oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Kita sudah tahu bahwa para
penjajah datang berduyun-duyun ke Indonesia adalah untuk mendapatkan sumber
daya alam Indonesia. Kekayaan Indonesia berikut sumber daya manusia Indonesia
dieksploitasi untuk kemakmuran negeri para penjajah. Seiring dengan perjalanan
waktu para pahlawan tersadar untuk melakukan perlawanan yang akhirnya Indonesia
bisa merdeka pada 9 Ramadhan 1364 H yang kita kenal 17 Agustus 1945.
Kita sekarang sudah merdeka. Secara fisik para penjajah
sudah kalah dan pulang ke negerinya masing-masing. Kita bisa membangun sendiri.
Akan tetapi, para penjajah tidak pernah berhenti untuk menjajah. Mereka
memanfaatkan kebodohan Indonesia dalam hal teknologi dan diplomasi politik.
Mereka masih mengeruk kekayaan alam Indonesia dengan menggunakan teknologi yang
tinggi dan para pejabat korup. Sumber daya alam kita dikeruk sementara kita
hanya mendapatkan uang recehan dan tidak membuat rakyat kenyang perutnya.
Melihat kenyataan seperti itu, Indonesia terus membangun
SDM melalui pendidikan dan mematangkan sikap politik sehingga secara bertahap
bisa melepaskan diri dari keterbelakangan dan menguasai sendiri kekayaan
alamnya. Orang-orang yang rajin belajar dan bekerja keras mulai menunjukkan
dirinya untuk memanfaatkan sumber daya alam Indonesia untuk Indonesia sendiri
dan bukan untuk negeri asing. Para pemalas, tetap berada di pinggir dan
tersisihkan.
Beberapa tahun belakangan ini Indonesia sudah menunjukkan
nyalinya untuk mengambil bagian lebih besar dari perusahaan-perusahaan asing
yang sejak dulu beroperasi di Indonesia. Tidak mudah memang untuk mengambilnya,
tetapi perlu keberanian dan perjuangan yang melelahkan. Kini hasilnya mulai
terlihat. Indonesia sudah meletakkan dasar yang kuat untuk mengambil hak yang
jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Sebut saja PT Freeport yang dimiliki Amerika Serikat (AS)
yang menambang emas di Papua, telah diambil sahamnya oleh Indonesia dalam
jumlah yang sangat besar, 51%. Dulu, sebelum era Jokowi hanya 9,36% Indonesia
mendapatkan bagian dari Freeport, kini 51%. Artinya, pendapatan Negara
Indonesia bertambah untuk kepentingan rakyatnya. Di samping itu, Indonesia
melarang perusahaan AS itu untuk membawa hasil tambang emas itu langsung ke AS,
tetapi harus diolah dulu menjadi bahan setengah jadi di Indonesia. Dulu memang bahan
mentahnya langsung dibawa ke AS, sekarang tidak boleh lagi.
PT
Freeport diwajibkan untuk membangun smelter di Indonesia. Smelter itu pabrik
pembuat barang setengah jadi. Kalau bingung tentang barang setengah jadi,
begini contohnya, kapas adalah bahan mentah, bahan setengah jadinya adalah
benang atau kain, bahan jadinya adalah pakaian jadi. Hasil tambang mentah dari
Papua itu kini bahan mentahnya harus diproduksi di Indonesia, tidak boleh di
AS. Setelah itu, baru boleh dibawa ke luar negeri untuk diproduksi di sana.
Indonesia mungkin sadar diri baru mampu bikin barang setengah jadi. Kita harus
semakin rajin belajar dan bekerja keras untuk mampu membuat barang jadinya.
Harapannya, tentu saja disandarkan kepada para generasi muda yang sadar dan
rajin, bukan kepada generasi muda pemalas yang hobinya meneriakan hoax dan
ujaran kebencian.
Keberanian
Indonesia itu tentu saja menunjukkan bahwa kemampuan diplomasi kita sudah
semakin menguat, posisi politik Indonesia di dunia sudah semakin
diperhitungkan, serta kekuatan TNI mulai bisa diandalkan untuk mengamankan
kebijakan dan kemauan dari pemerintah Indonesia untuk semakin mampu mengambil
haknya lebih besar lagi. Pengambilalihan ini tentu saja merugikan AS karena
membuat smelter mereka berkurang produksinya yang artinya mengurangi pendapatan
mereka. Oleh sebab itu, tidak aneh jika mereka marah dan menggugat Indonesia ke
sidang internasional, pemerintah Indonesia ternyata tidak takut dan
menghadapinya dengan tegar. Terjadi banyak debat dan persengketaan.
Hasilnya,
kini AS mengalah dan harus tunduk pada keinginan Indonesia. Mereka kini
mematuhi keinginan Jokowi untuk membangun smelter di Indonesia. Pada Selasa, 12 Oktober 2021, Jokowi
meresmikan pembangunan smelter terbesar di dunia, di Kabupaten Gresik, Jawa
Timur. Dalam proses membangunnya saja membutuhkan tenaga kerja 40 ribu orang.
Artinya, terbuka lapangan pekerjaan. Honor mereka akan dibelikan beras,
makanan, pakaian, alat rumah tangga, bayar sekolah anak, membantu orang tua, jajan
goreng pisang, kupat tahu, dsb. yang akan membuat transaksi ekonomi semakin
bergerak meningkat. Belum lagi jika smelter itu sudah beroperasi, bisa ratusan
ribu tenaga ahli yang bekerja, peningkatan ekonomi pun sudah pasti terjadi.
Mereka yang bisa bekerja tentu saja yang memiliki kecerdasan dan keahlian dalam
bidang itu. Makanya, sekolah dan tingkatkan keterampilan dengan benar.
Amerika
Serikat sudah bisa diajak bekerja sama, Indonesia mulai percaya diri dengan
sudah banyaknya anak-anak muda lulusan pertambangan yang siap berpartisipasi.
Kini Indonesia kembali dihadapkan pada arogansi Unieropa yang ingin tetap
mengeruk bahan mentah nikel dari Indonesia sebagai materi dasar untuk pembuatan
baja dan baterai listrik. Sementara itu, pemerintah Indonesia sudah tidak ingin
lagi mengekspor bahan mentah karena hasilnya sedikit. Indonesia ingin
meningkatkan hasil pertambangan dari barang setengah jadi. Oleh sebab itu,
Jokowi menegaskan siapa pun yang menginginkan nikel dari Indonesia harus
membangun smelter di Indonesia. Tentu saja, keinginan Indonesia ini mendapatkan
reaksi keras dari Unieropa karena mereka akan mengalami pengurangan pendapatan.
Ini soal uang yang artinya soal perut. Unieropa akan menggugat Indonesia dalam sidang
WTO di tingkat internasional, tetapi Jokowi tidak gentar dan akan mengerahkan
pengacara mahal tingkat dunia untuk melawan Unieropa.
Secara
akal manusia biasa saja keinginan Unieropa itu tidak masuk akal dan memang
harus dilawan. Toh nikelnya milik kita, mau diapain juga terserah kita, mau
dibuat hingga sampai barang jadi pun bagaimana kita saja, kan punya kita.
Mengapa
Unieropa harus ribut, padahal itu kan bukan barang milik mereka?
Mereka
memang arogan dan berupaya agar Indonesia tidak makin kaya. Negara yang harus
kaya, ya mereka saja. Mereka masih bermental penjajah. Hal itu seperti yang
dikatakan Luhut Binsar Pandjaitan bahwa tidak ada satu negara pun di dunia ini
yang menginginkan Indonesia bangkit menjadi negara maju. Mereka ingin tetap
menjadikan Indonesia sebagai tukang kuli gali tambang dan yang mendapatkan
untung besar adalah mereka.
Mereka
akan menggunakan berbagai cara untuk melemahkan Indonesia, salah satu cara yang
tampak adalah menggugat Indonesia dalam sidang WTO secara internasional.
Indonesia akan menghadapinya. Hal yang tidak tampak adalah sangat mungkin
mereka akan membiayai para buzzerRp, partaiRp, OrmasRp, dan oknum aktivis BemRp
untuk membuat nyinyiran, keraguan, dan huru-hara di Indonesia. Hal ini pun
terjadi pada saat pengambilalihan saham PT Freeport. Orang-orang Indonesia bayaran
mereka menyebarkan penipuan dan kebodohan bahwa Indonesia tidak memiliki
kemampuan untuk mengelola tambang emas.
Tidak
mampu apanya?
Anak-anak
muda lulusan pertambangan sudah banyak yang pintar kok. Mereka siap
berpartisipasi. Kalau kata mereka Indonesia bodoh, ya mereka saja yang bodoh,
jangan ngajak-ngajak orang lain ikut bodoh.
Seperti
saya bilang, ini soal uang yang juga soal perut. Unieropa akan kehilangan
penghasilan karena smelter-smelter mereka akan kekurangan bahan mentah dari
Indonesia. Sementara itu, Indonesia ingin mengalihkan pendapatan itu untuk
Indonesia sendiri. Bukan tidak mungkin mereka akan mengerahkan militernya untuk
mengancam Indonesia seperti masa penjajahan dulu. Meskipun skenario perang itu
sangat jauh dari terjadinya karena zaman sekarang adalah zaman pertarungan
diplomasi, politik, ekonomi, dan cyber, Indonesia harus tetap waspada dan
bersiap untuk menghadapi kemungkinan terburuk soal ini. Kita harus bersiap-siap
dan melakukan apa pun untuk mendapatkan hak kita. Jangan takut karena kita
adalah keturunan pemenang perang.
Mudah-mudahan
perang tidak terjadi, bahkan perang dalam sidang hukum internasional pun tidak perlu
terjadi. Kita berharap bahwa Unieropa dapat bersikap seperti Amerika Serikat
yang bersedia dan mampu bekerja sama dengan keinginan pemerintah Negara
Indonesia.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment