oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Nyanyi lagunya Krisdayanti,
yuk.
“Menghitung
hari
Detik
demi detik
Masa
kunanti apa ‘kan ada
Jalan
cerita kisah yang panjang
Menghitung
hariii ….”
Sekarang mari kita
ganti kata “hari” dengan kata “Anies”.
“Menghitung
Anies
Detik
demi detik
Masa
kunanti apa ‘kan ada
Jalan
cerita kisah yang panjang
Menghitung
Aniiies ….”
Enak nyanyinya?
Merdu kan?
Kalian yang nyanyi, ya pasti merdu atuh.
Jabatan Anies Baswedan sebagai gubernur DKI Jakarta berakhir
pada 16 Oktober 2022. Selanjutnya, kepemimpinan Jakarta akan dipegang pelaksana
tugas (Plt) hingga 2024.
Setelah berhenti menjadi gubernur, Anies harus berhitung
dan banyak berpikir. Dia bisa ikutan menjadi calon dalam pemilihan presiden,
ikutan lagi menjadi gubernur DKI Jakarta untuk periode kedua, atau selesai
dalam berpolitik karena sudah mentok nggak bisa ke sana dan ke sini.
Kalau untuk ikut menjadi calon presiden (Capres), dia
harus didukung partai dengan minimal kekuatan 20%. Sampai hari ini dia belum
punya kekuatan itu. Hal itu disebabkan 82% partai adalah kekuatan politik
pemerintahan Jokowi. Sisanya, 18% ada di PKS dan Partai Demokrat. Masih sangat
kurang untuk menjadi syarat ikutan nyapres. Itu juga kalau memang PKS dan
Demokrat nyalonin Anies. Kenyataannya, hingga hari ini kedua partai itu belum
terbuka menyatakan akan mencalonkan Anies. Partai Demokrat malah sudah
mengusung calonnya sendiri, yaitu Agus Harimurto Yudhoyono (AHY), Ketua Partai Demokrat. PKS juga dengar-dengar punya calon sendiri yang kalau saya nggak
salah dengar, namanya Dr. Salim. Memang belum terlalu terkenal, tetapi kalau
memang dicalonkan, PKS akan berjuang untuk memperkenalkan sosok calonnya itu.
Lalu, bagaimana nasib Gubernur Seiman Santun Anies
Baswedan itu yang dulu pendukungnya melarang jenazah untuk disholatkan di
masjid karena memilih Ahok?
Dia harus bekerja keras untuk mendapatkan dukungan dari
partai. Terjal memang, tetapi harus dilalui jika benar berniat menjadi calon
presiden.
Kalau merasa terlalu berat untuk nyapres, ya nyagub lagi
aja ikut pemilihan gubernur DKI Jakarta untuk periode kedua. Kalau buat nyagub,
dukungan partai sepertinya aman buat Anies. Jika dilihat dari kasus interpelasi
tentang rencana pelaksanaan balap mobil Formula E yang dianggap telah
merusakkan kawasan Monas dan telah mengeluarkan uang rakyat hampir satu triliun
tanpa jelas kapan pelaksanaan dan tempat balapnya itu, ada tujuh partai yang
membentengi Anies dari serangan interpelasi PDIP dan PSI. Artinya, ada banyak
partai yang tampaknya bersedia untuk menjadi kendaraan Anies jika nyagub lagi
di DKI.
Meskipun aman untuk ikutan nyagub lagi, belum tentu
terpilih lagi karena akan muncul calon-calon gubernur baru, misalnya, Riza
Patria yang sekarang menjadi wakil gubernur dari Gerindra itu bisa ikutan
menjadi calon gubernur, begitu juga dengan orang lain. Lawan berat Anies yang
sudah mendapatkan banyak dukungan adalah Gibran Rakabuming Raka yang sekarang
masih menjadi walikota Solo dan anak dari Presiden RI Jokowi. Gibran sudah mendapatkan
dukungan terbuka dari PKB dan PAN. Dia sendiri adalah kader PDIP. Belum lagi
Gerindra sudah bersilaturahmi kepada Gibran. Enam menteri, Kapolri, Gubernur
Jateng Ganjar, dan mantan Wagub DKI Ahok sudah mendatangi Gibran. Penyanyi
kondang balada Iwan Fals pun mendukung jika Gibran melanjutkan karir politiknya
ke tingkat yang lebih tinggi.
Tantangan buat Anies memang sangat berat. Nyapres terjal,
nyagub juga sangat berat karena dia nganggur dulu dari jabatan publik tahun
2022 dan harus menunggu selama dua tahun hingga pemilihan serentak pada 2024.
Kalau Anies tidak berhasil melanjutkan karir politiknya, saya
sarankan Anies kembali pada habitatnya yang lama, menjadi pengajar seperti saya
saja. Banyak hal yang bisa diajarkan oleh Anies kepada generasi muda lewat
sekolahan atau kuliahan.
Mari menyanyi lagi.
“Menghitung Anies
Detik demi detik ….”
Udah ah, bosen.
No comments:
Post a Comment