Saturday 29 May 2021

Oleh-oleh Dashi ke-5

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Pada Jumat, 28 Mei 2021, saya diminta Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (Himhi), Fisip, Unfari, untuk menjadi pemateri dalam acara Dashi dengan judul “Perubahan Konfigurasi Politik Global karena Pandemi Covid-19”. Dashi itu singkatan yang kepanjangannya adalah “Diskusi Asyik Seputar Hubungan Internasional”. Itu adalah ajang mahasiswa Himhi untuk berdiskusi dengan menyenangkan tentang segala hal berkaitan dengan hubungan antarnegara. Saya sendiri berharap bahwa bukan hanya saya atau dosen sruktural yang menjadi pemateri atau pengantar diskusi, melainkan pula seluruh dosen yang berada di lingkungan Prodi HI, Fisip, Unfari, untuk bergiliran berpartisipasi karena di samping mendapatkan pengetahuan, juga mendorong keakraban antara dosen dengan mahasiswa. Saya sendiri memposisikan diri sebagai teman mereka, tidak merasa lebih pintar, tetapi berharap ada pemahaman baru yang menambah ilmu pengetahuan bagi saya dari diskusi dengan mahasiswa.

            Tulisan ini hanya ingin berbagi sedikit oleh-oleh singkat pengetahuan dari acara Dashi ke-5 tersebut. Materi saya mulai dengan arti konfigurasi, politik, dan pandemi Covid-19. Konfigurasi itu artinya bentuk, wujud, atau format. Politik artinya segala hal yang berkaitan dengan kekuasaan. Pandemi ya berarti segala hal yang berkaitan dengan wabah Covid-19.




            Dalam materi yang saya paparkan memang saya tidak melihat adanya perubahan format politik hubungan antarnegara yang disebabkan oleh Pandemi Covid-19. Dunia tetap anarkis, tidak ada ketertiban dan tak ada satu pun negara yang patuh kepada negara lainnya. Semua masih seperti biasa, mementingkan dirinya masing-masing. Hubungan yang terjadi ya disebabkan oleh kepentingannya sendiri-sendiri. Kalaupun ada konflik, perselisihan, bahkan perang, bukan disebabkan oleh pandemi. Pertengkaran itu memang sudah ada sebelum pandemi, misalnya, Amerika Serikat berseteru dengan Cina karena memang sudah perang dagang sebelumnya. Konflik di Suriah juga sudah terjadi bertahun-tahun sebelum pandemi. Israel Vs Palestina apalagi sudah terjadi secara rutin, tak ada kaitan dengan pandemi. Hal yang saya lihat justru adanya saling bantu di antara negara-negara untuk melawan Covid-19 yang dianggap masalah bersama. Mereka saling tukar informasi dan berupaya berbagi vaksin untuk rakyatnya meskipun dilakukan dengan cara bisnis.

            Di samping itu, ada persaingan sehat di antara negara-negara yang mampu memproduksi vaksin untuk berlomba menghasilkan vaksin terbaik dan murah, Indonesia pun termasuk dalam persaingan itu dengan mencoba memproduksi Vaksin Merah Putih atau Vaksin Gotong Royong. Itu persaingan sehat yang akan memunculkan ilmu baru dalam bidang kesehatan.

            Kalaupun ada pertikaian politik yang disebabkan pandemi Covid-19, justru terjadi di dalam negeri masing-masing. Pihak oposisi biasanya menggunakan penurunan kesehatan, penurunan ekonomi, dan kelemahan sosial sebagai amunisi, peluru untuk menembak pemerintah yang sedang berkuasa. Mereka menyalahkan pemerintah atas berbagai penurunan dan kelemahan itu, padahal berbagai penurunan itu diakibatkan oleh Covid-19. Dalam kehidupan perebutan politik, itu biasa digunakan pihak oposisi agar rakyat tidak percaya kepada pemerintah, kemudian pihak oposisi mendapatkan keuntungan yang akhirnya berharap untuk menggulingkan pemerintah yang sah, lalu kekuasaan jatuh ke tangan pihak oposisi. Jadi, peningkatan perseteruan politik justru terjadi di dalam negeri.

            Bisa saja Pandemi Covid-19 ini mengakibatkan konflik antarnegara, bahkan kehidupan dunia jika ketersediaan vaksin tidak merata. Negara yang mampu memproduksi vaksin sendiri dan yang mampu membeli vaksin menggunakan vaksin sebagai alat untuk menekan negara lainnya yang tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi dan tidak memiliki kemampuan untuk membelinya. Negara yang kuat berupaya menekuk dan menguasai negara lemah dengan vaksin yang dimilikinya. Kondisi ini jika berlarut-larut akan membuat perubahan konfigurasi politik dunia. Akan tetapi, situasi seperti ini sampai saat tulisan ini dibuat, tidak terjadi. Bahkan, organisasi-organisasi dunia menyerukan negara-negara yang maju untuk berbagi vaksin pada negara-negara lemah dan miskin.

            Karena memang perubahan konfigurasi politik global yang disebabkan pandemi Covid-19 sulit dibuktikan keberadaannya, diskusi dalam Dashi tersebut bergeser ke situasi sosial dalam negeri di Indonesia dan ke arah kualitas vaksin berdasarkan pemahaman yang mahasiswa dapat dari berbagai Medsos yang mereka miliki. Hal itu terutama dalam hal kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi yang dilakukan pemerintah. Dari diskusi tersebut, mayoritas mahasiswa percaya terhadap vaksin yang disediakan pemerintah karena dianggap lebih valid di samping mereka sendiri mendapatkan banyak pemahaman tentang vaksin di lingkungannya masing-masing. Saya sendiri menjelaskan bahwa saya sudah divaksin dua kali dan biasa-biasa saja, malahan lebih percaya diri meskipun tetap harus menjaga protokol kesehatan.

            Demikian oleh-oleh pengetahuan yang bisa saya bagi dari Diskusi Asyik Hubungan Internasional yang digelar Himpunan Mahasiswa HI, Fisip, Unfari.

            Mau ikutan diskusi?

            Boleh.

            Ikutan saja kuliah dengan menjadi mahasiswa Universitas Al-Ghifari.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment