Saturday, 15 May 2021

Palestina Jangan Bergantung pada Negara Lain

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya




Hidup itu jangan selalu bergantung pada orang lain. Boleh sekali-sekali, tetapi tidak untuk selamanya. Kita harus mampu mengandalkan potensi, kekuatan, dan kreativitas diri agar lebih punya harga diri dan sanggup untuk memutuskan segala hal untuk kebaikan diri kita sendiri. Jika kita selalu hidup bergantung kepada orang lain, selalu berharap belas kasihan orang lain, kekuasaan kita untuk berkuasa terhadap diri sendiri pun akan sangat rendah. Wibawa kita akan sangat minim.

            Demikian pula dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Suatu bangsa atau negara akan berwibawa jika mampu menggali potensi dirinya, kemudian mewujudkannya dalam kehidupan internasional. Kita bisa lihat Singapura, negara kecil segede pelok buah mangga itu mampu berwibawa karena dapat mengeksplorasi potensi dirinya, baik para elit maupun rakyatnya, kemudian menggunakannya dalam pergaulan internasional.

            Jika kita melihat kasus-kasus di Palestina terkait konfliknya dengan Israel, tampak sekali ketergantungannya kepada negara lain. Setiap terjadi konflik, Palestina, dunia Arab, negara berpenduduk mayoritas muslim, maupun para aktivis kemanusiaan kerap berteriak meminta bantuan dan pertanggungjawaban negara lain.

            Kok Arab Saudi diam saja?

            Bagaimana negara-negara muslim lainnya? Kok tenang-tenang saja?

            Turki seharusnya kirim pasukan perang melawan Israel ke Palestina!

            Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia seharusnya lebih keras bersikap kepada Israel!

            Bagaimana pertanggungjawaban PBB?

            Kalimat-kalimat semacam itu sering terdengar. Hal itu menjadikan Palestina sebagai “anak teraniaya” yang harus selalu dilindungi orang lain. Padahal, di tanah itulah muncul kisah manusia paling perkasa sedunia “Syamun Al Ghazi” yang dikenal dunia lewat film dan  ceritera sebagai “Samson”.

            Sesungguhnya, kemerdekaan, kedaulatan, dan kekuasaan mengatur dirinya sendiri adalah bergantung pada dirinya sendiri. Kita bisa berkaca pada kemerdekaan Negara Indonesia yang mengalami penjajahan paling mengerikan di muka Bumi dalam waktu yang sangat panjang (C. Santin dalam Soekarno : 1963), lebih lama dibandingkan Palestina. Dalam hitungan saya dari beberapa literatur yang saya baca, bantuan dari luar negeri atau pihak asing untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, paling hanya 10%; kemudian 10% dari momen dunia saat itu; persentase terbesarnya adalah 80% perjuangan bangsa Indonesia sendiri.

            Bantuan pihak asing yang diterima Indonesia bisa berupa dukungan kepada perjuangan dan kemerdekaan Indonesia di organisasi internasional, pendidikan para pemuda Indonesia, bantuan materi bagi orang-orang Indonesia yang menjalin hubungan dengan orang-orang di luar negeri, dan lain sebagainya. Momen dunia yang menguntungkan Indonesia adalah kekalahan Jepang setelah perang melawan pasukan multinasional (sekutu). Perjuangan rakyat Indonesia adalah penyumbang terbesar terhadap keberhasilan mendapatkan kemerdekaan Indonesia.

            Hal yang paling menguatkan perjuangan Indonesia adalah adanya rasa persatuan, senasib dan sepenanggungan, serta kesetiaan kepada komando revolusi. Saya teringat ajaran guru saya ketika SD soal “sapu lidi”. Sapu lidi itu kuat dan bermanfaat jika lidi-lidi yang terpisah itu diikat dan disatukan menjadi sapu lidi. Akan tetapi, jika diceraiberaikan menjadi lidi yang terpisah-pisah, akan lemah dan mudah dipatahkan. Begitulah perumpaan “persatuan Indonesia”. Oleh sebab itu, sampai saat ini pemerintah Indonesia dan rakyat Indonesia yang “waras otak” selalu memerangi setiap upaya beberapa gelintir orang yang dianggap mengancam persatuan dan kesatuan Republik Indonesia. Kalau Indonesia sampai tercerai-berai, lemahlah kemerdekaan negaranya.

            Begitu pula dengan Palestina saat ini. Saya kurang yakin jika kemerdekaan Palestina bisa dicapai jika hitungan persentasenya dibalik: 80% bantuan asing, 10% momen dunia, dan 10% perjuangannya sendiri. Sulit sekali menjadi berdaulat jika hitungannya seperti itu.

            Situasi dan kondisi di Palestina saat ini masih belum menunjukkan rasa persatuan yang utuh. Kelompok-kelompok perlawanan atau kalau diibaratkan sebagai lidi-lidi yang ada, masih tercerai berai, belum kuat seperti sapu lidi yang terikat kuat. Tak jarang di antara kelompok-kelompok itu terlibat perselisihan yang sebetulnya merugikan mereka sendiri. Israel dan para pendukung Israel memanfaatkan kelemahan Palestina itu untuk terus memperlemah Palestina dan memiliki celah untuk bersikap arogan terhadap Palestina.

            Bersatulah dulu dalam satu komando, insyaallah sekuat Syamun Al Ghazi atau Samson.

            Soal senjata?

            Penjajah Indonesia menggunakan senjata modern dan canggih, kita awalnya cuma pakai bambu runcing. Bisa menang kok.

            Sampurasun.

Friday, 14 May 2021

Jangan Bela Palestina dengan Hoax

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Palestina telah berulang-ulang mendapatkan perlakuan buruk dan keji oleh pasukan Israel. Tentunya, penderitaan warga Palestina menumbuhkan rasa simpati dan empati manusia. Banyak kecaman kepada Israel dan dukungan kepada Palestina. Bentuk dukungannya bermacam-macam dan itu bagus. Banyak pemerintah dari berbagai negara dan warga dunia yang ingin menghentikan kekejaman Israel kepada Palestina, baik mendesak PBB atau menggalang solidaritas sesama manusia untuk menyelesaikan situasi.

            Berbagai dukungan itu sangat bagus dan bermanfaat. Akan tetapi, dukungan itu akan rusak jika ditambah-tambahi dengan hoax, ‘berita bohong’ atau ‘berita palsu’ yang jelas menyesatkan. Contohnya, banyak beredar video atau foto yang menggambarkan bahwa pasukan Turki telah datang ke Palestina untuk melawan Israel. Penayangan video atau postingan foto-foto tersebut jelas merupakan dukungan untuk Palestina dan menguatkan harapan para pendukung Palestina di seluruh dunia. Sayangnya, penayangan atau postingan tersebut adalah palsu, hoax, misleading, yang akhirnya menyesatkan.

Ketika saya melihat postingan-postingan itu, segera saja timbul banyak pertanyaan.

Semudah itukah Turki memasukkan angkatan perang ke Palestina?

Mengapa baru sekarang mengirimkan pasukan, bukankah kekejaman Israel sudah terjadi sejak dulu?

Bagaimana reaksi PBB?

Seberapa besar penolakan dan kecaman negara-negara pendukung Israel terhadap Turki?

Bagaimana pula reaksi Israel terhadap kedatangan pasukan Turki untuk melawan dirinya?

Masih banyak pertanyaan tentang hal itu dan tidak ada jawabannya karena itu adalah berita palsu.

Saya jadi teringat ketika Israel melarang helikopter Angkatan Udara Yordania yang mengangkut Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi memasuki wilayah Palestina untuk melantik Konsul Kehormatan di Ramallah. Begitulah Israel, seorang menteri dari Indonesia saja mereka tahu dan melarangnya untuk masuk ke Palestina. Akibatnya, Yordania, Palestina, dan Indonesia pun mengubah rencana. Para pejabat Palestina, Menlu RI Retno Marsudi, Yordania, dan negara-negara lain yang diundang hadir pun akhirnya melangsungkan upacara pelantikan di Amman, Kedubes RI, di Yordania.

Coba perhatikan upacara pelantikan saja diketahui dan dicegah Israel untuk terlaksana di Palestina. Apalagi menggelar pasukan di Palestina, pasti jadi insiden internasional.

Sebetulnya sih, Israel welcome, mempersilahkan Retno Marsudi untuk masuk wilayah Palestina. Syaratnya adalah Retno Marsudi mau berkunjung ke Tel Aviv, Israel untuk bertemu dengan para pemimpin Israel. Akan tetapi, Menlu RI Retno  Marsudi menolak untuk bertemu dan berdialog langsung dengan Israel. Akibatnya, Israel marah dan melarang Retno Marsudi untuk masuk wilayah Palestina.

Soal video hoax pasukan Turki itu pun sudah diklarifikasi medcom.id bahwa video yang diklaim pasukan Turki tiba di Palestina itu adalah video pada 2018 ketika Turki memerangi pemberontak Kurdi bukan buat menyerang Israel.

Hoax itu, baik video, foto, maupun narasi sangat merugikan. Di Indonesia sudah banyak yang merasakannya. Pelaku dan pendukung hoax sudah banyak yang ditangkap. Harapannya juga palsu semua karena tidak nyata yang akhirnya rugi karena memang  PHP. Disangkanya untung, nyatanya rugi. Disangkanya menang, nyatanya kalah. Berharap Turki melawan pasukan Israel karena hoax, nyatanya cuma PHP karena memang tidak ada kenyataannya.

Sampai tulisan ini dibuat, nggak pertempuran antara Turki dengan Israel terkait konflik Israel dan Palestina baru-baru ini, iya kan?

Itu karena kebohongan.

Membela Palestina itu sebaiknya berdasarkan kenyataan, fakta, dan tidak perlu PHP atau tertipu hoax. Hal yang jelas itu adalah Presiden Turki Erdogan menggertak atau mengancam untuk menggelar pasukan dan mendesak dunia internasional untuk menghentikan kekerasan Israel kepada Palestina. Itu benar sebagaimana pemerintah Indonesia mendesak Dewan Keamanan PBB untuk bersikap tegas kepada Israel dan usulan DPR RI agar negara-negara yang tergabung dalam Oki untuk menggelar KTT dalam menyikapi kekerasan Israel.

Jangan membela palestina dengan hoax karena hanya harapan palsu, PHP, dan memang tidak ada kenyataannya. Rugi sendiri.

Sampurasun.

Indonesia Lebih Tegas Dibandingkan Turki Soal Israel

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Baru-baru ini selepas tindakan pengusiran paksa warga Palestina di Sheik Jarrah dan kekerasan terhadap warga Palestina di Masjijd Al Aqsa oleh Israel, beberapa gelintir orang Indonesia memposting tulisan atau pidato Presiden Turki Recep Tayip Erdogan yang isinya kecaman keras terhadap Israel. Kecaman Erdogan terhadap Israel memang keras dan itu bagus sebagai seorang kepala negara. Akan tetapi, banyak presiden dan pemimpin negara lain pun, baik yang penduduknya mayoritas muslim maupun nonmuslim melakukan kecaman serupa. Tidak terkecuali, Presiden RI Jokowi pun mengutuk keras soal tindakan brutal Israel. Jadi, bukan hanya Erdogan yang melakukan kecaman keras.

            Hal yang membuat saya tertarik adalah mereka yang memposting pidato Erdogan menambahinya dengan narasi-narasi berlebihan, cenderung mengecilkan peranan Indonesia terhadap sikap Israel, bahkan melakukan penghinaan yang tanpa bukti terhadap Indonesia. Seolah-olah Erdogan adalah segala-galanya, pemimpin utama umat Islam sedunia, dan Indonesia dituding sebagai negara lemah yang tidak peduli umat Islam. Digambarkan Erdogan adalah pahlawan sejati umat Islam dengan Turki yang penuh kemakmuran. Pokoknya Erdogan dan Turki adalah nomor wahid.

            Bagi saya, mereka ini orang-orang lucu. Mereka adalah orang-orang Indonesia yang memuja-muji Turki.

Kalaulah memang Erdogan adalah segala-galanya dan mampu mengatasi persoalan umat Islam sedunia dengan sukses, lalu Turki adalah negara penuh gemerlap cahaya keagungan dan kemakmuran, kenapa tidak pindah saja menjadi warga Negara Turki?

Mengapa mereka masih tinggal di Indonesia yang katanya lemah, dzalim, dan tidak peduli umat Islam itu?

Hijrah dong ke Turki, lalu nikmati kenyamanan di sana. Berbahagialah dengan nostalgia tentang “Sultan Mehmed II” atau yang lebih sering dikenal dengan nama “Al Fatih” itu.

Kalau masih tinggal di Indonesia, tetapi memuja Turki setinggi langit, itu aneh. Mereka memang orang-orang aneh.

Sudahlah, biarkan keanehan itu tetap aneh dan lucu.

Apabila dilihat dari sisi hubungan internasional, terutama dalam hal diplomatik, sikap Indonesia jauh lebih tegas dibandingkan Turki. Sejak Indonesia merdeka, Israel selalu bersikap baik kepada Indonesia, terutama terhadap para presiden terpilih Indonesia. Israel selalu mengucapkan selamat kepada presiden RI terpilih. Itu terjadi sejak zaman Ir. Soekarno. Mereka melakukan itu dengan harapan dapat membuka hubungan diplomatik dengan Indonesia. Akan tetapi, tidak seorang presiden Indonesia pun yang menanggapi keinginan Israel itu. Membuka hubungan diplomatik dengan Israel adalah sama dengan menyatakan persahabatan dengan Israel, setiap negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia berarti sahabat Indonesia.   Penolakan Indonesia untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel sama artinya dengan menolak bersahabat dengan Israel. Pernah memang Indonesia seakan-akan hendak membuka hubungan persahabatan dengan Israel ketika masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid atau yang kerap disapa Gus Dur. Akan tetapi, rakyat Indonesia menolaknya dan Gus Dur menggunakan penolakan rakyat itu sebagai alasan kepada Israel untuk tidak membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Tak mau bersahabat dengan Israel. Kejadian akhir-akhir ini Indonesia ditawari bantuan sejumlah uang yang sangat fantastis oleh Amerika Serikat agar mau membuka hubungan persahabatan dengan Israel. Akan tetapi, tidak perlu Presiden Jokowi yang menjawab rayuan Amerika Serikat itu, cukup Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi yang menegaskan bahwa Indonesia “tidak memiliki rencana untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel”. Penolakan yang sangat tegas. Padahal, negara-negara Arab sudah banyak yang berhubungan dengan Israel atas mediasi yang dilakukan Amerika Serikat dengan menggunakan sejumlah kucuran dana yang sangat besar kepada negara-negara di kawasan itu.

Indonesia tidak tertarik dengan tawaran itu meskipun dengan rayuan bertumpuk-tumpuk uang karena di samping sentimen keagamaan mayoritas rakyat Indonesia, juga ada amanat dari Pembukaan UUD 1945:

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Pelaksanaan amanat Pembukaan UUD 1945 itu saat ini ditafsirkan dengan harus melakukan penolakan berhubungan dengan Israel karena Israel adalah bangsa yang sedang melakukan penjajahan terhadap Palestina. Indonesia tidak bersedia melakukan persahabatan dengan penjajah.

Berbeda dengan Turki. Negeri yang kerap dipuja-puja sebagai negeri pembela umat ini sejatinya sudah sangat lama berhubungan diplomatik dengan Israel. Artinya, mereka bersahabat dengan Israel meskipun hubungan ini kerap mengalami “up and down”, kadang naik, kadang turun; kadang baik, kadang bermusuhan; pernah terjadi pengusiran duta besarnya, tetapi pada kali lain, berhubungan lagi.

Mengapa Turki dan Israel memiliki hubungan diplomatik?

Hal itu disebabkan keduanya memiliki keuntungan dari hubungan itu. Bahkan, pada Desember 2020, banyak media yang menyoroti perdagangan antara Turki dan Israel mengalami pertumbuhan yang disebutnya “meroket”. Keduanya mendapatkan keuntungan ekonomi yang luar biasa.

Tindakan membuka atau menutup hubungan diplomatik dengan Israel adalah pilihan bebas setiap negara. Akan tetapi, dilihat dari hal ini Indonesia jauh lebih tegas dibandingkan Turki dalam bersikap terhadap Israel. Indonesia tidak mau secara resmi sedikit pun berhubungan dengan Israel, sedangkan Turki sudah sejak lama berhubungan dengan Israel dan pasti punya keuntungan dari hubungan itu.

Kalau tidak ada untungnya, buat apa berhubungan, iya enggak?

Bagi Indonesia, tidak peduli mau untung atau tidak, hal yang sangat jelas adalah tidak mau berhubungan dengan Israel sepanjang Israel masih melakukan penjajahan terhadap Palestina. Jika Israel bersedia menghentikan penjajahannya terhadap Palestina, tak ada alasan bagi Indonesia untuk menolak membuka hubungan diplomatik dengan Israel.

Siapa yang lebih tegas bersikap terhadap Israel?

Negara yang menolak berhubungan atau negara yang bersedia untuk berhubungan?

Hayo, gampang kan menjawabnya?

Sampurasun.

Wednesday, 12 May 2021

Persatuan Palestina

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya


Setiap memperhatikan konflik antara Palestina berhadapan dengan Israel, saya selalu lebih memperhatikan dari sisi Palestina. Kalau Israel itu, tidak perlu terlalu diperhatikan karena mereka penjajah, memiliki  banyak sumber daya, baik di dalam negerinya maupun dari negara-negara pendukungnya.

            Sejak dulu pun masalah dalam diri Palestina selalu sama, yaitu belum adanya persatuan di antara kelompok-kelompok perlawanan di Palestina sendiri. Tak jarang di antara kelompok-kelompok itu terlibat ketegangan dan ketidaksepahaman yang jelas semakin melemahkan kekuatan Palestina sendiri.

Di Indonesia hal ini menjadi kesadaran utama untuk menjadi bangsa yang merdeka. Presiden ke-1 RI Ir. Soekarno berjuang berkeliling untuk menyadarkan rakyat Indonesia tentang pentingnya persatuan dan kesatuan. Orang-orang Indonesia sebetulnya sudah sejak lama melawan penjajahan, tetapi tidak berhasil, selalu kalah karena dilakukan oleh sekelompok-sekelompok perlawanan atau raja-raja, sultan-sultan di daerahnya masing-masing. Perlawanan-perlawanan lokal itu tidak membuat Indonesia merdeka. Baru setelah rakyat beserta para raja dan para sultan menyadari pentingnya persatuan Indonesia, gerakan perlawanan pun semakin besar hingga mencapai kemerdekaannya sekaligus mampu mempertahankan kemerdekaan itu hingga hari ini.

            Tampaknya Palestina harus belajar banyak dari pengalaman Indonesia dalam memerdekakan dirinya, terutama adanya rasa persatuan, mengesampingkan ego kelompok, dan memiliki pemimpin utama yang diterima oleh semua kelompok. Di Indonesia pemimpin yang diterima seluruh kelompok dalam masa revolusi adalah Ir. Soekarno yang kemudian menjadi presiden pertama Republik Indonesia.

            Sampai hari ini, di Palestina kelompok-kelompok perlawanan ini belum terekat secara utuh dan belum memiliki pemimpin utama yang dapat merekatkan seluruh para pejuang Palestina. Benar memang Palestina memiliki negara dan pemimpin, Indonesia mengakuinya sebagai negara yang sah, tetapi pemerintah Palestina tampaknya masih lemah dan belum memiliki kemampuan menyatukan seluruh elemen perjuangan Palestina.

            Jika saja Palestina dapat mempersatukan para pejuangnya dalam komando yang sama meskipun terdiri atas berbagai kelompok, insyaallah kekuatannya akan berlipat-lipat ganda dan harapan untuk merdeka secara utuh, baik dari segi hukum maupun dari segi fakta, akan dapat dicapai. Jika persatuan ini belum bisa dicapai, Palestina pun masih harus perlu waktu lama untuk menjadi negara merdeka yang berrdaulat penuh sebagaimana bangsa-bangsa lainnya.

            Meskipun persatuan bukanlah satu-satunya syarat untuk merdeka, paling tidak, daya tekan dan unjuk kekuatan Palestina di hadapan Israel dan dunia pun akan semakin kuat dan semakin tangguh.

            Sampurasun





Tuesday, 11 May 2021

Ich Hatte Einen Kamerad

 


 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

“Saya Pernah Punya Seorang Sahabat”. Begitu arti judul tulisan ini. Itu adalah judul lagu dalam bahasa Jerman. Lagu ini dilantunkan dengan syahdu nan merdu menggunakan terompet oleh angkatan laut Jerman untuk menghormati 53 awak KRI Nanggala 402 yang gugur di perairan Bali beberapa waktu lalu. Angkatan laut Jerman merasa kehilangan sahabat-sahabatnya dari Indonesia, terutama sesama awak kapal selam. Mereka memang bersahabat karena di samping banyak prajurit Indonesia yang belajar di Jerman, juga karena KRI Nanggala 402 adalah kapal selam buatan Jerman.

