Tuesday, 11 May 2021

Ich Hatte Einen Kamerad

 


 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

“Saya Pernah Punya Seorang Sahabat”. Begitu arti judul tulisan ini. Itu adalah judul lagu dalam bahasa Jerman. Lagu ini dilantunkan dengan syahdu nan merdu menggunakan terompet oleh angkatan laut Jerman untuk menghormati 53 awak KRI Nanggala 402 yang gugur di perairan Bali beberapa waktu lalu. Angkatan laut Jerman merasa kehilangan sahabat-sahabatnya dari Indonesia, terutama sesama awak kapal selam. Mereka memang bersahabat karena di samping banyak prajurit Indonesia yang belajar di Jerman, juga karena KRI Nanggala 402 adalah kapal selam buatan Jerman.

            Ada hal yang menarik bagi saya tentang simpati dan empati yang ditunjukkan oleh para prajurit Jerman untuk para prajurit Indonesia itu. Hal itu adalah sudah semakin lunturnya dan menghilangnya kepercayaan kuno bangsa Jerman yang menganggap dirinya ras manusia paling unggul di muka Bumi. Dulu mereka menganggap dirinya adalah keturunan Dewa Aria, ras terunggul dan berhak menguasai Bumi. Kepercayaan inilah yang membuat Hitler memicu perang dunia. Mereka menganggap bahwa ras di luar mereka adalah ras rendah, bahkan menurut kalangan para ateis, bangsa di luar Eropa adalah kera yang masih berproses menjadi manusia. Indonesia pun bukan manusia, melainkan kera yang belum menjadi manusia utuh. Begitu menurut mereka karena bersandarkan pada teori Darwin. Akan tetapi, dengan adanya ritual atau upacara penghormatan kepada para awak KRI Nanggala 402 yang gugur itu, tampak bahwa keangkuhan keyakinan kuno sudah mulai hancur meskipun masih ada di kalangan fanatik kuno. Lantunan menyayat hati “Ich Hatte Einen Kamerad” membuktikan bahwa mereka pun merasa bahwa kita semua adalah manusia yang bisa bersahabat dan kehilangan. Artinya, tak tampak ada keangkuhan purba yang mengaku-aku sebagai  manusia paling tinggi di dunia itu.

            Upacara penghormatan Jerman untuk Indonesia itu menunjukkan bahwa manusia sudah jauh lebih maju dalam hal kemanusiaan. Manusia sudah sangat menginginkan persahabatan, perdamaian, dan kerja sama yang positif. Manusia berusaha sejauh mungkin menghindari hal-hal yang menjurus ke arah konflik, apalagi konflik fisik. Dengan demikian, mereka yang selalu cari gara-gara untuk menimbulkan konflik, merekayasa huru-hara, dan memancing kerusakan hidup adalah manusia yang menarik-narik manusia lainnya untuk hidup di zaman kuno, zaman pembunuhan, zaman penguasaan manusia atas manusia lainnya dengan menggunakan kekerasan.

Jerman saja yang pernah mengklaim diri sebagai manusia terhebat hingga memicu perang dunia serta membantai bangsa Israel, bisa melunak, ingin bersahabat dengan manusia ras lainnya, dan menghormati Indonesia. Masa orang-orang yang pas-pasan ilmunya, pas-pasan ekonominya, pas-pasan informasinya, pas-pasan pengalamannya, pas-pasan kekuatannya, petantang-petenteng ingin menguasai dunia hingga menimbulkaan tindakan teror di antara manusia?

Persahabatan dengan bangsa mana pun harus dijalin jika bangsa tersebut menghormati manusia dan kemanusiaan.

Sampurasun.

No comments:

Post a Comment