oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sebagaimana yang pernah saya
tulis bahwa Indonesia ini adalah miniatur dunia. Ada ribuan suku, ras, bahasa,
adat istiadat, dan keyakinan. Ada ribuan bahkan jutaan peristiwa yang terjadi
berikut beragam penyelesaiannya. Semua masalah yang terjadi di dunia ini pernah
pula terjadi di Indonesia dan Indonesia berhasil menyelesaikannya atau sedang
menuju keberhasilan dalam penyelesaiannya. Sesungguhnya, pengalaman Indonesia
dengan masalah dan penyelesaiannya itu harus dijadikan bahan atau dasar rujukan
untuk menyelesaikan berbagai kemelut di seluruh dunia. Allah swt telah
memberikan banyak pelajaran pada Indonesia, baik memberikan masalah maupun
memberikan petunjuk untuk menyelesaikannya.
Tak ada masalah di dunia ini yang tidak pernah terjadi di
Indonesia. Iya kan?
Coba sebutkan satu saja masalah di dunia yang tidak
pernah terjadi di Indonesia. Pasti tidak ada.
Benar, kan?
Salah!
Makanya, kalau baca tulisan di internet itu hati-hati.
Jangan tergiring para penulis yang berupaya mengacaukan pikiran pembacanya. Di
internet ini banyak pembohong dan penipu. Tulisan saya di awal itu cuma menguji
pembaca, apakah mudah ditipu atau tidak. Hal itu disebabkan saya yakin ketika
membaca tulisan awal saya, ada banyak pembaca yang langsung percaya, padahal seharusnya
jangan langsung percaya. Hati-hati.
Sesungguhnya, ada masalah di dunia ini yang tidak pernah
terjadi di Indonesia, yaitu “pembunuhan presiden”.
Benar, kan?
Nah, yang ini pasti benar.
Di Indonesia ini tidak pernah terjadi pembunuhan terhadap
presiden. Seburuk apa pun presiden Indonesia, sebenci apa pun rakyat Indonesia
terhadap presidennya, pembunuhan terhadap presiden bukanlah watak dan kultur
bangsa Indonesia. Berbeda dengan Amerika Serikat yang sistem politiknya sering
dibangga-banggakan orang itu. Banyak sekali presidennya yang mengalami upaya
pembunuhan. Bahkan, Banyak Presiden AS itu yang benar-benar mati dibunuh.
Mengerikan sekali dan sama sekali tidak beradab.
Akan tetapi, anehnya banyak orang di Indonesia ini yang
suka memuja-muji sistem politik AS. Padahal, banyak pembunuhan di sana,
termasuk pada pemimpin politiknya, juga penurunan moral dan peningkatan
kemaksiatan. Negara dengan banyak pembunuhan dan penurunan moral begitu
dijadikan contoh. Bego banget.
Sudahlah, bukan itu yang ingin saya tulis. Itu mah cuma iseng
aja ngingetin pembaca agar tidak
mudah ditipu dan dibohongi.
Kita patut mengacungkan jempol untuk Presiden Jokowi yang
tegas sikapnya terhadap persoalan Israel-Palestina. Itu pun terbukti dengan
koordinasi yang baik terhadap Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang segera
mengambil langkah-langkah politik dan diplomasi untuk mengejawantahkan sikap
Indonesia tersebut.
Sayangnya, setegas apa pun pemerintah Indonesia, sekasar
apa pun rakyat Indonesia terhadap Israel, seyakin apa pun Jokowi, selelah apa pun Retno
Marsudi, Palestina tidak akan pernah berhasil melepaskan diri dari penjajahan
Israel. Itu pasti.
Hampir seluruh pengamat dunia dan Timur Tengah di
Indonesia mengatakan bahwa kunci penyelesaian konflik Palestina-Israel adalah
Israel sendiri. Artinya, Israel harus membuka diri untuk berdamai dan
mengembalikan tanah dan harta rakyat Palestina yang telah dirampoknya agar bisa
tercipta dua negara yang merdeka dan damai.
Kalau kuncinya adalah Israel sendiri, sudah bisa
dipastikan, konflik itu tidak akan pernah selesai dan Palestina akan terus
menderita, bahkan akan lebih hancur dan diperbudak Israel. Hasil pengamatan
yang menyerahkan kunci penyelesaian pada Israel adalah pernyataan yang
menunjukkan bahwa “tak ada jalan lain” untuk menyelesaikan masalah dan
membebaskan Palestina selain dari “kemurahan hati” Israel.
Sampai kapan pun jika dunia berpandangan bahwa kuncinya
adalah Israel sendiri, Palestina tidak akan pernah bebas dan akan semakin
menyedihkan. Penjajah itu tidak akan pernah “bermurah hati” dan tidak akan
pernah “membuka kunci pintu” untuk kebaikan bersama. Mereka akan terus menjajah
dan merampok apa pun yang bisa mereka kuasai. Begitu kebiasaannya.
Kita punya sejarah yang nyata. Belanda dan penjajah
lainnya sering sekali melanggar perjanjian. Hasil-hasil perundingan dianggap
hanya tulisan di kertas. Kita masih ingat bagaimana Pangeran Dipenogoro
dicurangi, bagaimana pula penjajah tetap melancarkan agresi meskipun sudah ada
perjanjian untuk tidak melakukan hal itu. Indonesia mengalami penderitaan
dicurangi seperti itu. Oleh sebab itu, tak perlu heran jika Israel sering
melanggar perjanjian dan tidak mematuhi resolusi PBB. Penjajah memang begitu
tabiatnya.
Kalau mau melepaskan diri dari penjajahan Israel,
kuncinya bukanlah diserahkan pada Israel dan bukan pula pada dukungan Oki,
bahkan bukan pula pada Indonesia. Kunci yang sebenarnya adalah ada pada
Palestina sendiri, baik pemerintahnya, organisasi yang di dalamnya, dan seluruh
rakyatnya.
Mari kita lihat bagaimana Indonesia menghadapi
penjajahan. Indonesia selalu kalah dan menderita dalam melawan penjajah.
Penyebabnya adalah tidak ada persatuan dan kesatuan dalam melakukan perlawanan.
Setiap kerajaan dan setiap organisasi perlawanan berjuang sendiri-sendiri tanpa
koordinasi yang baik. Oleh sebab itu, Ir. Soekarno menyadari betul hal itu
sehingga bersama-sama tokoh nasionalis lainnya menyerukan persatuan dan
kesatuan secara nasional untuk mencapai kemerdekaan bersama. Para founding fathers kita berupaya keras
mewujudkan persatuan itu, baik dengan cara “terang-terangan” maupun dengan cara
“sembunyi-sembunyi”. Seruan untuk bersatu itu mendapatkan sambutan yang hangat
sehingga benar-benar tercipta perlawanan yang lebih terkoordinasi.
Perbedaan paham dan hal lainnya dikesampingkan lebih
dahulu. Ada tiga paham yang diperjuangkan untuk Indonesia merdeka ini, yaitu
paham Islam, paham nasionalis, dan paham komunis. Ketiga paham ini sangat sering
bentrok. Akan tetapi, ketika melakukan perlawanan, mereka bersama-sama mengusir
penjajahan. Artinya, secara singkat dapatlah dikatakan bahwa saat itu
kelompok-kelompok perlawanan mengesampingkan dahulu perbedaan agar tujuan awal bisa
dicapai, yaitu kemerdekaan. Soal
paham yang mana yang akan digunakan sebagai dasar negara, itu nomor dua. Nomor
satu adalah merdeka dulu.
Hal itu sebagaimana ceritera seorang kakek-kakek pejuang
NII asli beberapa waktu lalu kepada saya.
Sang Kakek itu bilang, “Kita ikuti Soekarno karena
Soekarno janji yang penting merdeka aja dulu. Soal bentuk negara mau Islam, nasionalis,
ataupun komunis, itu soal nanti. Kita merdeka aja dulu.”