            Ada hal yang menarik bagi saya tentang simpati dan empati yang ditunjukkan oleh para prajurit Jerman untuk para prajurit Indonesia itu. Hal itu adalah sudah semakin lunturnya dan menghilangnya kepercayaan kuno bangsa Jerman yang menganggap dirinya ras manusia paling unggul di muka Bumi. Dulu mereka menganggap dirinya adalah keturunan Dewa Aria, ras terunggul dan berhak menguasai Bumi. Kepercayaan inilah yang membuat Hitler memicu perang dunia. Mereka menganggap bahwa ras di luar mereka adalah ras rendah, bahkan menurut kalangan para ateis, bangsa di luar Eropa adalah kera yang masih berproses menjadi manusia. Indonesia pun bukan manusia, melainkan kera yang belum menjadi manusia utuh. Begitu menurut mereka karena bersandarkan pada teori Darwin. Akan tetapi, dengan adanya ritual atau upacara penghormatan kepada para awak KRI Nanggala 402 yang gugur itu, tampak bahwa keangkuhan keyakinan kuno sudah mulai hancur meskipun masih ada di kalangan fanatik kuno. Lantunan menyayat hati “Ich Hatte Einen Kamerad” membuktikan bahwa mereka pun merasa bahwa kita semua adalah manusia yang bisa bersahabat dan kehilangan. Artinya, tak tampak ada keangkuhan purba yang mengaku-aku sebagai  manusia paling tinggi di dunia itu.

            Upacara penghormatan Jerman untuk Indonesia itu menunjukkan bahwa manusia sudah jauh lebih maju dalam hal kemanusiaan. Manusia sudah sangat menginginkan persahabatan, perdamaian, dan kerja sama yang positif. Manusia berusaha sejauh mungkin menghindari hal-hal yang menjurus ke arah konflik, apalagi konflik fisik. Dengan demikian, mereka yang selalu cari gara-gara untuk menimbulkan konflik, merekayasa huru-hara, dan memancing kerusakan hidup adalah manusia yang menarik-narik manusia lainnya untuk hidup di zaman kuno, zaman pembunuhan, zaman penguasaan manusia atas manusia lainnya dengan menggunakan kekerasan.

Jerman saja yang pernah mengklaim diri sebagai manusia terhebat hingga memicu perang dunia serta membantai bangsa Israel, bisa melunak, ingin bersahabat dengan manusia ras lainnya, dan menghormati Indonesia. Masa orang-orang yang pas-pasan ilmunya, pas-pasan ekonominya, pas-pasan informasinya, pas-pasan pengalamannya, pas-pasan kekuatannya, petantang-petenteng ingin menguasai dunia hingga menimbulkaan tindakan teror di antara manusia?

Persahabatan dengan bangsa mana pun harus dijalin jika bangsa tersebut menghormati manusia dan kemanusiaan.

Sampurasun.

Sunday, 25 April 2021

Nikmat Tuhan Mana Yang Kamu Dustakan?

 


oleh Tom Finaldin

 

Kali kedua saya menulis hal yang mirip ini.

Mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa kita bisa makan, bekerja, bermain, bersekolah, bersosialisasi, dan melakukan aktivitas lain secara leluasa karena ada orang-orang yang menjaga kita.

Sesungguhnya, ada banyak orang yang menjaga kita setiap siang dan malam agar kita bisa hidup aman dan menjalani segala keseharian kita. Mereka adalah para prajurit yang selalu “meronda” di darat, di laut, dan di udara. Merekalah yang memastikan agar tidak ada yang mengganggu kedaulatan dan kehidupan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Merekalah yang ditugaskan untuk menjamin situasi tetap stabil dan tumbuh ke arah yang lebih baik terlepas dari gangguan kejahatan, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

Kini satu elemen penjaga laut kita telah paripurna menjalankan tugasnya dan kembali menghadap penciptanya, Allah swt. Sangatlah baik untuk berterima kasih kepada mereka atas upaya menjaga kita dari laut milik Indonesia. Sangatlah mulia untuk mendoakan mereka agar kembali kepada Tuhannya dalam keadaan yang baik dan mulia. Melalui merekalah Allah swt mengirimkan penjagaan-Nya untuk negara dan rakyat Indonesia sehingga kita mendapatkan kenikmatan keamanan yang telah dan insyaallah akan terus kita rasakan.

