oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Beberapa tahun lalu, saya
sering “chit chat” di youtube dengan
orang asing, orang luar negeri dengan beragam keyakinan. Ada yang berasal dari
Inggris, Jerman, Amerika Serikat, Jepang, India, Italia, dan Australia; paling
banyak dari Inggris. Pernah saya hitung, mereka yang chit-chat dengan saya itu
sekitar 208 orang. Mereka beragam keyakinannya, ada yang ateis, Katolik, Hindu,
dan Budha; paling banyak ateis. Di negaranya mereka gemar sekali menghina Islam
dan Nabi Muhammad saw. Mereka membuat video-video bohong, dusta, dan berbagai
penghinaan kepada Nabi Muhammad saw. Mereka banyak yang mem-bully saya sebagai anggota Isis, imigran
gelap, dan tidak berperikemanusiaan. Hal itu disebabkan saat itu memang Isis
berada pada puncak kekuasaannya, di Inggris sedang terjadi kampanye pemilihan
walikota London yang kemudian dimenangkan oleh orang Islam bernama Sadiq Khan,
dan di Indonesia sedang dilaksanakan persiapan hukuman mati bagi delapan
pengedar Narkoba dari berbagai negara. Hal itu membuat mereka marah dan
melakukan banyak penghinaan kepada Islam dan kepada diri saya juga. Percakapan saya
dengan mereka bisa dilihat di Google+ saya. Sayangnya, Google+ saya sudah tidak
aktif.
Hal yang aneh adalah mereka itu marah pada keadaan,
tetapi menyalahkan Islam dan Muhammad saw. Padahal, jika ada orang yang salah, mereka
benci dan kebetulan beragam Islam, seharusnya orangnya atau kelompoknya saja
yang disalahkan, dibenci, dan dihukum. Jangan menghina Islam dan Muhammad saw karena
hal itu berbahaya, membuat masalah menjadi makin luas dan mengerikan.
Meskipun mereka mem-bully
saya. Saya sih tenang-tenang saja. Kalaupun saya marah, nggak ada
penyelesaiannya. Saya di Bandung, Indonesia, sedangkan mereka ada di negara
mereka dan di kotanya masing-masing. Kami hanya chit chat lewat youtube.
Pengennya sih saya hajar mereka, tetapi kan susah, jauh.
Saya ingatkan mereka, “Jangan menghina Muhammad saw. Umat
Islam itu lebih cinta Muhammad dibandingkan dirinya sendiri. Kalau kalian
berperilaku seperti itu, kita tidak tahu akan ada orang yang marah di negara
kalian. Lalu, masuk kamar kalian ketika kalian tidur dan leher kalian
digoroknya.”
Mereka nggak mau tahu, malah menjawab, “Negara kami
adalah negara maju dan punya alat untuk mendeteksi kejahatan seperti itu.”
Ya, sudah. Saya sudah mengingatkan.
Saya jawab saja, “Bagus kalian punya alat seperti itu.”
Sayangnya, alat itu tidak pernah ada dan hanya celoteh
kosong mereka saja. Dua hari kemudian, ada berita bahwa di Amerika Serikat terjadi
penembakan terhadap ketua panitia lomba menggambar karikatur Nabi Muhammad saw.
Itu tandanya alat itu tidak pernah ada. Mereka cuma cari penyakit.
Mereka pun bertanya lagi sama saya, ”Mengapa Muhammad
tidak boleh digambar? Itu kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi!”
Yakin sekali mereka dengan kebebasan berekspresi
kampungan itu.
Saya jawab saja, “Kalian membuat karikatur Muhammad saw
dengan pose-pose yang sangat buruk dan itu menyakiti perasaan umat Islam.”
Mereka tetap berkilah bahwa itu adalah kebebasan
berekspresi.
Ya sudah, saya tanya mereka dengan pertanyaan kasar dan
sangat ekstrim, “Kalau ibu kalian digambar sedang telanjang di kandang babi dan
melakukan hubungan seks dengan babi, hukuman apa yang akan kalian lakukan
terhadap orang yang menggambar ibu kalian itu?”
Saya yakin dalam hati mereka akan menjawab “hukuman mati”. Akan tetapi, mereka
tidak mau menjawab dan tidak pernah ada jawaban sampai hari ini.
Sekarang sedang viral pembunuhan seorang guru sejarah di
Perancis yang mempertontonkan karikatur Nabi Muhammad saw oleh seorang muslim
Rusia, Chechen. Itu juga atas nama kebebasan berekspresi yang menimbulkan
kemarahan dan kematian.
Betul kan hal yang saya ingatkan kepada mereka?
“Jangan menghina Nabi Muhammad saw karena kita tidak
pernah tahu akan ada orang yang marah dan menggorok leher kalian dengan
tiba-tiba”.
Perancis perlu meniru Jerman yang menerapkan hukuman
kepada para penghina Muhammad saw.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment