oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Ketika perasaan umat Islam
terhina, tersinggung, dan marah, sudah seharusnya para pemimpin muslim di mana
pun menangkap perasaan umat dan menyuarakannya untuk mewakili umatnya. Demikian
pula, Indonesia yang merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia sangat
wajar jika berharap pemimpinnya, Presiden RI Jokowi, memberikan kecaman, teguran,
atau paling tidak nasihat untuk Presiden Perancis Emmanuel Macron yang telah
menghina Islam dan kaum muslimin. Bahkan, Macron mengatakan bahwa Samuel Paty,
guru sejarah yang dipenggal gara-gara mempertontonkan karikatur Nabi Muhammad
saw itu sebagai martir. Tidak perlu kaget jika banyak umat Islam pun menganggap
Abdoullakh Anzorov yang memenggal kepala Samuel Paty pun sebagai martir. Itu
akan membuat “chaos” baru.
Pemerintah RI sudah cukup bagus melalui Kemenlu RI melakukan
kecaman dan protes dengan cara memanggil Duta Besar Perancis Olivier Chambard
untuk menjelaskan sikap dan posisi Indonesia terhadap masalah itu. Akan tetapi,
itu kan pemerintah yang sifatnya kolektif kolegial. Bagi rakyat Indonesia, itu
belum cukup terwakili. Rakyat menginginkan Jokowi yang bersuara. Rakyat rindu
sosok Jokowi untuk bersuara terkait masalah penghinaan terhadap Nabi Muhammad
saw. Suara Jokowi itu akan lebih kuat tekanannya dibandingkan ribuan gerombolan
demonstran. Ucapannya akan lebih didengar. Rakyat pun akan mendapatkan harga
diri yang lebih tinggi jika pemimpinnya berbicara mewakili perasaannya untuk
disampaikan pada dunia, terutama terhadap Macron.
Sampai tulisan ini disusun, belum terdengar Jokowi
berbicara hal itu. Rakyat mulai bertanya-tanya dan itu tidak bagus karena akan
banyak dugaan terhadap penyebab Jokowi belum juga bersuara.
Apakah Jokowi merasa cukup suaranya diwakilkan kepada Kementerian
Luar Negeri RI?
Seperti saya bilang tadi, tidak cukup.
Rakyat ingin mendengar dari Jokowi langsung. Pemerintah
memang sudah bersikap dan itu bagus, tetapi rakyat menginginkan mendengar suara
Jokowi. Hal itu bisa diperhatikan dari desakan yang disuarakan partai-partai
pendukung pemerintah sendiri, seperti, Nasdem dan PDIP. Demikian pula Ormas
sekelas GP Ansor pun berharap hal yang sama. Saya yakin banyak elemen
masyarakat lain yang menginginkan Jokowi bersuara jelas terkait penghinaan yang
dilakukan Macron.
Kalaulah Jokowi merasa “heurin ku letah”, ‘susah bicara’, terhadap Macron karena Perancis
adalah sahabat Indonesia, berbincanglah sebagai sahabat karena sahabat yang
baik adalah sahabat yang mengingatkan sahabatnya ketika sahabatnya itu
melakukan kesalahan. Dalam hal ini, Perancis adalah sahabat yang sedang
melakukan kesalahan yang kalau mengikuti pendapat Menkopolhukam RI Mahfudz M.D.,
Macron sedang krisis gagal paham terhadap Islam. Jelas Macron sedang kusut pikiran
dan melakukan kesalahan yang mengganggu ketenangan dunia.
Di samping itu, jika terjadi perbincangan dengan Macron,
Jokowi bisa ekspor nilai-nilai Pancasila terhadap Perancis dengan menunjukkan
adanya UU anti penghinaan, anti penistaan, atau anti penyerangan terhadap agama
untuk membina kerukunan umat beragama di Indonesia. Perancis bisa belajar dari
hal itu jika ingin lebih tenang dan harus menahan kebiasaan dirinya untuk gemar
menistakan agama. Itu adalah hal yang bagus.
Bisa pula Jokowi bersikap tegas dan keras seperti kepada
Cina. Meskipun Indonesia banyak melakukan hubungan bisnis dengan Cina, Jokowi
tetap tegas soal kedaulatan negara di Laut Natuna Utara. Jokowi mengharapkan
pasukannya untuk dapat menjaga dan mengamankan Laut Natuna Utara dari gangguan
Cina. Sikap dia sangat jelas, baik dalam perkataannya maupun dalam sikapnya
tentang kedaulatan negara.
Masa terhadap Cina bisa tegas, tetapi terhadap Macron
tidak bisa tegas nyata?
Rakyat merindukan suara Jokowi, bukan suara pemerintah.
Suara pemerintah sudah terdengar dan itu perlu diapresiasi. Suara sosok Jokowi
yang belum terdengar. Jangan sampai rakyat menduga-duga penyebab Jokowi tidak
bersuara. Itu tidak baik.
Mau bersuara atau tidak, dalam arti diam saja, Jokowi
harus menjelaskan sikapnya itu kepada masyarakat. Dengan demikian, rakyat bisa
paham dan lebih tenang. Jika tidak, akan banyak pertanyaan di masyarakat
tentang sosok Jokowi. Bisa-bisa timbul banyak hoax, ujaran kebencian, dan
penyesatan pikiran jika Jokowi tidak menjelaskan sikapnya.
Rakyat rindu suara Jokowi.
Sampurasun.