Monday, 23 May 2011

Wahyu Sang Iblis

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Pada masa ini kita semua harus waspada dan hati-hati. Dari dulu juga memang sudah harus hati-hati, tetapi kewaspadaan dan kehati-hatian tersebut saat ini harus semakin ditingkatkan. Masa ini adalah masa kegelapan saat kejahatan merajalela ditambah Bumi dan alam sering berguncang sehingga timbul banyak bencana di mana-mana. Akibat dari berbagai bencana tersebut, makhluk-makhluk halus yang tinggal di lautan dan gunung-gunung berlarian, kemudian bercampur aduk dengan manusia di daratan yang sama. Makhluk-makhluk halus itu memang ada yang baik, muslim, tetapi banyak juga yang kafir. Makhluk-makhluk kafir inilah yang kerap membisikkan berbagai hal kepada manusia agar terjadi kegoncangan dan ketidakharmonisan hidup manusia.

Sebenarnya, soal makhluk-makhluk halus kafir membisiki kejahatan ke dalam dada manusia sudah terjadi sejak dulu karena memang Iblis selalu berupaya menjauhkan manusia dari jalan kebenaran, tetapi sekarang dengan semakin bercampurnya makhluk halus dengan manusia akibat bencana, bisikan kekacauan dari Iblis dan teman-temannya semakin menjadi-jadi. Oleh sebab itu, pada saat sekarang ini banyak sekali orang yang protes jika perilakunya dibatasi. Orang-orang ingin lebih bebas daripada kemarin-kemarin. Para perempuan sudah kehilangan rasa malu, laki-laki banyak yang merasa malas untuk menjadi laki-laki. Di samping itu, kita sering mendengar suara tanpa rupa, ada suara tanpa kelihatan sumbernya. Memang seperti itulah kejadiannya.

Para iblis itu sering sekali menurunkan wahyu kepada manusia, kemudian mengaku-aku sebagai pembawa pesan Tuhan. Akibatnya, manusia yang menjadi sasaran bisikan Iblis merasa menjadi manusia istimewa karena menganggap dirinya sebagai manusia pilihan Tuhan pada abad ini. Mereka menyangka bisikan itu merupakan wahyu dari Tuhan, padahal tipu. Memang sangat sulit membedakan antara bisikan Iblis dengan ilham dari Allah swt. Orang akan dengan sangat mudah tergelincir jika tidak dilindungi oleh Allah swt. Oleh sebab itu, pada masa ini kita sering sekali melihat dan mendengar ada orang yang mengaku-aku Imam Mahdi, Yesus, atau orang pilihan yang diberi wahyu. Kasus ini lebih sering terjadi pada masa sekarang ini, khususnya di Indonesia. Akan tetapi, di tempat lain juga terjadi hal yang sama. Contohnya, yang saat ini sedang menanggung malu adalah Harold Camping di New York, AS.

Harold Camping pernah mengumumkan terjadinya kiamat pada 1994, lalu pada 21 Mei 2011, pukul 18.00. Ia bukan berbohong, tetapi tertipu oleh bisikan Iblis.

Soal kiamat ini saya sudah mendengarnya sangat sering, sejak kelas dua sekolah dasar. Bersyukur sekali bahwa mereka yang mengaku-aku pembawa berita kiamat itu bukan beragama Islam, selalu nonmuslim, dan selalu salah. Kaum muslimin telah dilindungi oleh kepercayaannya sendiri bahwa hari kiamat itu kejadiannya sangat dirahasiakan, bahkan Malaikat Jibril dan Muhammad Rasulullah saw pun tidak mengetahuinya. Hanya Allah swt yang tahu. Jadi, sudah tidak berguna mengaku-aku mengetahui waktu jelas kedatangan kiamat karena pasti salah .

Khusus bagi warga Negara Indonesia, harus super ekstra hati-hati karena sedang berada di ujung awal perubahan zaman. Artinya, sedang berada hampir di puncak zaman kekusutan ini untuk kemudian memulai era baru. Iblis tak akan senang dengan keharmonisan bangsa Indonesia. Mereka dengan segala upayanya akan selalu menyerang manusia dari segala sisi.

Peristiwa banyaknya bisikan Iblis ini sudah digambarkan Ronggowarsito sejak lama, yaitu:

Para pemimpinnya berhati jahil, bicaranya ngawur, tidak bisa dipercaya, dan tidak ada wahyu yang sejati.

Wahyu yang turun adalah wahyu dari Iblis dan sulit bagi kita untuk membedakannya. Para wanitanya banyak yang kehilangan rasa malu.

Rasa persaudaraan meluntur, tidak saling memberi berita, dan banyak orang miskin beraneka macam yang sangat menyedihkan kehidupannya.

Saat dalam negara banyak pemimpin berhati jahil yang berbicara ngawur dan tidak bisa dipercaya ditambah rasa malu wanita sudah hilang yang diperparah dengan melunturnya rasa persaudaraan dan merajalelanya kemiskinan, wahyu atau bisikan yang turun adalah banyak berasal dari Iblis. Bisikan itu sangat sulit dibedakan dengan ilham dari Allah swt.

Pada masa negara berada dalam keadaan carut marut seperti sekarang ini, kemungkinan besar akan banyak orang yang mengaku-aku mendapatkan ilham atau wahyu untuk menyelesaikan kondisi bangsa dan negara. Kita harus hati-hati dengan hal tersebut. Bisa jadi bisikan Iblis itu mengarah kepada kita atau kepada orang lain.

Ada pesan khusus dari Syekh Abdul Qadir Jaelani tentang hal ini, yaitu jika kita merasa mendapatkan ilham atau bisikan gaib, hendaknya ditundukkan oleh syariat, yaitu Al Quran dan As Sunnah. Hal itu pun harus dilakukan kepada ilham atau bisikan yang diterima oleh orang lain. Dengan demikian, kita akan selamat dari godaan Iblis Laknatullah. Jika bisikan atau ilham itu sesuai dengan syariat, berarti berasal dari Allah swt. Akan tetapi, jika bertentangan dengan syariat, pasti dari Iblis. Usirlah ilham dan bisikan itu dengan meminta perlindungan kepada Allah swt.

Semoga Allah swt selalu melindungi kita dari bisikan Iblis yang terkutuk. Amin.

Petunjuk

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

“Kami berfirman, ‘Turunlah kamu semua dari surga! Kemudian, jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, maka siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.’” (QS Al Baqarah : 38)

Dalam ayat di atas, Allah swt memerintahkan Adam as dan istrinya, Siti Hawa, ditambah Iblis Laknatullah untuk turun dari surga menuju Bumi. Adam as dan istrinya dihukum karena telah mengikuti anjuran Iblis untuk memakan buah khuldi yang sangat terlarang di hadapan Allah swt. Oleh sebab itu, mereka semuanya diperintahkan untuk keluar dari surga dan segera hidup di Bumi yang penuh dengan kesusahan dan perjuangan.

Kehidupan di Bumi sudah ditakdirkan untuk penuh dengan permusuhan, pertentangan, kesulitan, ketakutan, penderitaan, perjuangan, perdamaian yang hanya merupakan jeda di antara perang, dan sedikit kegembiraan. Jika dihitung-hitung antara suka dan duka, kehidupan manusia itu pada hakikatnya akan menemui banyak kedukaan.

Abu Bakar As Shidiq ra pernah berujar, “Kehidupan dunia hanyalah keletihan dan kedukaan. Kalaupun mendapat kesenangan, itu hanya merupakan sebuah keuntungan.”

Abu Bakar adalah saudagar kaya raya yang menyerahkan seluruh hartanya untuk perjuangan Islam di bawah pimpinan Muhammad Rasulullah saw. Orang kaya raya saja berbicara seperti itu, masa orang miskin tidak mau belajar dari apa yang dirasakannya.

Kehidupan dunia yang penuh kegoncangan itu membuat manusia tertatih-tatih dan kebingungan untuk menghadapinya. Manusia yang tidak mampu menghadapinya akan mengalami stress, depresi, gangguan jiwa, bahkan bunuh diri. Oleh sebab itu, Allah swt dengan segala kasih sayang-Nya menurunkan para para nabi, rasul, dan kitab suci untuk menjadi petunjuk dalam menghadapi kehidupan dunia.

Kita ini ibarat manusia-manusia yang berada di hutan rimba belantara antah berantah. Kita akan tersesat karena tidak mengenali dengan benar hutan menakutkan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan kompas, peta, buku petunjuk, dan orang yang memahami itu semua agar kita bisa selamat hidup di hutan tersebut, terhindar dari marabahaya alam, kemudian ke luar dari hutan dalam keadaan aman dan selamat. Orang-orang yang yakin terhadap ahli kompas, buku petunjuk, dan peta akan mengikuti dengan tulus ke mana pun Sang Ahli pergi dan mencontoh cara-cara hidup Sang Ahli. Mereka inilah yang akan selamat dari bahaya dan keluar dari hutan dalam keadaan aman gembira. Mereka adalah orang-orang yang taslim, ‘patuh’ dan mendapatkan salam, ‘keselamatan’. Orang-orang yang patuh untuk kemudian mendapatkan keselamatan disebut muslim.

Berbeda dengan orang-orang yang tidak mempercayai Sang Ahli, kompas, peta, dan buku petunjuk rimba belantara. Mereka akan menolak itu semua. Oleh sebab itu, mereka akan menjadi kafir, ‘penolak’. Mereka akan mencari sendiri jalan ke luar dari hutan itu dan mulai mencari cara sendiri pula menghadapi berbagai bahaya yang ada. Karena tidak memiliki pengetahuan tentang itu semua, mereka kebingungan dan tersesat. Jadilah mereka orang-orang yang zalim, ‘tersesat’. Dalam keadaan tersesat mereka menyadari perlunya petunjuk dari Sang Ahli. Akan tetapi, mereka tidak mau mengikuti Sang Ahli yang asli karena sombong dan malu. Akhirnya, di antara mereka ada orang “sok tahu” yang kemudian mengaku-aku sebagai Sang Ahli. Mereka pun gembira bukan main. Mereka mengikuti Sang Ahli palsu itu ke mana pun pergi dan mencontoh cara-cara hidupnya sekaligus menjalankan titah Sang Palsu dari buku yang dibuat Sang Palsu itu sendiri. Jika dirasakan ada yang kurang lengkap dari buku petunjuk Sang Palsu, mereka melengkapinya sendiri. Karena semuanya palsu, mereka tetap tersesat dan tidak menemukan jalan ke luar yang benar serta selalu ditimpa marabahaya. Oleh sebab itu, mereka mulai iri kepada Sang Ahli asli dan pengikutnya. Mereka mulai melakukan fitnah dan kebohongan untuk merusakkan nama Sang Ahli asli dan pengikutnya, bahkan sering sekali melakukan kekejian jika kebetulan berpapasan dengan pengikut Sang Ahli di dalam hutan tersebut. Karena perilaku mereka yang terus-terusan tersebut, ada beberapa orang pengikut Sang Ahli yang mulai mempercayai Sang Palsu, bahkan kemudian berpindah barisan. Mereka inilah yang disebut murtad. Akan tetapi, bagaimanapun Sang Ahli asli dan pengikutnyalah yang pasti selamat, sedangkan Sang Palsu dan pengikutnya selalu berada dalam keadaan tersesat dan celaka.

Pada saat yang sangat tepat Sang Ahli dan pengikutnya bisa keluar hutan rimba belantara dengan selamat sentosa. Adapun Sang Palsu dan pengikutnya tetap berada di hutan dalam keadaan naas. Mereka bisa keluar hutan hanya bisa dikeluarkan oleh Tim SAR. Mereka semuanya mati di dalam hutan. Ada yang mati dimakan binatang buas, digigit ular berbisa, memakan tanaman racun, terjatuh ke jurang, atau karena bunuh-bunuhan di antara mereka sendiri. Ketika Tim SAR mencari mereka, sulitnya bukan main karena mereka mati dalam keadaan terpencar-pencar berjauhan satu dan lainnya serta tubuh yang telah rusak terpotong-potong.

Demikianlah sekedar contoh untuk menggambarkan kehidupan di dunia ini. Memang tidak tepat seperti asli, tetapi kita dapat mengambil pelajaran dari kehidupan hutan rimba tersebut.

Sang Ahli dalam kehidupan ini adalah para nabi, rasul, yang kemudian diteruskan oleh para ulama. Kompas, peta, dan buku petunjuk adalah wahyu-wahyu, baik yang tertulis maupun tidak yang semuanya sudah dimuat secara lengkap melalui berbagai penyempurnaan dalam sebuah Kitab Suci Al Quran. Para pengikut Sang Ahli adalah kaum muslimin dan muslimat sepanjang zaman. Adapun Sang Palsu bersama pengikutnya adalah ....#@*#^? Silakan cari istilah sendiri-sendiri.

Allah swt menurunkan petunjuk dan para nabi adalah agar manusia bisa selamat dari marabahaya dunia dan keluar dari dunia dalam keadaan aman, selamat, sentosa, penuh kegembiraan. Siapa pun yang mengikuti petunjuk Allah swt tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati di dalam menjalani kehidupan dunia ini. Tentu saja, untuk mengikuti petunjuk tersebut, harus ada kesediaan dan kerelaan untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan petunjuk melalui contoh-contoh dari para nabi dan rasul. Bagi orang-orang yang sadar dan hatinya telah tunduk, akan dengan gembira melaksanakannya. Berbeda dengan orang-orang yang menganggap petunjuk tersebut sebagai beban. Mereka akan merasa sangat berat untuk melaksanakannya, padahal semuanya sesungguhnya untuk kebaikan mereka sendiri. Saking merasa beratnya, beberapa di antaranya berubah menjadi kafir, zalim, dan murtad. Oleh sebab itu, mereka tidak berhasil menempuh kehidupan dunia ini dan menanggung bencana berkepanjangan tanpa henti di akhirat nanti.

Semoga Allah swt selalu memberikan petunjuk, perlindungan, dan keselamatan bagi kita agar bisa selamat dari bahaya dunia dan keluar menuju akhirat dalam keadaan selamat sentosa sehingga mendapatkan tempat tinggal di surga serta kenikmatan, kenyamanan, kegembiraan, dan ketenangan tanpa henti. Amin.

Sunday, 22 May 2011

Sandera Menyandera Menuju Indonesia Super Power

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Setelah semakin hari semakin nyata kehidupan demokrasi di Indonesia sangat merusakkan kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus mencerabuti setiap pribadi dari nilai-nilai luhurnya, banyak pengamat di berbagai media yang menyatakan bahwa saat ini banyak orang yang menyandera demokrasi untuk kepentingan politiknya sendiri atau banyak orang yang memperalat demokrasi untuk kepentingan sempitnya.

Sepertinya, pendapat atau pandangan itu benar, tetapi sebenarnya yang terjadi adalah kebalikannya, yaitu demokrasi telah menyandera orang-orang Indonesia sehingga berperilaku buruk. Orang-orang Indonesia itu pada dasarnya telah dilahirkan dengan maksud baik, dilekati nilai-nilai luhur teramat baik sejak dalam kandungan, dan punya cita-cita hidup menjadi orang baik-baik. Tidak ada satu suku pun di Indonesia ini yang memiliki nilai-nilai untuk menjerumuskan orang menjadi tidak baik. Seluruh suku di Indonesia ini memiliki nilai yang relatif sama dalam menjalani hidup, yaitu menahan hawa nafsu agar tidak tergoda kehidupan duniawi sehingga dapat hidup bahagia dan memperoleh karunia Tuhan. Saya sangat yakin 100% bahwa nilai-nilai seluruh suku di Indonesia ini lebih mementingkan ruhani dibandingkan materi. Akan tetapi, berawal dari kehadiran VOC yang memperkenalkan cara-cara hidup materialistis, nilai-nilai hidup kita bergeser dan jatuh dalam jurang kegelapan. Hal tersebut terus berlangsung sampai hari ini sehingga kita benar-benar tidak tahu lagi siapa diri kita sendiri dan selalu yakin bahwa hidup kita harus mencontoh cara hidup bangsa-bangsa lain, terutama barat. Padahal, orang-orang barat itu dipenuhi nafsu-nafsu keduniawian yang berlebihan. Zaman penjajahan fisik adalah bukti yang teramat nyata. Setelah zaman penjajahan itu berhenti karena semua wilayah jajahan di seluruh muka Bumi ini melawan, mereka tetap terus berupaya menjajah dengan cara-cara nonfisik sampai hari ini. Itu menunjukkan kepastian bahwa ada yang salah dalam isi kepala mereka. Di negeri ini saya yakin tak pernah ada seorang pun yang berniat melakukan penjajahan terhadap bangsa lain. Meskipun kelak Allah swt memberikan karunia besar kepada Indonesia dalam bidang militer dan berbagai bidang kehidupan lainnya, terutama ekonomi, tak akan ada niat untuk melancong, lalu merampok harta-harta negara orang. Indonesia memang akan menjadi negara teramat kuat, super power, tetapi tetap santun. Itu pasti terjadi. Insyaallah.

Tidak percaya bahwa Indonesia akan menjadi negara super power? Orang-orang bermental terjajah yang masih percaya pada demokrasi pasti mengatakan tidak mungkin atau mustahil. Wajar, mereka itu kan hidupnya bersandar pada pengetahuan yang mereka miliki dari bangku kuliah dan menjadikan pengetahuannya itu satu-satunya dasar untuk berpikir dan bertindak. Mereka tidak memiliki pengetahuan lain sehingga tidak memiliki kepercayaan pada diri sendiri bahwa kita, bangsa Indonesia, sebenarnya bisa memiliki struktur dan sistem politik baru yang berbeda daripada yang sudah dipelajari selama ini di muka Bumi ini. Kita sesungguhnya memiliki potensi luar biasa jika mau berkaca, bahkan menyelami diri sendiri.

Perhatikan ucapan Michael Gorbachev, mantan pemimpin Unisoviet, dalam sebuah acara talk show yang pernah disiarkan Metro TV, “Amerika Serikat adalah negara super power yang akan bertahan lama. Pada masa depan akan hadir kekuatan super power baru sehingga dunia akan kembali pada dua kutub. Kekuatan baru itu berasal dari Asia Tenggara. Kami bersama-sama pemimpin Eropa lainnya membentuk Unieropa adalah bertujuan untuk berada di tengah, di antara keduanya.”

Gorbachev itu bukan tukang ojek, para pemimpin Eropa pun bukan tukang becak. Mereka orang-orang terbaik di benuanya. Mereka sudah punya prediksi adanya kekuatan super power baru dari Asia Tenggara. Keyakinan yang kuat terhadap prediksi tersebut menggerakan Eropa membentuk Unieropa.

Dari pernyataan Gorbachev tersebut, kita bisa mengira-ngira negara mana yang akan menjadi super power. Di lingkungan Asia Tenggara, Indonesia adalah negara yang paling memungkinkan untuk menjadi adidaya.

Perhatikan lagi prediksi Nostradamus, peramal Yahudi yang pernah meramalkan ada dua karang besar yang dihancurkan oleh bola api dari langit. Ramalannya itu terbukti dengan nyata, yaitu hancurnya Menara Kembar WTC di AS yang sangat menghebohkan itu.

Nostradamus mengatakan, “Akan terpilih seorang pemimpin dari Timur. Kehadiran pemimpin baru itu akan menimbulkan penderitaan, kemelaratan, dan kemiskinan di daratan Eropa.”

Coba kita kira-kira lagi, negara mana di bagian timur dunia ini yang berpotensi besar menjadi negara super power? Negara Indonesia adalah negara yang sangat berpeluang untuk itu. Apalagi jika Indonesia berani melepaskan diri dari ketergantungan pada pihak kapitalis sejak hari ini, negeri-negeri asing kapitalis yang sampai kini ikut menikmati kekayaan alam Indonesia bisa tiba-tiba bergoncang, kemudian berangsur-angsur kekurangan harta.

Seluruh rakyat Indonesia pasti senang jika negerinya bisa kuat, makmur, dan berwibawa. Mereka yang tidak senang dipersilakan mengantri untuk mendapatkan karcis supaya bisa masuk rumah sakit jiwa yang terdekat.

Untuk bisa menjadi negara besar, kuat, dan makmur tersebut, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu membunuh demokrasi dengan segala bentuknya. Hal itu disebabkan demokrasi merupakan perusak utama nilai-nilai luhur bangsa dan kearifan lokal (local wisdom) masyarakat Indonesia. Untuk lebih jelasnya mengenai keborokan demokrasi, silakan baca artikel-artikel di blog ini, banyak sekali kok. Selama kita menggunakan sistem politik demokrasi yang hina itu, selama itu pula kita akan tersesat dan terseok-seok dalam kebingungan.

Contoh nyata yang baru-baru ini terjadi adalah kongres PSSI. Dengan menggunakan demokrasi, semuanya berantakan, kacau balau. Hal itu bisa dimengerti karena banyaknya kepentingan yang terkait di sana. Semuanya memang mengatasnamakan demi sepak bola Indonesia, tetapi di dalamnya dipenuhi kepentingan lain. Kalau memang tak ada kepentingan pragmatis, mengapa harus babak belur? Kalau pemilihan-pemilihan lain kan sudah biasa semuanya berbunyi demi rakyat, tetapi masyarakat melihatnya sebagian besar bukan untuk itu, melainkan untuk kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok, atau keluarganya.

Saudara-saudara sekalian, sejatinya, jika kita berupaya menghentikan demokrasi ataupun tetap memperjuangkan tegaknya demokrasi, sama sekali tidak akan mengubah takdir bahwa demokrasi itu pasti musnah. Upaya kita menghancurkan atau menegakkan demokrasi hanyalah menjadi ukuran atau alat untuk memisahkan orang-orang yang akan dipercaya Allah swt untuk memimpin negeri ini kelak dengan mereka yang akan menderita kerugian dan menanggung malu akibat kesombongannya. Hanya mereka yang mencintai negeri ini dengan setulus hatinyalah yang akan berada di depan menjadi masinis gerbong Indonesia masa depan. Cinta akan menjadi panglima, bukan lagi hukum, politik, atau ekonomi.

Perhatikan prediksi Jayabaya ratusan tahun silam berikut ini mengenai masa depan Indonesia.

Banyak hal yang luar biasa. Hujan salah waktu. Banyak gempa dan gerhana. Nyawa tidak berharga. Tanah Jawa berantakan. Kemudian, Raja Kara Murka Kutila musnah. Kemudian kelak akan datang Tunjung Putih Semune Pudak Kasungsang. Lahir di Bumi Mekah. Menjadi raja di dunia, bergelar Ratu Amisan, redalah kesengsaraan di Bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan. Raja keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa. Letaknya dekat dengan Gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.

Setelah anomali iklim, bencana alam, bencana kemanusiaan, bencana politik, bencana ekonomi, dan bencana-bencana lainnya sempurna menghancurkan negeri ini, maka Raja Kara Murka Kutila pun musnah. Raja Kara Murka itu artinya para pemimpin yang saling jegal, saling menjatuhkan. Kutila itu artinya demokrasi atau reformasi. Maksudnya adalah zaman atau era para pemimpin saling jegal sebagai ciri khas demokrasi yang menyuarakan reformasi itu akan musnah, hilang, hancur. Kemudian, tampil pemimpin baru yang memiliki sifat nasionalis-religius, sebagaimana yang disampaikan Jayabaya tadi, berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa, ‘punya dua istana, yaitu satu di Mekah dan satu lagi di Indonesia’. Maksudnya, pemimpin yang taat menjalankan ajaran Islam serta sangat mencintai rakyat dan tanah airnya. Pemimpin ini akrab di telinga masyarakat Indonesia dengan sebutan Ratu Adil.

Setelah demokrasi hancur, yang harus dilakukan adalah kembali pada cita-cita murni dari Proklamasi RI, Preambul UUD 1945, Pancasila, Sumpah Pemuda, dan Bhineka Tunggal Ika titik. Itulah yang akan menjadi dasar pemikiran terbentuknya sistem politik baru yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia, bukan lagi meniru-niru cara hidup orang lain.

Perhatikan bagaimana keadaan masa depan Indonesia menurut Prabu Siliwangi ratusan tahun silam.

Daréngékeun! Jaman bakal ganti deui, tapi engké lamun Gunung Gedé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Génjlong deui sajajagat. Urang Sunda disarambat. Urang Sunda ngahampura. Hadé deui sakabéhanana. Sanagara sahiji deui. Nusa jaya, jaya deui sabab ngadeg Ratu Adil. Ratu Adil nu sajati.

Artinya:

Dengarkan semuanya! Zaman bakalan ganti lagi, tetapi nanti setelah Gunung Gede meletus yang disusul meletusnya tujuh gunung. Gempar lagi seluruh dunia. Orang Sunda dipanggil-panggil. Orang Sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Senegara bersatu lagi. Nusa jaya, jaya lagi sebab berdiri Ratu Adil. Ratu Adil yang sejati.

Prabu Siliwangi mengatakan hal itu ratusan tahun silam, tetapi sekarang benar-benar terjadi yang ditandai dengan adanya berita gunung meletus. Hal itu menandakan bahwa beliau sudah mengetahui bakal banyak bencana menimpa Indonesia. Kemudian, setelah itu, nusantara akan hidup berada dalam kejayaan dan tetap bersatu.

Ada dua pendapat mengenai Gunung Gede, yaitu bisa berarti gunung yang bernama Gede yang akan meletus sebagai pertanda perubahan zaman atau gunung yang berukuran besar karena gede dalam bahasa Sunda berarti besar. Kalau Gunung Gede yang akan meletus, berarti kita harus siap-siap mendapati bencana yang lebih besar daripada yang sudah-sudah karena ditambah lagi tujuh gunung yang akan meletus mengikutinya. Hal itu disebabkan Prabu Siliwangi mengatakannya dengan pasti, sedangkan Gunung Merapi yang sudah meletus menakutkan saja tidak disingung-singgung. Akan tetapi, kalau yang dimaksud gunung gede adalah gunung berukuran besar, berarti gunung itu adalah Gunung Merapi dan sudah meletus. Kita tinggal menunggu momen-momen penting perubahan zaman, bukan hanya Indonesia melainkan pula dunia secara keseluruhan.

Kondisi masa depan Indonesia dalam prediksi Jayabaya malah lebih lengkap, sebagaimana berikut.

Waktu itulah ada keadilan. Rakyat pajaknya dinar sebab saya diberi hidangan bunga seruni oleh Ki Ajar. Waktu itu pemerintahan raja baik sekali. Orangnya tampan, senyumnya manis sekali.

Benar-benar raharja waktu itu tidak ada yang menghalang-halangi. Rakyat yang dikenakan pajak seribu dikurangi oleh Sang Prabu tinggal seratus dinar.

Sebelumnya, ada pertanda bintang pari panjang sekali tepat di arah Selatan menuju Timur, lamanya tujuh malam, hilangnya menjelang pagi sekali bersama munculnya Batara Surya bebarengan dengan hilangnya kesengsaraan manusia yang berlarut-larut.

Itulah tanda putera Batara Indra sudah tampak datang di Bumi untuk membantu orang Jawa.

Ini pendapatku, tetapi kelak akan muncul lagi, sudah menjadi kehendak Illahi, kembalinya wahyu nurbuat, nusantara kembali seperti zaman dahulu, seperti waktu kejayaan Majapahit, negeri yang mandiri secara pribadi.

Kemakmuran melimpah ruah, langgeng, tertib tenteram selamanya, hilanglah kedurjanaan, murah sandang pangan, pemimpin yang penuh tanggung jawab dan kasih sayang kepada rakyatnya, selalu tidak kekurangan uang, ibaratnya tanah satu hektar pajaknya satu rupiah.

Kelak, tanah yang sangat luas pajaknya hanya satu real, tidak ada tambahan pajak lainnya. Tunggulah saja hampir tiba saatnya kemuliaan untuk nusantara.

Tidak berapa lama segera datang Ratu Adil duduk menjadi pemimpin dan suri tauladan di wilayah tersebut sehingga menjadi makmur diibaratkan sawah yang sangat luas pajaknya sangat kecil, diibaratkan tidak ada lagi yang harus dilakukan negara sebab saking adil makmurnya nusantara, ibaratnya kegiatan orang-orang tinggal terfokus untuk sembahyang kepada Tuhan saja serta memanjatkan puji-pujian tanpa henti.

Kembali ke soal penyanderaan dalam demokrasi. Demokrasi adalah cara-cara hidup orang lain, orang sono, yang jauhnya ribuan mil dari kita. Nilai-nilai yang mereka anut berbeda jauh dengan nilai-nilai luhur di Indonesia. Dengan digunakannya demokrasi, nilai-nilai hidup kita pun bergeser mengarah hidup seperti mereka yang dipenuhi kecurangan, konflik, korup, dusta, aniaya, grasa-grusu, gemar bertengkar, mudah membunuh, dan lain sebagainya. Itu artinya, demokrasilah yang menyandera orang-orang Indonesia sehingga berperilaku tidak terpuji, tidak patut. Tidak benar bahwa orang-orang Indonesia menyandera demokrasi.

Orang-orang yang akan memimpin Indonesia nanti adalah orang-orang berhati baik dan berperilaku benar. Keluhuran, kecerdasan, kejujuran, dan kemuliaan Prabu Siliwangi akan kembali hidup dalam jiwa-jiwa para pemimpin masa depan, masa Indonesia memegang kunci percaturan dalam pergaulan dunia.

Renungkan pernyataan Prabu Siliwangi ratusan tahun silam berikut ini.

Sakabéh turunan dia ku ngaing bakal dilanglang. Tapi, ngan di waktu anu perelu. Ngaing bakal datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah, tapi ngan nu hadé laku-lampahna. Mun ngaing datang moal kadeuleu; mun ngaing nyarita moal kadéngé. Mémang ngaing bakal datang. Tapi ngan ka nu rancagé haténa, ka nu weruh di semu anu saéstu, anu ngarti kana wangi anu sajati jeung nu surti lantip pikirna, nu hadé laku lampahna. Mun ngaing datang; teu ngarupa teu nyawara, tapi méré céré ku wawangi.

Dalam bahasa Indonesia:

Seluruh keturunan kalian akan aku kunjungi, tetapi hanya pada waktu yang diperlukan. Aku akan datang lagi menolong yang membutuhkan pertolongan, membantu yang kesusahan, tetapi hanya kepada mereka yang baik tingkah lakunya. Jika aku datang, tidak akan terlihat. Kalau aku berbicara, tidak akan terdengar. Memang aku akan datang. Akan tetapi, hanya kepada mereka yang baik hatinya, mereka yang memahami terhadap satu tujuan, mereka yang mengerti pada keharuman sejati, mereka yang memiliki empati tinggi dan tertata rapi pikirannya, serta yang baik tingkah lakunya. Kalau aku datang, tidak akan berupa dan tidak akan bersuara, tetapi memberi ciri dengan wewangian.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa Prabu Siliwangi akan berkeliling mengunjungi keturunan Sunda di mana pun berada, tetapi hanya mengunjungi orang-orang Sunda yang kriterianya ditentukannya sendiri, sebagaimana tertulis di atas. Ia akan datang tanpa rupa dan tanpa suara, tetapi akan memberi ciri dengan wewangian. Ia akan datang kepada mereka yang memiliki ilmu pengetahuan, berhati bersih, berjiwa baik, dan berperilaku benar. Itu bisa berarti yang akan datang dan terus mengalir adalah ilmunya, jiwanya, semangatnya, cita-citanya, perilakunya, serta ketajaman pikiran dan kemampuan manajemen pemerintahannya. Sang Prabu akan datang berkeliling kepada orang-orang yang memiliki gelombang energi yang sama dengannya. Kesamaan energi itu bisa ada pada orang-orang yang kriterianya sesuai seperti yang disebutkan Sang Prabu sendiri.

Pernyataan Prabu Siliwangi di atas tidak hanya berlaku kepada orang-orang Sunda, tetapi juga kepada seluruh orang Indonesia. Siapa pun yang yang memiliki ilmu pengetahuan, berhati bersih, berjiwa baik, berempati tinggi dan tertata pikirannya, serta berperilaku benar akan mampu menjadi pemimpin Indonesia yang menjadi anutan seluruh rakyat sekaligus menjadikan Indonesia sebagai contoh keagungan bagi negara-negara lain.

Para pemimpin Indonesia yang memiliki kriteria demikian akan dapat membawa Indonesia sebagaimana zaman keemasan kejayaan Kerajaan Pajajaran, seperti yang diakui oleh sejarahwan Portugis yang bernama Tome Pires, “The Kingdom of Sunda is justly governed. They are true men."

Artinya, Kerajaan Sunda diperintah dengan adil. Mereka adalah orang-orang jujur.

Jika ingin berperan serta membangun bangsa dalam zaman keemasan, mulailah sejak saat ini menghindari demokrasi. Jangan takut. Takdir kejayaan bersama orang-orang yang benar. Kemuliaan masa depan adalah milik Indonesia.

Ingat, Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, Ir. Soekarno, berkata, ”Ubah saja yang perlu diubah. Jangan tedeng aling-aling!”

Ia pun menegaskan, “Dengan lebih teguh keyakinan bahwa nasib kita ada di dalam genggaman kita sendiri ..., dengan menolak tiap-tiap politik opportunisme dan tiap-tiap politik possibilisme, yakni tiap-tiap politik yang menghitung-hitung ini tidak bisa dan itu tidak bisa, maka kita bersama Mahatma Gandhi yang berkata, ‘Siapa mau mencari mutiara, haruslah berani selam ke dalam laut yang sedalam-dalamnya. Siapa yang dengan kecil hati berdiri di pinggir saja dan takut terjun ke dalam air, ia tak akan dapat sesuatu apa!’ Siapa yang menangkap dan kadang-kadang luput tangkapannya adalah lebih utama daripada siapa yang tidak menangkap sama sekali karena takut jika luput tangkapannya!”

Bagi umat Islam yang jumlahnya terbesar berada di republik ini harus segera mempertebal keimanan dan memperbanyak amal saleh. Keimanan dan amal saleh adalah dua hal mutlak yang akan dijadikan ukuran utama bagi Allah swt untuk memilih para leader di Indonesia dan seluruh muka Bumi ini, sebagaimana janji-Nya sendiri. Bukan rakyat lagi yang memilih, melainkan Allah swt secara langsung, sebagaimana Allah swt telah memilih orang-orang terbaik untuk menjadi para nabi dan rasul pada masa lalu.

“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di Bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Akan tetapi, mereka yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS : An Nuur : 55)

SBY Itu Hanya Koin Rp25

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Masih ingat pecahan koin Rp25? Bagi yang masih punya, coba ambil, lalu letakkan di meja makan. Kemudian, pandangi. Koin Rp25 itu adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sedangkan meja makan itu adalah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Demikianlah saya membandingkan antara SBY dan NKRI. Tidak lebih dan tidak kurang. Bagi mereka yang bukan presiden, apalagi saya saat ini untuk sementara ini, pasti jauh lebih kecil daripada koin Rp25 itu. Entah kalau pada masa depan saya jadi apa, terserah skenario Allah swt. Setiap orang memiliki peran dan fungsi masing-masing selama hidupnya di dunia ini dan akan wafat jika tugasnya selesai sempurna.