Nah, ajaran Soekarno ini bisa diekspor ke Palestina. Di
sana itu perlawanan juga tidak terkoordinasi dengan baik. Setiap organisasi
punya ego masing-masing, seperti di Indonesia masa dulu. Ada yang ngotot pengen
dasar Negara Palestina adalah Islam. Ada pula yang keras hati ingin dasarnya
sekuler. Tidak adanya persatuan dalam melakukan perlawanan sudah jelas
melemahkan kekuatan diri Palestina sendiri. Itu sudah terbukti terjadi di
Indonesia. Sesungguhnya, pemerintah Indonesia bisa “mengajari” Palestina
tentang pentingnya persatuan tersebut berdasarkan pengalaman sejarah sendiri.
Pemerintah Indonesia bisa bersama-sama dengan Oki memfasilitasi pertemuan di
antara kelompok-kelompok yang bertikai di Palestina. Sadarkan mereka dengan sejarah
Indonesia sendiri, yaitu soal negara mau
dasarnya Islam atau sekuler, itu soal nanti, yang penting merdeka dulu. Bentuk
negara atau hal lainnya itu bisa diselesaikan nanti setelah merdeka. Begitulah
Indonesia telah merdeka dengan pengalamannya.
Kunci kekuatan itu sebenarnya ada dalam tubuh Palestina
sendiri. Kebebasan Palestina itu bukanlah bergantung pada Indonesia, Oki,
Israel, ataupun negara-negara lain. Kebebasan Palestina adalah bergantung pada
Palestina sendiri.
Rakyat Indonesia pasti akan sangat senang dan mendukung
penuh jika Indonesia dijadikan tempat bersejarah bagi bersatunya faksi-faksi
yang sering bertikai di Palestina untuk melakukan perlawanan secara bersama
terhadap Israel. Indonesia pun akan dicatat dunia sebagai negara yang sangat
berpengaruh untuk menciptakan “perdamaian dunia”.
Setelah orang-orang Palestina bersatu, tetapkan cara
perjuangannya. Mau kooperatif atau nonkooperatif. Mereka harus memilihnya.
Mereka bisa bekerja bersama Israel untuk menciptakan perdamaian atau memilih
untuk tidak bekerja sama. Ajari pula bagaimana mereka caranya untuk melakukan
perlawanan dengan cara diplomasi dan militer. Indonesia sangat berpengalaman
bagaimana menyinergikan perjuangan militer dengan perjuangan melalui jalur
diplomasi.
Ingatkan pula penderitaan Indonesia ketika penjajah
melakukan politk devide et impera, ‘politik
adu domba’, ‘politik belah bambu’. Penjajah akan melakukan hal itu di mana pun.
Sejarah sudah membuktikannya. Kita diadu domba di antara sesama bangsa sendiri.
Politik adu domba ini sangat mungkin terjadi di Palestina. Dengar-dengar Hamas
itu partai yang dibentuk Israel untuk menjatuhkan Yaser Arafat dan PLO-nya. Itu
sudah jadi tanda bahwa orang Palestina juga diadudomba oleh Israel.
Kunci Palestina merdeka adalah pada diri Palestina
sendiri. Mereka harus bersatu bersama senasib sepenanggungan. Indonesia harus
menjadi motor utama dalam perdamaian sehingga tercipta dua negara merdeka,
yaitu Palestina Merdeka dan Israel Merdeka. Negara-negara anggota Oki lainnya
harus pula berada di belakang Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia,
bukan cuma pinter rebutan minyak aja di negaranya masing-masing.
Kalau Indonesia berhasil mentransfer pengetahuan,
semangat, sejarah, dan energi Indonesia ke Palestina, Indonesia akan dicatat dalam
tinta emas sejarah dunia sebagai “Negeri Ramah Penuh Berkah Pencipta Perdamaian”.
Yang mencatat bukan hanya sejarah dunia, melainkan pula para malaikat dan Allah
swt. Negeri ini akan mendapatkan banyak ampunan dari Allah swt, baik di dunia
maupun di akhirat. Amin.
No comments:
Post a Comment