oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Pada Jumat, 28 Mei 2021,
saya diminta Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional (Himhi), Fisip, Unfari,
untuk menjadi pemateri dalam acara Dashi dengan judul “Perubahan Konfigurasi Politik Global karena Pandemi Covid-19”. Dashi
itu singkatan yang kepanjangannya adalah “Diskusi
Asyik Seputar Hubungan Internasional”. Itu adalah ajang mahasiswa Himhi
untuk berdiskusi dengan menyenangkan tentang segala hal berkaitan dengan
hubungan antarnegara. Saya sendiri berharap bahwa bukan hanya saya atau dosen
sruktural yang menjadi pemateri atau pengantar diskusi, melainkan pula seluruh
dosen yang berada di lingkungan Prodi HI, Fisip, Unfari, untuk bergiliran
berpartisipasi karena di samping mendapatkan pengetahuan, juga mendorong
keakraban antara dosen dengan mahasiswa. Saya sendiri memposisikan diri sebagai
teman mereka, tidak merasa lebih pintar, tetapi berharap ada pemahaman baru
yang menambah ilmu pengetahuan bagi saya dari diskusi dengan mahasiswa.
Tulisan ini hanya ingin berbagi sedikit oleh-oleh singkat
pengetahuan dari acara Dashi ke-5 tersebut. Materi saya mulai dengan arti
konfigurasi, politik, dan pandemi Covid-19. Konfigurasi itu artinya bentuk,
wujud, atau format. Politik artinya segala hal yang berkaitan dengan kekuasaan.
Pandemi ya berarti segala hal yang berkaitan dengan wabah Covid-19.
Dalam materi yang saya paparkan memang saya tidak melihat
adanya perubahan format politik hubungan antarnegara yang disebabkan oleh Pandemi
Covid-19. Dunia tetap anarkis, tidak ada ketertiban dan tak ada satu pun negara
yang patuh kepada negara lainnya. Semua masih seperti biasa, mementingkan
dirinya masing-masing. Hubungan yang terjadi ya disebabkan oleh kepentingannya
sendiri-sendiri. Kalaupun ada konflik, perselisihan, bahkan perang, bukan
disebabkan oleh pandemi. Pertengkaran itu memang sudah ada sebelum pandemi,
misalnya, Amerika Serikat berseteru dengan Cina karena memang sudah perang
dagang sebelumnya. Konflik di Suriah juga sudah terjadi bertahun-tahun sebelum pandemi.
Israel Vs Palestina apalagi sudah terjadi secara rutin, tak ada kaitan dengan pandemi.
Hal yang saya lihat justru adanya saling bantu di antara negara-negara untuk
melawan Covid-19 yang dianggap masalah bersama. Mereka saling tukar informasi
dan berupaya berbagi vaksin untuk rakyatnya meskipun dilakukan dengan cara
bisnis.
Di samping itu, ada persaingan sehat di antara
negara-negara yang mampu memproduksi vaksin untuk berlomba menghasilkan vaksin
terbaik dan murah, Indonesia pun termasuk dalam persaingan itu dengan mencoba memproduksi
Vaksin Merah Putih atau Vaksin Gotong Royong. Itu persaingan sehat yang akan
memunculkan ilmu baru dalam bidang kesehatan.
Kalaupun ada pertikaian politik yang disebabkan pandemi Covid-19,
justru terjadi di dalam negeri masing-masing. Pihak oposisi biasanya
menggunakan penurunan kesehatan, penurunan ekonomi, dan kelemahan sosial sebagai
amunisi, peluru untuk menembak pemerintah yang sedang berkuasa. Mereka
menyalahkan pemerintah atas berbagai penurunan dan kelemahan itu, padahal
berbagai penurunan itu diakibatkan oleh Covid-19. Dalam kehidupan perebutan
politik, itu biasa digunakan pihak oposisi agar rakyat tidak percaya kepada
pemerintah, kemudian pihak oposisi mendapatkan keuntungan yang akhirnya
berharap untuk menggulingkan pemerintah yang sah, lalu kekuasaan jatuh ke
tangan pihak oposisi. Jadi, peningkatan perseteruan politik justru terjadi di
dalam negeri.
Bisa saja Pandemi Covid-19 ini mengakibatkan konflik
antarnegara, bahkan kehidupan dunia jika ketersediaan vaksin tidak merata.
Negara yang mampu memproduksi vaksin sendiri dan yang mampu membeli vaksin
menggunakan vaksin sebagai alat untuk menekan negara lainnya yang tidak
memiliki kemampuan untuk memproduksi dan tidak memiliki kemampuan untuk
membelinya. Negara yang kuat berupaya menekuk dan menguasai negara lemah dengan
vaksin yang dimilikinya. Kondisi ini jika berlarut-larut akan membuat perubahan
konfigurasi politik dunia. Akan tetapi, situasi seperti ini sampai saat tulisan
ini dibuat, tidak terjadi. Bahkan, organisasi-organisasi dunia menyerukan
negara-negara yang maju untuk berbagi vaksin pada negara-negara lemah dan
miskin.
Karena memang perubahan konfigurasi politik global yang
disebabkan pandemi Covid-19 sulit dibuktikan keberadaannya, diskusi dalam Dashi
tersebut bergeser ke situasi sosial dalam negeri di Indonesia dan ke arah
kualitas vaksin berdasarkan pemahaman yang mahasiswa dapat dari berbagai Medsos
yang mereka miliki. Hal itu terutama dalam hal kepercayaan masyarakat terhadap
program vaksinasi yang dilakukan pemerintah. Dari diskusi tersebut, mayoritas
mahasiswa percaya terhadap vaksin yang disediakan pemerintah karena dianggap
lebih valid di samping mereka sendiri mendapatkan banyak pemahaman tentang
vaksin di lingkungannya masing-masing. Saya sendiri menjelaskan bahwa saya
sudah divaksin dua kali dan biasa-biasa saja, malahan lebih percaya diri
meskipun tetap harus menjaga protokol kesehatan.
Demikian oleh-oleh pengetahuan yang bisa saya bagi dari
Diskusi Asyik Hubungan Internasional yang digelar Himpunan Mahasiswa HI, Fisip,
Unfari.
Mau ikutan diskusi?
Boleh.
Ikutan saja kuliah dengan menjadi mahasiswa Universitas
Al-Ghifari.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment