oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Sebagaimana Iblis, syetan bukanlah nama, bukan pula suatu jenis makhluk tertentu. Syetan bermakna penggoda ke arah kesesatan dan perilaku buruk. Bentuk fisiknya sendiri bisa dari golongan jin maupun golongan manusia.
Syetan yang diciptakan oleh Allah swt adalah sifat dan perilaku buruk yang selalu menjadi teman sifat buruk manusia. Secara fisik, wujud syetan dapat berupa jin atau manusia. Dengan demikian, manusia atau jin yang berperilaku buruk dapat disebut syetan (Muhammad Thalib: 2000).
Soal bentuk fisik syetan adalah jin dan manusia bisa kita perhatikan firman Allah swt berikut ini.
“Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, Raja Manusia, Sembahan Manusia dari kejahatan (bisikan) syetan yang biasa bersembunyi yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia dari golongan jin dan manusia.’.” (QS An Naas: 1-6)
Allah swt dalam surat di atas memerintahkan kita untuk berlindung kepada-Nya dari bisikan dan godaan syetan yang terdiri atas jenis jin dan manusia.
Keterangan bahwa syetan biasanya bersembunyi adalah karena syetan-syetan itu, baik manusia apalagi jin memang penakut, pengecut, bermuka dua, dan sering berlindung pada sesuatu yang lain untuk menyembunyikan dirinya. Untuk hal ini, akan lebih jelas pada tulisan-tulisan selanjutnya di blog ini.
Iblis dan syetan sebetulnya sama saja. Mereka semua pembangkang, berbuat jahat, berperilaku buruk, dan menyesatkan manusia. Bedanya, Iblis yang membangkang pertama kali namanya Azazil, periode berikutnya berkembang biak dengan nama yang berbeda-beda sebagaimana manusia, punya nama panggilan sendiri-sendiri. Azazil sendiri sampai hari ini adalah dedengkotnya syetan. Ia rajanya syetan. Ia memimpin, merencanakan, mengorganisasikan, mengoperasikan, mengawasi, dan mengevaluasi gerakan-gerakan pasukannya dalam menghancurkan umat manusia.
Kita jangan menyangka bahwa syetan itu makhluk liar yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada ikatan satu sama lain. Kalau mereka hidup individualistis, liar, tak punya komando, bisa dipastikan selalu terjadi keributan, perkelahian, dan peperangan di antara mereka sendiri. Tujuan mereka menyesatkan manusia bisa buyar tidak karu-karuan. Manusia tak perlu terlalu khawatir dengan keberadaan mereka karena mereka bisa sibuk sendiri dan musnah sendiri.
Ada seseorang yang pernah diberi “penglihatan” lebih oleh Allah swt. Ia mengaku pada satu hari tertentu melihat syetan dengan berbagai bentuknya yang aneh-aneh. Pada saat pertama kali melihatnya, ia melihat satu syetan yang mondar-mandir dan mengelilingi sebuah rumah. Rumah itu milik tetangganya, terbilang sangat sederhana. Setelah mondar-mandir, syetan itu pergi menghilang, lalu kembali lagi dengan teman-temannya. Aktivitas mereka tetap sama, mondar-mandir dan mengelilingi rumah tetangganya itu. Semakin lama, jumlah syetan itu semakin banyak. Para syetan itu tampak marah dan menggerutu. Tiba-tiba dari satu arah tertentu, ada serombongan syetan yang agak beda. Pakaian mereka lebih mewah, mirip para bangsawan atau raja-raja. Di tengah-tengah rombongan itu ada satu syetan duduk di kursi yang dipanggul oleh syetan-syetan lain. Syetan yang satu itu tampaknya adalah pemimpin bagi yang lainnya. Kemudian, orang yang diberi penglihatan itu melihat syetan yang pertama kali datang ke rumah tetangganya itu melaporkan situasi kepada pemimpinnya. Dari percakapan mereka, lamat-lamat terdengar bahwa mereka tak dapat memasuki rumah tetangganya itu. Mendengar laporan itu, Sang Pemimpin marah sambil berusaha menerobos masuk bersama pasukan mewahnya. Alhasil, gagal juga. Akhirnya, ia memerintahkan semua syetan yang ada di tempat itu untuk pergi bubar. Sebelum menghilang, terdengar ocehan-ocehan kekecewaan yang menyiratkan bahwa syetan-syetan itu tak dapat masuk ke rumah tersebut karena pemiliknya sering mengucapkan “kalimat-kalimat tertentu”. Diperkirakannya kalimat-kalimat itu adalah kalimah-kalimah thoyibah.
Dari pengakuan itu, bisa dibayangkan bahwa syetan tidak bekerja individualistis. Mereka memiliki maksud terencana dan terorganisasi. Jika tugasnya tak mampu dikerjakannya, syetan yang di atasnya akan membantunya sepenuh hati sampai benar-benar berhasil atau gagal total. Jangan dilupakan pula bahwa mereka punya pemimpin yang memiliki otoritas di daerah-daerahnya sendiri, sebagaimana manusia.
Mereka punya banyak planning untuk mencapai tujuannya, bahkan berlapis-lapis. Jika Plan A gagal, digunakan Plan B, jika masih gagal juga, dilakukan Plan C, kemudian Plan D, demikian seterusnya sampai didapat hasil gemilang atau kegagalan luar biasa.
Ada contoh menarik tentang rencana syetan yang tak pantang menyerah ini. Ali Ath Thontowi dalam bukunya Yaumun Ma’asy Syaithan yang diterjemahkan oleh Zainur Ridha Buyan dan Anas Adnan menjadi Sehari Bersama Syetan (1993), menceriterakan pengalamannya. Untuk mempersiapkan khotbah Jumat, malamnya ia berniat untuk tahajud. Oleh sebab itu, ia tidur lebih awal agar bisa bangun pada waktu yang diinginkannya. Ketika tiba waktunya tahajud, ia memang bangun, tetapi mendapat bisikan agar tidur kembali. Ia mulai bergulat dengan bisikan itu. Kehangatan kasur begitu menggiurkan, tetapi ia harus bangun. Ia mencoba melawan, namun bisikan itu begitu kuat. Dengan segala upayanya, ia berniat benar-benar bangun. Bisikan itu pun datang lagi, ia boleh bangun, tetapi sebaiknya rebahan dulu sebentar di kasur. Ia mulai sadar bahwa itu adalah godaan syetan. Ia tahu bahwa kebimbangan seperti itu tak akan pernah berhenti sampai fajar tiba. Ia berdoa agar bisikan itu tak ada. Bisikan itu pun pergi. Lalu, ia semakin kuat karena berwudlu. Akan tetapi, saat shalat ia merasa heran, begitu buyarnya konsentrasi, padahal sebelum-sebelumnya tak pernah seperti itu. Urusan duniawi menghantuinya. Kembali ia menguatkan diri. Akan tetapi, muncul kesombongan dalam dirinya sehingga syetan bisa masuk dari pintu itu. Ia telah menganggap diri orang yang berhasil mengusir syetan dan termasuk orang-orang shaleh. Ia mencoba melawannya dan berhasil. Namun, syetan tak berhenti sehingga mendorongnya berlebih-lebihan dalam shalatnya. Ia segera sadar dan terus bertahan sampai shalat selesai. Selepas shalat, ada lagi bisikan bahwa ia telah berhasil menjadi orang yang shalatnya sempurna dan syetan tak mampu lagi menggoda sehingga ia tergolong ahli surga. Tampaknya, ia sadar bahwa itu pun tipuan syetan karena tak ada orang yang merasa aman dari azab Allah swt, kecuali orang-orang yang merugi. Saat membaca Al Quran pun ia diganggu syetan agar memperindah lagu dan tajwidnya, sementara pengertiannya sendiri dikaburkan. Begitu seterusnya, ia pada hari itu benar-benar merasakan pergumulan dengan syetan.
Dari kisah itu, kita dapat memetik pelajaran bahwa syetan tak henti-hentinya menggoda sampai batas terjauh yang mampu dilakukannya. Jika gagal dengan rencana pertama, dilanjutkan dengan rencana kedua, ketiga, dan seterusnya.
Ada lagi kisah yang sangat terkenal tentang godaan syetan ini. Kisah terkenal dari orang terkenal, Syekh Abdul Qadir Jaelani. Syekh ini begitu masyhur dengan keluasan ilmunya. Jibril menghadap kepadanya sambil berkata membawa Buraq dari Allah swt untuk menghadap-Nya di langit tertinggi. Sang Syekh menukasnya dengan mengatakan bahwa sosok itu bukanlah Jibril, melainkan Iblis. Abdul Qadir tahu bahwa baik Jibril maupun Buraq tak akan pernah datang lagi ke dunia selain kepada Nabi Muhammad saw.
Iblis pun mengakuinya sambil berkata, “Baiklah Abdul Qadir, engkau telah menyelamatkan diri dengan keluasan ilmumu.”
Sang Syekh membentak, “Enyahlah kau! Jangan kaugoda aku. Bukan karena ilmuku aku selamat dari perangkapmu, melainkan karena rahmat Allah.”
Hebatkan Abdul Qadir? Dia dengan cepat mengenali trik-trik Iblis. Bagaimana jadinya kalau Iblis datang mengaku Jibril dalam sosok indah kepada orang-orang seperti kita, lalu mengaku membawa pesan dari Allah swt? Bisa-bisa…. Ah, jangan deh.
Satu kisah lagi dari Abdul Qadir Jaelani. Ketika sedang di rimba belantara, tanpa makanan dan minuman dalam waktu yang lama, lapar dan haus, awan menggumpal di angkasa. Kemudian, turunlah hujan. Syekh segera melepaskan dahaga dengan air itu.
Tiba-tiba, muncullah sosok terang di cakrawala dan berseru, “Akulah Tuhanmu! Kini Kuhalalkan bagimu segala yang haram!”
Sang Wali berucap, “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk.”
Sosok itu pun berubah menjadi awan, tetapi masih tetap berseru, “Dengan ilmumu dan rahmat Allah, engkau selamat dari tipuanku. Bagaimana kau mengenaliku?”
Syekh Abdul Qadir Jaelani menyahutinya bahwa pernyataan menghalalkan segala yang haramlah yang membuatnya tahu. Pernyataan semacam itu tentunya bukan datang dari Allah swt, melainkan dari Iblis. Bagaimana mungkin ia diberi keistimewaan memakan makanan yang haram menjadi halal, padahal Rasulullah saw pun tidak diberi kesitimewaan itu.
Iblis tampaknya saat itu tahu benar bahwa Sang Syekh sedang sangat lapar tak punya makanan dan haus kurang minuman di hutan rimba. Iblis untung-untungan, siapa tahu kalau dalam keadaan seperti itu, Syekh bisa digoda untuk memakan makanan yang haram dengan alasan Tuhan mengizinkannya.
Bagaimana jadinya jika Iblis datang mengaku Tuhan dalam sosok yang agung kepada orang yang imannya sekualitas kita, lalu memberitahu bahwa bolehlah kita memakan harta yang haram dan melakukan tindakan buruk karena Tuhan memahami dan menyayangi kita yang sedang berada dalam kondisi serba kekurangan, lapar, banyak hutang, pemerintahan bobrok, aparat juga tidak bisa dipercaya, orang-orang kaya pelit, serta bingung dengan masa depan? Jangan-jangan …. Duh, jangan lagi deh.
Sayangnya, kisah pergumulan dengan syetan ini masih bersifat individual, tidak secara sosial karena memang begitulah yang selama ini banyak dipelajari dan diajarkan. Padahal, syetan bisa masuk ke dalam berbagai hal. Tak seorang pun bisa menjamin bahwa para pemikir ilmu-ilmu sosial, politik, budaya, baik tingkat nasional maupun internasional terlepas dari syetan sehingga ilmu atau teori-teori yang dihasilkannya benar-benar suci. Adakah yang bisa menjamin bahwa yang namanya naziisme, kapitalisme, liberalisme, fasisme, komunisme, dan sejumlah isme lainnya yang kini mendominasi kehidupan manusia di dunia merupakan faham atau ideologi yang bersih dari gangguan syetan?
Lalu, bagaimana dengan ideologi demokrasi yang bermula dari orang-orang bingung Athena zaman dahulu kala itu? Adakah yang bisa mengatakan bahwa ideologi demokrasi terbebas dari campur tangan syetan? Nabi siapa namanya yang pernah mengusung gagasan itu?
Syetan yang diciptakan oleh Allah swt adalah sifat dan perilaku buruk yang selalu menjadi teman sifat buruk manusia. Secara fisik, wujud syetan dapat berupa jin atau manusia. Dengan demikian, manusia atau jin yang berperilaku buruk dapat disebut syetan (Muhammad Thalib: 2000).
Soal bentuk fisik syetan adalah jin dan manusia bisa kita perhatikan firman Allah swt berikut ini.
“Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, Raja Manusia, Sembahan Manusia dari kejahatan (bisikan) syetan yang biasa bersembunyi yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia dari golongan jin dan manusia.’.” (QS An Naas: 1-6)
Allah swt dalam surat di atas memerintahkan kita untuk berlindung kepada-Nya dari bisikan dan godaan syetan yang terdiri atas jenis jin dan manusia.
Keterangan bahwa syetan biasanya bersembunyi adalah karena syetan-syetan itu, baik manusia apalagi jin memang penakut, pengecut, bermuka dua, dan sering berlindung pada sesuatu yang lain untuk menyembunyikan dirinya. Untuk hal ini, akan lebih jelas pada tulisan-tulisan selanjutnya di blog ini.
Iblis dan syetan sebetulnya sama saja. Mereka semua pembangkang, berbuat jahat, berperilaku buruk, dan menyesatkan manusia. Bedanya, Iblis yang membangkang pertama kali namanya Azazil, periode berikutnya berkembang biak dengan nama yang berbeda-beda sebagaimana manusia, punya nama panggilan sendiri-sendiri. Azazil sendiri sampai hari ini adalah dedengkotnya syetan. Ia rajanya syetan. Ia memimpin, merencanakan, mengorganisasikan, mengoperasikan, mengawasi, dan mengevaluasi gerakan-gerakan pasukannya dalam menghancurkan umat manusia.
Kita jangan menyangka bahwa syetan itu makhluk liar yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada ikatan satu sama lain. Kalau mereka hidup individualistis, liar, tak punya komando, bisa dipastikan selalu terjadi keributan, perkelahian, dan peperangan di antara mereka sendiri. Tujuan mereka menyesatkan manusia bisa buyar tidak karu-karuan. Manusia tak perlu terlalu khawatir dengan keberadaan mereka karena mereka bisa sibuk sendiri dan musnah sendiri.
Ada seseorang yang pernah diberi “penglihatan” lebih oleh Allah swt. Ia mengaku pada satu hari tertentu melihat syetan dengan berbagai bentuknya yang aneh-aneh. Pada saat pertama kali melihatnya, ia melihat satu syetan yang mondar-mandir dan mengelilingi sebuah rumah. Rumah itu milik tetangganya, terbilang sangat sederhana. Setelah mondar-mandir, syetan itu pergi menghilang, lalu kembali lagi dengan teman-temannya. Aktivitas mereka tetap sama, mondar-mandir dan mengelilingi rumah tetangganya itu. Semakin lama, jumlah syetan itu semakin banyak. Para syetan itu tampak marah dan menggerutu. Tiba-tiba dari satu arah tertentu, ada serombongan syetan yang agak beda. Pakaian mereka lebih mewah, mirip para bangsawan atau raja-raja. Di tengah-tengah rombongan itu ada satu syetan duduk di kursi yang dipanggul oleh syetan-syetan lain. Syetan yang satu itu tampaknya adalah pemimpin bagi yang lainnya. Kemudian, orang yang diberi penglihatan itu melihat syetan yang pertama kali datang ke rumah tetangganya itu melaporkan situasi kepada pemimpinnya. Dari percakapan mereka, lamat-lamat terdengar bahwa mereka tak dapat memasuki rumah tetangganya itu. Mendengar laporan itu, Sang Pemimpin marah sambil berusaha menerobos masuk bersama pasukan mewahnya. Alhasil, gagal juga. Akhirnya, ia memerintahkan semua syetan yang ada di tempat itu untuk pergi bubar. Sebelum menghilang, terdengar ocehan-ocehan kekecewaan yang menyiratkan bahwa syetan-syetan itu tak dapat masuk ke rumah tersebut karena pemiliknya sering mengucapkan “kalimat-kalimat tertentu”. Diperkirakannya kalimat-kalimat itu adalah kalimah-kalimah thoyibah.
Dari pengakuan itu, bisa dibayangkan bahwa syetan tidak bekerja individualistis. Mereka memiliki maksud terencana dan terorganisasi. Jika tugasnya tak mampu dikerjakannya, syetan yang di atasnya akan membantunya sepenuh hati sampai benar-benar berhasil atau gagal total. Jangan dilupakan pula bahwa mereka punya pemimpin yang memiliki otoritas di daerah-daerahnya sendiri, sebagaimana manusia.
Mereka punya banyak planning untuk mencapai tujuannya, bahkan berlapis-lapis. Jika Plan A gagal, digunakan Plan B, jika masih gagal juga, dilakukan Plan C, kemudian Plan D, demikian seterusnya sampai didapat hasil gemilang atau kegagalan luar biasa.
Ada contoh menarik tentang rencana syetan yang tak pantang menyerah ini. Ali Ath Thontowi dalam bukunya Yaumun Ma’asy Syaithan yang diterjemahkan oleh Zainur Ridha Buyan dan Anas Adnan menjadi Sehari Bersama Syetan (1993), menceriterakan pengalamannya. Untuk mempersiapkan khotbah Jumat, malamnya ia berniat untuk tahajud. Oleh sebab itu, ia tidur lebih awal agar bisa bangun pada waktu yang diinginkannya. Ketika tiba waktunya tahajud, ia memang bangun, tetapi mendapat bisikan agar tidur kembali. Ia mulai bergulat dengan bisikan itu. Kehangatan kasur begitu menggiurkan, tetapi ia harus bangun. Ia mencoba melawan, namun bisikan itu begitu kuat. Dengan segala upayanya, ia berniat benar-benar bangun. Bisikan itu pun datang lagi, ia boleh bangun, tetapi sebaiknya rebahan dulu sebentar di kasur. Ia mulai sadar bahwa itu adalah godaan syetan. Ia tahu bahwa kebimbangan seperti itu tak akan pernah berhenti sampai fajar tiba. Ia berdoa agar bisikan itu tak ada. Bisikan itu pun pergi. Lalu, ia semakin kuat karena berwudlu. Akan tetapi, saat shalat ia merasa heran, begitu buyarnya konsentrasi, padahal sebelum-sebelumnya tak pernah seperti itu. Urusan duniawi menghantuinya. Kembali ia menguatkan diri. Akan tetapi, muncul kesombongan dalam dirinya sehingga syetan bisa masuk dari pintu itu. Ia telah menganggap diri orang yang berhasil mengusir syetan dan termasuk orang-orang shaleh. Ia mencoba melawannya dan berhasil. Namun, syetan tak berhenti sehingga mendorongnya berlebih-lebihan dalam shalatnya. Ia segera sadar dan terus bertahan sampai shalat selesai. Selepas shalat, ada lagi bisikan bahwa ia telah berhasil menjadi orang yang shalatnya sempurna dan syetan tak mampu lagi menggoda sehingga ia tergolong ahli surga. Tampaknya, ia sadar bahwa itu pun tipuan syetan karena tak ada orang yang merasa aman dari azab Allah swt, kecuali orang-orang yang merugi. Saat membaca Al Quran pun ia diganggu syetan agar memperindah lagu dan tajwidnya, sementara pengertiannya sendiri dikaburkan. Begitu seterusnya, ia pada hari itu benar-benar merasakan pergumulan dengan syetan.
Dari kisah itu, kita dapat memetik pelajaran bahwa syetan tak henti-hentinya menggoda sampai batas terjauh yang mampu dilakukannya. Jika gagal dengan rencana pertama, dilanjutkan dengan rencana kedua, ketiga, dan seterusnya.
