oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Nasib
Candi Borobudur akan sama dengan nasib buraq.
Hilang tak berbekas dan tak pernah diingat-ingat lagi karena memalukan.
Buraq adalah kendaraan Nabi Muhammad saw ketika melakukan
perjalanan Isra Miraj. Sampai hari ini tak ada satu orang pun yang mampu
menggambarkan jenis fisik buraq tersebut. Rasulullah saw memang pernah
mengilustrasikan kondisi fisik buraq. Beliau memisalkan buraq adalah kendaraan
yang ukurannya sama dengan baghal atau
keledai. Nabi Muhammad saw menjelaskan hal itu kepada orang-orang saat itu
dengan pikiran, pengalaman, pengetahuan sebatas yang ada masa itu. Hal itu
dilakukan agar orang-orang mudah mengerti. Tidak mungkin Nabi Muhammad saw
menggambarkan buraq kepada orang-orang saat itu dengan kondisi fisik buraq yang
sebenarnya karena tidak akan kesampaian. Orang-orang akan tambah bingung. Nabi
Muhammad saw tak mungkin menjelaskan detail buraq dengan setiap kerumitan yang
ada di dalamnya yang dipenuhi teknologi canggih yang mampu melesat terbang ke
mana-mana melebihi kecepatan cahaya. Kita juga yang pada masa sekarang ini
mengenal berbagai pesawat yang kecepatannya melebihi kecepatan suara masih akan
bingung jika Nabi Muhammad menjelaskan sesuai dengan kondisi alam pikiran kita
saat ini. Mungkin Nabi Muhammad saw akan menjelaskan untuk kita bahwa buraq
adalah semacam pesawat tempur sukhoi.
Keledai dengan sukhoi
memiliki kesamaan dalam hal kapasitas penumpang. Kedua kendaraan itu hanya
diperuntukkan untuk satu atau dua penumpang yang sekaligus berperan pula sebagai
pengendalinya. Jadi, gambaran keledai atau baghal
itu adalah permisalan yang disesuaikan pengetahuan manusia saat itu.
Nah, para penghina Islam yang berusaha menyesatkan orang
Islam melihat hal tersebut sebagai bahan untuk menghina dan menyesatkan kaum
muslimin. Mereka mengarang dan membuat-buat kisah serta gambaran mengenai
buraq. Ajaibnya, hampir 100% kaum muslimin di seluruh dunia percaya tentang
gambaran para penghina Islam itu. Gambaran untuk buraq yang mereka buat adalah
berdasarkan penjelasan Nabi Muhammad saw yang mengilustrasikan bahwa buraq
sebagai keledai. Para penipu itu pun membuat lukisan bahwa buraq adalah kuda terbang bersayap yang memiliki kepala
manusia dengan jenis kelamin perempuan.
Alhasil, hampir seluruh kaum muslim di Indonesia memasang
poster kuda bersayap berkepala perempuan
itu di rumahnya. Bukan hanya satu poster yang dipasang, melainkan banyak. Ada yang
dipasang di ruang tamu, kamar tidur, depan televisi, atau tempat shalat. Poster
itu sangat terkenal pada masa itu. Bahkan, di rumah kiyai-kiyai, di
pesantren-pesantren, malahan di sekolah-sekolah negeri dan swasta juga
terpampang. Demikian pula, di ruangan kepala sekolah gambar itu selalu ada.
Poster itu pun dikeramatkan sebagaimana poster Surat Yasin atau poster ayat
Qursy. Saya melihatnya sendiri. Setiap memasuki rumah orang lain, poster itu
selalu ada dan ditempatkan di tempat yang khusus, lebih terhormat dibandingkan
foto keluarga sendiri.
Saya juga mempercayainya saat itu karena setiap orang
tua, ahli agama, termasuk guru di sekolah mengajarkan bahwa buraq itu adalah kuda terbang bersayap berkepala perempuan.
Bahkan, saya masih ingat ketika masih kelas dua sekolah dasar, guru agama saya
mengajarkan soal buraq ini secara khusus. Dia menceriterakan bagaimana buraq
itu terbang membawa Nabi Muhammad saw menuju sidratul muntaha. Dia mengajarkan bahwa kuda itu bagian punggungnya
selalu stabil, datar, tidak pernah berubah sehingga Nabi Muhammad saw tidak
terganggu duduknya. Kalau menemukan jalan yang rendah, kaki kuda itu memanjang.
Kalau menemukan tempat yang tinggi, kaki kuda itu memendek sehingga Nabi
Muhammad saw tidak pernah terjengkang ketika menanjak dan tidak pernah menunduk
ketika menurun, selalu dalam keadaan stabil.
Akan tetapi, kebohongan pasti selalu musnah. Ketika saya kelas
3 SMP atau dalam usia 15 tahun, seorang aktivis pergerakan Islam menghancurkan
gambaran yang saya percayai tentang buraq. Dia dengan sangat berapi-api
menjelaskan bahwa gambaran buraq itu merupakan penghinaan orang-orang kafir
kepada Nabi Muhammad saw. Mereka sengaja menggambarkan buraq seperti itu untuk
menghina Nabi Muhammad saw sebagai pria
yang gemar wanita berbadan kuda. Di
Indonesia kebohongan itu ditambahi dengan ceritera bodoh lainnya, yaitu kepala
kuda itu adalah berwajah Ratu Belanda.