Saya membandingkan-bandingkan antara koin dengan meja makan disebabkan rasa heran pada kabar yang tersiar bahwa aktivitas teroris yang tampak meningkat akhir-akhir ini merupakan perwujudan dari kelompok NII (Negara Islam Indonesia) yang ingin menjatuhkan SBY. Pengikut NII telah membuat pos-pos jihad di seluruh wilayah di Indonesia untuk menggulingkan SBY.

NII ingin menjatuhkan SBY? Rancu sekali rasanya. Kok bisa ya? Masa ada kelompok yang ingin mendirikan negara harus bertujuan menjatuhkan presiden? Yang paling masuk akal adalah NII bertujuan mengubah susunan tatanan pergaulan berbangsa dan bernegara sesuai dengan yang dikehendaki NII. Soal presiden, itu soal kecil jika dilihat dari cita-cita lazimnya pendirian sebuah negara.

Kalau kelompok politik tertentu yang merupakan saingan dalam perebutan kekuasaan kursi kepresidenan ingin menjatuhkan SBY, itu bisa sangat mudah dipahami. Memang banyak toh yang menginginkan kursi kepresidenan itu. Akan tetapi, aneh sekali jika NII bertujuan menjatuhkan SBY. Kayaknya maksa deh. Buat apa sih mati-matian bikin rencana dan gerakan kalau cuma ingin SBY jatuh? SBY itu cuma koin kecil di atas meja makan yang luas dan besar. Harusnya kan NII bukan ingin menjatuhkan SBY, melainkan ingin menjatuhkan NKRI. SBY itu bukan NKRI, melainkan sebuah bagian dari keseluruhan NKRI. SBY hanyalah bagian kecil dari seluruh kebesaran NKRI.

Mari kita berandai-andai lagi setelah dalam tulisan-tulisan yang lalu saya mengajak pembaca untuk berandai-andai, taroh kata NII berhasil membunuh SBY, seluruh kabinetnya hancur, kemudian tempat-tempat yang dianggap kafir musnah luluh lantak, lalu ... setelah itu apa ... so what ... akankah Indonesia menjadi NII? Tidak mungkin karena SBY itu cuma koin, sedangkan NKRI itu seluas meja makan. Artinya, perlawanan besar akan didapat dari seluruh kekuatan NKRI dan NII pasti kalah. Kalau toh SBY jatuh, pasti diganti oleh yang lain, tetapi bukan dari NII, melainkan masih dari pihak NKRI karena bentuk negara tetap NKRI, bukan NII. Lantas, apa yang didapat NII? Kekuasaan? Tidak mungkin karena rakyat Indonesia yang sangat banyak itu saat ini memandang bahwa NII adalah sekelompok kecil manusia yang mencatut nama Islam yang dalam kenyataannya telah merugikan kehidupan masyarakat secara umum, termasuk kaum muslimin.

Ada nasihat yang sangat bagus dari pejuang komunis Kuba, Che Guevara yang gambar wajahnya dinyatakan sebagai gambar wajah paling terkenal sedunia. Ia memberikan nasihat bahwa revolusi tidak akan berhasil menang tanpa dukungan rakyat. Ia dan Fidel Castro bisa menang di Kuba karena mendapatkan dukungan rakyat, tetapi meraih kecelakaan kegagalan bahkan kematian di Bolivia karena tidak mendapatkan dukungan rakyat.

Dari pengalaman Che va itu, kelompok NII mestinya sadar bahwa upayanya tidak akan pernah berhasil karena tidak mendapatkan dukungan rakyat, bahkan akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Itu pun kalau memang benar NII asli kelanjutan dari pengikut SM Kartosoewiryo yang ingin menjatuhkan SBY, bukan NII jadi-jadian. Kalau NII jadi-jadian, berarti semua ini cuma permainan politik rendahan, sinetron kampungan, kabaret acak adut, kutu kupret borok.

Lihat juga Muhammad Rasulullah saw. Beliau tidak melakukan tindakan kekerasan jika tidak diserang. Beliau pun mengambil alih kekuasaan Mekah tanpa pertumpahan darah setetes pun dalam peristiwa Futuh Makkah, ‘kemerdekaan Mekah’. Seluruh musuhnya tunduk takluk tanpa terluka satu goresan pun di tubuh mereka. Apa sebab Rasulullah bisa menang seperti itu? Sebabnya adalah adanya dukungan rakyat. Jika rakyat Mekah dan Madinah tidak mendukungnya, pasti tidak akan menang. Tanpa dukungan rakyat, pasti Muhammad Rasulullah saw akan selalu terusir.

Periksa juga sejarah NII asli. Ketika TNI harus hijrah ke Yogyakarta, SM Kartosoewiryo tidak setuju. Kisah ini saya dapatkan dari Prof. Dr. Hj. Nina Lubis, perempuan pertama Indonesia ahli sejarah yang mendapatkan gelar profesor, ketika berkenan menolong saya menjadi pembicara dalam peluncuran buku yang saya susun dengan judul Mengenal Gubernur Jawa Barat dari Masa ke Masa di Hotel Horison, Bandung. Menurutnya, SM Kartosoewiryo menolak untuk hijrah ke Yogyakarta.

Kata Kartosoewiryo, “Kalau tentara semua pergi ke Jogja, siapa yang akan melindungi rakyat?”

Menurut sumber lain, Jenderal Sudirman pun memiliki pandangan yang sama dengan SM Kartosoewiryo, yaitu sangat tidak setuju jika TNI seluruhnya harus ke Yogyakarta. Harus ada yang tetap tinggal di luar Yogyakarta untuk melanjutkan perjuangan secara fisik.

Dari sejarah Rasulullah saw, Che va, dan SM Kartosoewiryo, ada hal yang sama, yaitu perhatian kepada rakyat. Sekarang, NII, baik asli, gadungan, pesanan, atau imitasi telah memberikan apa kepada rakyat? Pencerahan apa yang sangat bermanfaat bagi rakyat? Harapan apa yang diberikan kepada rakyat? Kalau belum bisa dekat dengan rakyat, berarti tidak akan mendapatkan dukungan rakyat. Itu artinya, gerakan apa pun akan selalu gagal, kecuali menimbulkan kerusuhan yang mengakibatkan kerusakan nama baik pelaku teror sendiri.