Nikmat Tuhan mana yang bisa kita dustakan?

Selamat jalan “Nanggala 402”, terima kasih atas pengabdianmu. Allah swt yang paling tahu dirimu dan baktimu.

Para prajurit yang bekerja dalam senyap dan patuh pada keputusan politik pemerintah untuk mengintai, menyusup, bahkan memburu musuh itu meninggalkan kita dan tetap patuh hingga batas waktu yang ditentukan Allah swt tiba.

Sampurasun

Sunday, 18 April 2021

Video Puasa Lalim Islam

 


 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Puasa Lalim Islam bisa diartikan Puasa Kejam Islam. Puasa kejam yang diajarkan Islam, begitu kira-kira saya memahaminya. Itu judul video yang dibuat Joseph Paul Zhang. Video itu viral akhir-akhir ini dan dilaporkan ke polisi karena dianggap menghina Islam. Hal yang sangat mengganggu masyarakat itu karena dia mengucapkan kata-kata kotor terkait Allah swt, Nabi Muhammad saw, ajaran Islam, dan bagi saya, ada perkataan hinaan juga terhadap pemerintah Indonesia. Bahkan, dia mengaku bahwa dirinya adalah Nabi yang ke-26.

            Saya penasaran untuk menonton videonya. Durasinya memang panjang, tiga jam lebih. Akan tetapi, membosankan, tak ada pengetahuan yang bermanfaat. Isinya cuma tidak lebih dari obrolan saya kalau sedang di warung kopi ngobrol santai sama teman-teman atau murid-murid saya. Malah, lebih bermanfaat obrolan saya karena saya selalu berpegang pada data, bukti, dan memberikan arahan agar hidup lebih baik meskipun disampaikan dengan santai dan ketawa-ketawa.

            Karena membosankan dan banyak tanpa bukti, menyodorkan asumsi dan kesimpulan yang sesat, saya loncat-loncat menonton videonya. Hingga akhir video, isinya tetap membosankan, nggak ada manfaatnya. Mayoritas omong kosong.

            Kesimpulannya, isi videonya menunjukkan bahwa Joseph Paul Zhang itu orang stress, kurang pengetahuan, pengecut, lucu karena sok tahu membicarakan sesuatu yang dia tidak tahu. Banyak hal yang saya perhatikan hingga sampai pada kesimpulan itu. Kalau pengen tahu lebih rinci kenapa saya sampai menyimpulkan hal seperti itu, bisa sangat panjang saya menulisnya. Akan tetapi, kalaupun ada pengangum dan pendukung Joseph Paul Zhang yang penasaran terhadap kesimpulan saya, saya senang menjelaskannya, khusus untuk penggemar Joseph Paul Zhang ya. Kalau orang-orang Islam yang shaleh atau orang Islam yang sedang belajar shaleh seperti saya ini, tidak perlu bertanya, nonton saja sendiri, lalu diskusikan dengan para ulama, ustadz, dan para ahli Islam yang mumpuni, itu jauh lebih baik.

            Meskipun isi obrolan Joseph Paul Zhang yang stress dan lucu mayoritas tidak ada manfaatnya, pihak kepolisian harus segera menangkap orang ini karena mengganggu upaya harmonisasi kehidupan di Indonesia yang sedang sama-sama terus dibangun oleh mayoritas elemen bangsa Indonesia. Kita tidak boleh membiarkan manusia seperti Joseph Paul Zhang hidup bebas arogan dengan mengumbar segala kebodohannya dan kesesatan berpikirnya.

            Dengan mengingat kepolisian sudah beberapa kali berhasil menangkap penjahat dari luar negeri dan memulangkannya ke Indonesia untuk diadili, saya percaya polisi Indonesia melalui interpol dapat menangkap Joseph Paul Zhang yang telah berada di luar negeri sejak Januari 2018. Biarkan hakim di Indonesia memutuskan perilaku Joseph Paul Zhang sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.  

            Sampurasun.

Wednesday, 14 April 2021

Kegunaan Ilmu Ekonomi

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Setiap orang sangat perlu ilmu ekonomi karena setiap orang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi. Terdapat empat kegunaan utama dari mempelajari ilmu ekonomi.

