “Negeri Ramah Penuh Berkah Pencipta Perdamaian”. Yang mencatat bukan hanya sejarah dunia, melainkan pula para malaikat dan Allah swt. Negeri ini akan mendapatkan banyak ampunan dari Allah swt, baik di dunia maupun di akhirat. Amin.