Mereka berharap kaum muslimin Indonesia
percaya bahwa yang mengantarkan Nabi Muhammad saw menghadap Allah swt itu
adalah Ratu Belanda.
Sejak saat itu, sontak, saya langsung tidak percaya lagi
apa pun gambaran buraq seperti yang telah bertahun-tahun saya percayai. Akan
tetapi, di rumah-rumah orang Islam Indonesia dan pada berbagai tempat resmi
lainnya seperti sekolah dan ruangan perkantoran, poster-poster cewek bertubuh kuda itu masih tetap ada.
Sejalan dengan perkembangan waktu, poster-poster itu pun
menghilang dari peredaran. Alhamdulillah,
hari ini anak-anak muda kita tidak pernah tahu tentang gambar atau poster
itu.
Beberapa
waktu lalu ketika mahasiswa-mahasiswa Universitas Al Ghifari Bandung mengajak
saya berdiskusi, sempat saya tanyakan kepada mereka, “Kalian masih ingat poster
kuda terbang berbadan wanita?”
Mereka
semua kebingungan.
Saya
tanya sekali lagi, “Kalian tidak pernah tahu ada poster itu?”
Semuanya
geleng-geleng kepala pertanda memang benar tidak pernah melihatnya. Padahal,
saya menduga masih ada yang percaya pada poster itu. Alhamdulillah, artinya poster itu tidak pernah ada lagi.
Orang-orang sudah tidak percaya pada gambaran cabe-cabean bertubuh kuda bersayap itu.
Bagaimana
dengan Candi Borobudur?
Tenang
saja. Nasibnya akan seperti seperti buraq itu. Insyaallah. Dulu seluruh dunia percaya bahwa buraq itu seperti yang
digambarkan para penghina Islam, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi yang percaya. Kalau
masih ada yang percaya bahwa buraq seperti gambaran kuda terbang itu, kebangetan.
Borobudur
juga sama dipercaya dunia sebagai warisan agama Budha, padahal umat Budha
sendiri tidak punya bukti jelas selain hasil penelitian orang-orang bule yang
sekarang mudah sekali digugat itu. Saya sendiri ketika masih menjadi wartawan
majalah pendidikan pada sekitar 1997-1998 mengalami pengalaman
spiritual-transedental di Candi Borobudur saat melakukan peliputan. Saya
merasakan pesona luar biasa di sana sampai meyakini penuh bahwa relief-relief
dan tingkatan-tingkatan yang ada pada Candi Borobudur memberikan pengajaran
bagaimana caranya untuk shalat khusyuk dan “melebur” dalam diri Allah swt
dengan penuh kesempurnaan. Persoalannya, saat itu saya takut untuk
mengatakannya kepada orang lain. Di samping takut, saya juga tidak tahu
bagaimana cara menjelaskannya. Saya cuma orang yang baru lulus dari Fakultas
Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung. Saya hanya meyakininya sendiri dan
melaksanakan ajaran Borobudur sendiri dan sampai sekarang saya masih kesulitan
untuk menerangkannya dengan kalimat-kalimat yang baik tentang apa yang saya
dapatkan dari pengalaman spiritual saya di Borobudur. Memang sangat tidak mudah
menerjemahkan pengalaman spiritual ke dalam bahasa lisan.
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Fahmi Basya bagi saya sangat memperkuat apa yang
telah saya yakini dan apa yang telah saya lakukan sejak dulu. Fahmi Basya
membuat saya tambah yakin dan tenang dalam memahami Borobudur sebagai pijakan
untuk berupaya menjadi orang yang lebih baik di hadapan Allah swt.
Di
Borobudur itu ada ajaran tentang bagaimana caranya mengabdi kepada Allah swt,
baik melalui upaya ritual maupun sosial. Saya tahu benar hal itu. Tak perlu heran
Allah swt memperjalankan Nabi Muhammad saw ke Borobudur untuk mendapatkan
perintah shalat karena pengajaran shalat itu ada di Borobudur.
Bagaimana
cara shalat yang baik dan khusyuk?
Ya
itu, lihat itu di tempat Nabi Muhammad saw menginjakkan kaki sebelum naik ke
langit. Tempat itu namanya Candi Borobudur, “tempat sujud terjauh”.
Allah
swt memerintahkan umat Islam shalat dan pengetahuan shalat itu ada di
Borobudur. Pengetahuan untuk shalat yang benar itu ada tepat di tempat Nabi
Muhammad saw berhenti sejenak sebelum bertemu Allah swt secara langsung.
Lama-lama
nasib Candi Borobudur akan senasib dengan buraq. Keyakinan orang-orang akan
berubah dengan sendirinya dan keyakinan lama akan hilang musnah, tak ingin
diingat-ingat lagi karena memalukan.
Coba
aja tanya kepada orangtua kalian.
Pernahkah mereka melihat poster kuda terbang itu?
Jawabannya, hampir bisa dikatakan pasti pernah. Kalau
tidak, mungkin mereka berbohong karena malu dan tidak ingin mengingatnya lagi.
Soalnya, poster itu menjadi tidak penting lagi, tidak lagi keramat.
Tanyalah kenapa dulu dipasang itu poster-poster cewek berbadan
kuda?
Tanya juga kenapa sampai percaya pada ceritera buraq itu?
Tanya lagi, kalau masih percaya, kenapa tidak dipasang
lagi sekarang?
Kebohongan pasti hilang, kebenaran pasti menang.
No comments:
Post a Comment