Ada lagi kisah yang sangat terkenal tentang godaan syetan ini. Kisah terkenal dari orang terkenal, Syekh Abdul Qadir Jaelani. Syekh ini begitu masyhur dengan keluasan ilmunya. Jibril menghadap kepadanya sambil berkata membawa Buraq dari Allah swt untuk menghadap-Nya di langit tertinggi. Sang Syekh menukasnya dengan mengatakan bahwa sosok itu bukanlah Jibril, melainkan Iblis. Abdul Qadir tahu bahwa baik Jibril maupun Buraq tak akan pernah datang lagi ke dunia selain kepada Nabi Muhammad saw.
Iblis pun mengakuinya sambil berkata, “Baiklah Abdul Qadir, engkau telah menyelamatkan diri dengan keluasan ilmumu.”
Sang Syekh membentak, “Enyahlah kau! Jangan kaugoda aku. Bukan karena ilmuku aku selamat dari perangkapmu, melainkan karena rahmat Allah.”
Hebatkan Abdul Qadir? Dia dengan cepat mengenali trik-trik Iblis. Bagaimana jadinya kalau Iblis datang mengaku Jibril dalam sosok indah kepada orang-orang seperti kita, lalu mengaku membawa pesan dari Allah swt? Bisa-bisa…. Ah, jangan deh.
Satu kisah lagi dari Abdul Qadir Jaelani. Ketika sedang di rimba belantara, tanpa makanan dan minuman dalam waktu yang lama, lapar dan haus, awan menggumpal di angkasa. Kemudian, turunlah hujan. Syekh segera melepaskan dahaga dengan air itu.
Tiba-tiba, muncullah sosok terang di cakrawala dan berseru, “Akulah Tuhanmu! Kini Kuhalalkan bagimu segala yang haram!”
Sang Wali berucap, “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk.”
Sosok itu pun berubah menjadi awan, tetapi masih tetap berseru, “Dengan ilmumu dan rahmat Allah, engkau selamat dari tipuanku. Bagaimana kau mengenaliku?”
Syekh Abdul Qadir Jaelani menyahutinya bahwa pernyataan menghalalkan segala yang haramlah yang membuatnya tahu. Pernyataan semacam itu tentunya bukan datang dari Allah swt, melainkan dari Iblis. Bagaimana mungkin ia diberi keistimewaan memakan makanan yang haram menjadi halal, padahal Rasulullah saw pun tidak diberi kesitimewaan itu.
Iblis tampaknya saat itu tahu benar bahwa Sang Syekh sedang sangat lapar tak punya makanan dan haus kurang minuman di hutan rimba. Iblis untung-untungan, siapa tahu kalau dalam keadaan seperti itu, Syekh bisa digoda untuk memakan makanan yang haram dengan alasan Tuhan mengizinkannya.
Bagaimana jadinya jika Iblis datang mengaku Tuhan dalam sosok yang agung kepada orang yang imannya sekualitas kita, lalu memberitahu bahwa bolehlah kita memakan harta yang haram dan melakukan tindakan buruk karena Tuhan memahami dan menyayangi kita yang sedang berada dalam kondisi serba kekurangan, lapar, banyak hutang, pemerintahan bobrok, aparat juga tidak bisa dipercaya, orang-orang kaya pelit, serta bingung dengan masa depan? Jangan-jangan …. Duh, jangan lagi deh.
Sayangnya, kisah pergumulan dengan syetan ini masih bersifat individual, tidak secara sosial karena memang begitulah yang selama ini banyak dipelajari dan diajarkan. Padahal, syetan bisa masuk ke dalam berbagai hal. Tak seorang pun bisa menjamin bahwa para pemikir ilmu-ilmu sosial, politik, budaya, baik tingkat nasional maupun internasional terlepas dari syetan sehingga ilmu atau teori-teori yang dihasilkannya benar-benar suci. Adakah yang bisa menjamin bahwa yang namanya naziisme, kapitalisme, liberalisme, fasisme, komunisme, dan sejumlah isme lainnya yang kini mendominasi kehidupan manusia di dunia merupakan faham atau ideologi yang bersih dari gangguan syetan?
Lalu, bagaimana dengan ideologi demokrasi yang bermula dari orang-orang bingung Athena zaman dahulu kala itu? Adakah yang bisa mengatakan bahwa ideologi demokrasi terbebas dari campur tangan syetan? Nabi siapa namanya yang pernah mengusung gagasan itu?
No comments:
Post a Comment