oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Dalam tulisan yang lalu,
saya sudah gambarkan bahwa dalam mengatasi persoalan perkosaan dan pelecehan
seksual, kita hanya baru mampu menutup pintu depan dengan ketegasan hukum,
tetapi masih membuka lebar pintu belakang yang berupa berbagai penyebab
terjadinya perkosaan dan pelecehan seksual. Akibatnya, kasus perkosaan dan
pelecehan seksual masih sangat mungkin terjadi lagi dan lagi. Kalau mata dan
pikiran orang sudah digelapkan syetan, hukum yang berat pun tidak dia ingat
lagi dan sama sekali tidak membuatnya takut. Ketakutan dan penyesalan akan
terjadi ketika syetan sudah pergi dari kepalanya untuk tertawa-tawa sepuasnya
yang telah menyesatkan manusia hingga berbuat maksiat.
Dalam hal korupsi pun tampaknya sama, kita masih hanya
bisa menutup pintu depan dengan adanya KPK, pemberitaan yang massif, dan
hukuman dari hakim yang entah adil entah tidak.
Adapun pintu belakang yang berupa penyebab-penyebab terjadinya korupsi
masih terbuka lebar, bahkan sengaja dibuka sangat lebar.
Apa itu pintu belakang bagi tindakan korupsi?
Pembiaran terhadap para politisi untuk
mengumpulkan dan mendistribusikan uang sebagai modal menjaring massa bagi
kemenangan politiknya merupakan pintu yang jelas-jelas sekali mendorong orang
untuk melakukan tindakan korupsi ketika sudah menduduki jabatan yang
diimpikannya. Pemakluman terhadap para politisi yang menjual janji sana-sini,
baik terhadap kekuatan ekonomi politik di dalam negeri dan di luar negeri pun
sama saja membuka pintu untuk melakukan tindakan korupsi. Akibatnya, tindakan
korupsi tetap semarak cerah ceria, bahkan kata orang-orang kasusnya lebih
banyak dibandingkan pada masa-masa yang lalu.
Hal itulah yang salah satunya membuat saya sama sekali
tidak menyukai demokrasi. Itu baru hanya salah satu. Banyak hal sebenarnya yang
membuat saya tidak suka demokrasi.
KPK dan pemberitaan yang massif terhadap kasus korupsi
dan para koruptor memang menakutkan, tetapi
dorongan untuk melakukan korupsi tidak berhenti karena penyebabnya
dibiarkan tumbuh dengan sehat. Sehebat apa pun kita mengunci pintu depan dengan
berbagai penegakkan dan perbaikan hukum, tetap tidak akan menyelesaikan
permasalahan korupsi karena berbagai penyebabnya dibiarkan ada. Berbagai
penyebab tindakan pencurian itu jelas sekali akan menumbuhkan tindakan korupsi,
kolusi, nepotisme, transaksi legislasi, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, sangat jelas negeri ini harus memiliki
cara untuk mampu mengunci pintu depan dan pintu belakang agar korupsi dapat
ditekan seminimal mungkin, bahkan kalau mampu, dihilangkan. Kalau masih tidak
bisa menutup kedua pintu itu dengan kuat dan rapat, kasusnya seperti ketika
saya menutup pintu depan rumah agar tidak ada binatang masuk, tetapi tetap
membiarkan pintu belakang terbuka sehingga tetap saja binatang bisa masuk.
Akibatnya, saya diledek ayah saya, “Dasar Abunawas kamu mah!”
No comments:
Post a Comment