            Pertama, adalah memahami konsep fundamental dalam ilmu ekonomi, yaitu biaya oportunitas, marjinalitas, dan pasar yang efisien. Biaya oportunitas adalah alternatif terbaik yang kita korbankan ketika mengambil suatu keputusan. Marjinalitas adalah proses menganalisis biaya atau manfaat tambahan timbul dari suatu pilihan. Adapun pasar efisien adalah suatu pasar  yang tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh laba lagi karena setiap orang berupaya mencari peluang laba yang sama sehingga tak ada lagi peluang untuk mendapatkan laba yang berbeda.

            Kedua, dengan memahami ilmu ekonomi, kita dapat memahami kehidupan masyarakat dengan lebih baik. Kita dapat menemukan berbagai jawaban atas berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat. Misalnya, kita dapat menemukan jawaban mengapa orang membangun dulu pasar dibandingkan gedung sekolah, mengapa orang membeli atau menjual ini itu, mengapa orang harus sekolah dan membangun jalan. Pertanyaan-pertanyaan itu dapat terjawab jika kita belajar ilmu ekonomi.

            Ketiga, dengan memahami ilmu ekonomi, kita dapat memahami permasalahan-permasalahan global dengan lebih baik. Kita dapat dengan mudah menemukan bahwa persoalan perang-perang yang terjadi di dunia ini mayoritas disebabkan kebutuhan ekonomi, kebutuhan minyak, makanan, dan tempat tinggal. Hanya sedikit permasalahan dunia yang menimbulkan perang dengan alasan perbedaan keyakinan dan ideologi.

            Keempat, dengan memahami ilmu ekonomi, kita dapat menjadi warga negara yang cerdas dan terhormat. Misalnya, ketika menjadi pemilih dalam Pemilu yang sifatnya politis, kita akan memilih orang atau pihak yang benar-benar memahami ilmu ekonomi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi di tengah masyarakat.

            Demikian gambaran sekilas mengenai kegunaan ilmu ekonomi di tengah masyarakat.

            Sampurasun.

 

Sumber Pustaka

Novasari, Yunita; Jawangga, Yan Hanif; Setiadi, Inung Oni; Hastyorini, Irim Rismi (editor); Ekonomi untuk SMA/MA Kelas X Semester I: Peminatan Ilmu-ilmu Sosial, PT Penerbit Intan Pariwara

S., Alam, 2013, Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas X Kurikulum 2013: Kelompok Peminatan Ilmu Pengetahuan Sosial, Penerbit Erlangga: Jakarta

Tuesday, 13 April 2021

BELAJARLAH BERTERIMA KASIH

 oleh Tom Finaldin

Dari kecil penuh semangat ingin menjadi orang besar. Makanya, belajar dengan bersungguh-sungguh. Negara Indonesia memberinya beasiswa untuk kuliah di dalam dan di luar negeri. Lalu, dia berhasil menjadi pengacara hebat.

Sayangnya, hatinya tidak terdidik. Batinnya sempit. Dia hanya berpikir untuk dirinya dan kesuksesannya sendiri. Di luar negeri dia bikin fitnah terhadap Indonesia yang telah membiayainya belajar. Dia bilang itu kritik terhadap negara. Akan tetapi, ketika dipanggil polisi agar membuktikan ucapannya, dia lari ke luar negeri karena tak punya bukti. Oleh sebab itulah, dia disebut telah menyebar fitnah terhadap negaranya.

Dia kini jadi buronan polisi. Lari ke luar negeri dan takut pulang ke Indonesia. Masalah terbesar dia hanyalah satu, "tidak tahu terima kasih". Negara yang telah membiayainya belajar, difitnah. Luar biasa.

Pada Ramadhan yang suci dan mulia ini, mari kita ingat-ingat, siapa saja orang atau pihak yang berjasa menolong kita dalam hidup ini, baik besar maupun kecil. Mereka adalah pegangan yang telah membantu kita melewati banyak masa dalam sejarah kita. Tak elok jika membuat keburukan kepadanya ataupun menyakitinya.

Ada banyak orang yang telah membantu kita. Berterimakasihlah kepada mereka, siapa pun mereka, dari golongan mana pun mereka. Hubungkan terus kebaikan bersama mereka sehingga insyaallah kita akan menjadi pribadi yang lebih baik dibandingkan hari kemarin, lebih disukai dan disayangi orang lain, serta disayangi pula oleh Allah swt karena telah menjaga cinta di antara manusia.

Sampurasun.