Saturday, 19 March 2016

Borobudur Senasib Buraq

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Nasib Candi Borobudur akan sama dengan nasib buraq. Hilang tak berbekas dan tak pernah diingat-ingat lagi karena memalukan.

            Buraq adalah kendaraan Nabi Muhammad saw ketika melakukan perjalanan Isra Miraj. Sampai hari ini tak ada satu orang pun yang mampu menggambarkan jenis fisik buraq tersebut. Rasulullah saw memang pernah mengilustrasikan kondisi fisik buraq. Beliau memisalkan buraq adalah kendaraan yang ukurannya sama dengan baghal atau keledai. Nabi Muhammad saw menjelaskan hal itu kepada orang-orang saat itu dengan pikiran, pengalaman, pengetahuan sebatas yang ada masa itu. Hal itu dilakukan agar orang-orang mudah mengerti. Tidak mungkin Nabi Muhammad saw menggambarkan buraq kepada orang-orang saat itu dengan kondisi fisik buraq yang sebenarnya karena tidak akan kesampaian. Orang-orang akan tambah bingung. Nabi Muhammad saw tak mungkin menjelaskan detail buraq dengan setiap kerumitan yang ada di dalamnya yang dipenuhi teknologi canggih yang mampu melesat terbang ke mana-mana melebihi kecepatan cahaya. Kita juga yang pada masa sekarang ini mengenal berbagai pesawat yang kecepatannya melebihi kecepatan suara masih akan bingung jika Nabi Muhammad menjelaskan sesuai dengan kondisi alam pikiran kita saat ini. Mungkin Nabi Muhammad saw akan menjelaskan untuk kita bahwa buraq adalah semacam pesawat tempur sukhoi.

            Keledai dengan sukhoi memiliki kesamaan dalam hal kapasitas penumpang. Kedua kendaraan itu hanya diperuntukkan untuk satu atau dua penumpang yang sekaligus berperan pula sebagai pengendalinya. Jadi, gambaran keledai atau baghal itu adalah permisalan yang disesuaikan pengetahuan manusia saat itu.

            Nah, para penghina Islam yang berusaha menyesatkan orang Islam melihat hal tersebut sebagai bahan untuk menghina dan menyesatkan kaum muslimin. Mereka mengarang dan membuat-buat kisah serta gambaran mengenai buraq. Ajaibnya, hampir 100% kaum muslimin di seluruh dunia percaya tentang gambaran para penghina Islam itu. Gambaran untuk buraq yang mereka buat adalah berdasarkan penjelasan Nabi Muhammad saw yang mengilustrasikan bahwa buraq sebagai keledai. Para penipu itu pun membuat lukisan bahwa buraq adalah kuda terbang bersayap yang memiliki kepala manusia dengan jenis kelamin perempuan.

            Alhasil, hampir seluruh kaum muslim di Indonesia memasang poster kuda bersayap berkepala perempuan itu di rumahnya. Bukan hanya satu poster yang dipasang, melainkan banyak. Ada yang dipasang di ruang tamu, kamar tidur, depan televisi, atau tempat shalat. Poster itu sangat terkenal pada masa itu. Bahkan, di rumah kiyai-kiyai, di pesantren-pesantren, malahan di sekolah-sekolah negeri dan swasta juga terpampang. Demikian pula, di ruangan kepala sekolah gambar itu selalu ada. Poster itu pun dikeramatkan sebagaimana poster Surat Yasin atau poster ayat Qursy. Saya melihatnya sendiri. Setiap memasuki rumah orang lain, poster itu selalu ada dan ditempatkan di tempat yang khusus, lebih terhormat dibandingkan foto keluarga sendiri.

            Saya juga mempercayainya saat itu karena setiap orang tua, ahli agama, termasuk guru di sekolah mengajarkan bahwa buraq itu adalah kuda terbang bersayap berkepala perempuan. Bahkan, saya masih ingat ketika masih kelas dua sekolah dasar, guru agama saya mengajarkan soal buraq ini secara khusus. Dia menceriterakan bagaimana buraq itu terbang membawa Nabi Muhammad saw menuju sidratul muntaha. Dia mengajarkan bahwa kuda itu bagian punggungnya selalu stabil, datar, tidak pernah berubah sehingga Nabi Muhammad saw tidak terganggu duduknya. Kalau menemukan jalan yang rendah, kaki kuda itu memanjang. Kalau menemukan tempat yang tinggi, kaki kuda itu memendek sehingga Nabi Muhammad saw tidak pernah terjengkang ketika menanjak dan tidak pernah menunduk ketika menurun, selalu dalam keadaan stabil.

            Akan tetapi, kebohongan pasti selalu musnah. Ketika saya kelas 3 SMP atau dalam usia 15 tahun, seorang aktivis pergerakan Islam menghancurkan gambaran yang saya percayai tentang buraq. Dia dengan sangat berapi-api menjelaskan bahwa gambaran buraq itu merupakan penghinaan orang-orang kafir kepada Nabi Muhammad saw. Mereka sengaja menggambarkan buraq seperti itu untuk menghina Nabi Muhammad saw sebagai pria yang gemar wanita berbadan kuda.  Di Indonesia kebohongan itu ditambahi dengan ceritera bodoh lainnya, yaitu kepala kuda itu adalah berwajah Ratu Belanda. Mereka berharap  kaum muslimin Indonesia percaya bahwa yang mengantarkan Nabi Muhammad saw menghadap Allah swt itu adalah Ratu Belanda.

            Sejak saat itu, sontak, saya langsung tidak percaya lagi apa pun gambaran buraq seperti yang telah bertahun-tahun saya percayai. Akan tetapi, di rumah-rumah orang Islam Indonesia dan pada berbagai tempat resmi lainnya seperti sekolah dan ruangan perkantoran, poster-poster cewek bertubuh kuda itu masih tetap ada.

            Sejalan dengan perkembangan waktu, poster-poster itu pun menghilang dari peredaran. Alhamdulillah, hari ini anak-anak muda kita tidak pernah tahu tentang gambar atau poster itu.

Beberapa waktu lalu ketika mahasiswa-mahasiswa Universitas Al Ghifari Bandung mengajak saya berdiskusi, sempat saya tanyakan kepada mereka, “Kalian masih ingat poster kuda terbang berbadan wanita?”

Mereka semua kebingungan.

Saya tanya sekali lagi, “Kalian tidak pernah tahu ada poster itu?”

Semuanya geleng-geleng kepala pertanda memang benar tidak pernah melihatnya. Padahal, saya menduga masih ada yang percaya pada poster itu. Alhamdulillah, artinya poster itu tidak pernah ada lagi. Orang-orang sudah tidak percaya pada gambaran cabe-cabean bertubuh kuda bersayap itu.

Bagaimana dengan Candi Borobudur?

Tenang saja. Nasibnya akan seperti seperti buraq itu. Insyaallah. Dulu seluruh dunia percaya bahwa buraq itu seperti yang digambarkan para penghina Islam, tetapi sekarang  sudah tidak ada lagi yang percaya. Kalau masih ada yang percaya bahwa buraq seperti gambaran kuda terbang itu, kebangetan.

Borobudur juga sama dipercaya dunia sebagai warisan agama Budha, padahal umat Budha sendiri tidak punya bukti jelas selain hasil penelitian orang-orang bule yang sekarang mudah sekali digugat itu. Saya sendiri ketika masih menjadi wartawan majalah pendidikan pada sekitar 1997-1998 mengalami pengalaman spiritual-transedental di Candi Borobudur saat melakukan peliputan. Saya merasakan pesona luar biasa di sana sampai meyakini penuh bahwa relief-relief dan tingkatan-tingkatan yang ada pada Candi Borobudur memberikan pengajaran bagaimana caranya untuk shalat khusyuk dan “melebur” dalam diri Allah swt dengan penuh kesempurnaan. Persoalannya, saat itu saya takut untuk mengatakannya kepada orang lain. Di samping takut, saya juga tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Saya cuma orang yang baru lulus dari Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung. Saya hanya meyakininya sendiri dan melaksanakan ajaran Borobudur sendiri dan sampai sekarang saya masih kesulitan untuk menerangkannya dengan kalimat-kalimat yang baik tentang apa yang saya dapatkan dari pengalaman spiritual saya di Borobudur. Memang sangat tidak mudah menerjemahkan pengalaman spiritual ke dalam bahasa lisan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fahmi Basya bagi saya sangat memperkuat apa yang telah saya yakini dan apa yang telah saya lakukan sejak dulu. Fahmi Basya membuat saya tambah yakin dan tenang dalam memahami Borobudur sebagai pijakan untuk berupaya menjadi orang yang lebih baik di hadapan Allah swt.

Di Borobudur itu ada ajaran tentang bagaimana caranya mengabdi kepada Allah swt, baik melalui upaya ritual maupun sosial. Saya tahu benar hal itu. Tak perlu heran Allah swt memperjalankan Nabi Muhammad saw ke Borobudur untuk mendapatkan perintah shalat karena pengajaran shalat itu ada di Borobudur.

Bagaimana cara shalat yang baik dan khusyuk?

Ya itu, lihat itu di tempat Nabi Muhammad saw menginjakkan kaki sebelum naik ke langit. Tempat itu namanya Candi Borobudur, “tempat sujud terjauh”.

Allah swt memerintahkan umat Islam shalat dan pengetahuan shalat itu ada di Borobudur. Pengetahuan untuk shalat yang benar itu ada tepat di tempat Nabi Muhammad saw berhenti sejenak sebelum bertemu Allah swt secara langsung.

Lama-lama nasib Candi Borobudur akan senasib dengan buraq. Keyakinan orang-orang akan berubah dengan sendirinya dan keyakinan lama akan hilang musnah, tak ingin diingat-ingat lagi karena memalukan.

Coba aja tanya kepada orangtua kalian.

            Pernahkah mereka melihat poster kuda terbang itu?

            Jawabannya, hampir bisa dikatakan pasti pernah. Kalau tidak, mungkin mereka berbohong karena malu dan tidak ingin mengingatnya lagi. Soalnya, poster itu menjadi tidak penting lagi, tidak lagi keramat.

            Tanyalah kenapa dulu dipasang itu poster-poster cewek berbadan kuda?

            Tanya juga kenapa sampai percaya pada ceritera buraq itu?

            Tanya lagi, kalau masih percaya, kenapa tidak dipasang lagi sekarang?


            Kebohongan pasti hilang, kebenaran pasti menang.

No comments:

Post a Comment