Kalaulah NII asli yang berniat menjatuhkan SBY, berarti mereka itu bodoh menuju idiot karena tidak akan mendapatkan apa-apa selain kerugian kepada masyarakat dan kepada dirinya sendiri. Memang bukan sesuatu yang mustahil NII bisa menjatuhkan serta menghancurkan SBY dan pemerintahannya, tetapi tidak akan mungkin menjadikan Indonesia menjadi NII. Aksi-aksi teror yang dilakukannya kalau berhasil hanyalah akan memindahkan kekuasaan kepada orang yang berbeda, tetapi bentuk negara tetap NKRI, bukan NII. Hal itu disebabkan NII tidak mendapatkan dukungan rakyat, bahkan akan dimusuhi rakyat. Kalaulah ingin menjadikan Indonesia NII, seharusnya melakukan perencanaan matang terprogram untuk meraih simpati masyarakat Indonesia yang seluas meja makan itu sambil berkelit meliuk-liuk agar tidak berbenturan dengan hukum positif. Hal itu harus dilakukan tanpa letih dalam waktu teramat panjang dengan jalan memberikan pencerahan disertai perilaku yang penuh teladan, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw sehingga masyarakat mengerti dan berpihak pada NII. Rasulullah saw di samping berdakwah menyampaikan materi keislaman, juga memberikan contoh perilaku yang baik sesuai dengan materi dakwahnya. Rasulullah itu Al Quran berjalan. Jika kita ingin melaksanakan Al Quran, contoh saja perilaku Rasulullah saw. Akan tetapi, jika upaya menjatuhkan SBY itu dilakukan oleh NII pesanan, NII request, atau NII teater, ya... sudah, semuanya cuma akan menghasilkan keributan, golnya hanya huru-hara untuk kepentingan politik dan ekonomi tertentu, tidak ada urusan dengan kepentingan rakyat, kemuliaan Islam, atau pengabdian kepada Allah swt. Bagi mereka, tidak penting Indonesia jadi NII atau tidak, pokoknya Indonesia rusuh sesuai pesanan. Itu saja.

Saya jadi teringat ceritera Si Pitung yang jawara itu. Ia berjuang untuk rakyat. Ketika kepentingan kolonial Belanda terusik, Si Pitung jadi buronan. Lalu, beberapa petinggi pribumi penjilat Belanda semakin memburuk-burukkan nama Si Pitung. Bukan hanya itu, para penjahat, perampok, pembunuh, dan pemerkosa pun mengaku-aku dirinya bernama Si Pitung setelah melakukan aksinya-aksinya. Akibatnya, Si Pitung menjadi benar-benar buronan kelas kakap yang dianggap meresahkan dan mengganggu ketertiban masyarakat. Seluruh gangguan keamanan dialamatkan kepada Si Pitung. Nah, NII pesanan atau gadungan itu mirip dengan kombinasi antara penjilat dan para penjahat yang mengaku-aku NII asli. Padahal, NII yang benar-benar asli tulen yang didirikan SM Kartosoewiryo sendiri telah lama usai, tutup buku, habis kisah, selesai sudah. Adapun para petualang itu hanya berupaya menggunakan nama NII dengan harapan seluruh keburukan ditimpakan pada NII Kartosoewiryo dan mereka mendapatkan keuntungan dari kecurangan yang dilakukannya. Memang sangat mungkin para pemuda yang menjadi pion sebagai martir menyangka dirinya telah melakukan jihad, tetapi sebenarnya mereka telah tertipu di dunia ini. Soal urusan akhirat, tentang mereka akan masuk surga atau neraka, itu adalah urusan Allah swt. Kita tidak bisa tahu. Oleh sebab itu, mudah-mudahan Allah swt memberikan pemahaman agar mereka kembali pada jalan yang benar, lepas dari ketertipuannya, lalu melanjutkan perjuangan memuliakan Islam dan kaum muslimin dengan cara lain yang lebih baik dan terhormat. Amin.

Halo Para Nasionalis

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Urusan NKRI adalah urusan bersama seluruh elemen bangsa. Ketika terjadi ancaman terhadap keutuhan NKRI, sudah selayaknya setiap pribadi, setiap keluarga, dan setiap kelompok ikut menjaganya. Berkali-kali keutuhan NKRI mendapatkan cobaan yang berat, tetapi selama itu pula tetap berhasil utuh, tidak terkalahkan. Kalaupun Timor Timur lepas, itu lain soal. Daerah itu memiliki sejarah yang berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia ini.

Memang pihak aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh atas penyelesaian kasus NII yang menghebohkan akhir-akhir ini. Akan tetapi, polisi saja tidak cukup. Diperlukan kepedulian seluruh elemen bangsa untuk berperan serta menuntaskan kasus ini, tentunya dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum, dengan kata lain memberikan bantuan dan dorongan kepada pihak kepolisian dan aparat berwenang lainnya.

Dari berbagai pemberitaan, memang sudah sangat banyak yang melakukan berbagai upaya menanggulangi NII ini, terutama oleh para keluarga yang merasa ada anggota keluarganya hilang atau bersikap aneh-aneh. Di samping itu, para aktivis Islam, baik secara individu maupun kelompok sudah menyatakan sikap permusuhan terhadap gerakan NII yang merugikan masyarakat tersebut. Apalagi para mubaligh, ustadz, dan para ulama, berupaya benar-benar menjaga umatnya agar tidak tergelincir ke jalan yang salah sekaligus memberikan “pengobatan” kepada mereka yang sudah terlanjur berada dalam NII palsu, tetapi ingin kembali pada jalan yang benar.

Dari berbagai elemen bangsa yang sudah tampak berperan serta menanggulangi kasus ini, ada kelompok yang masih belum kelihatan peranannya, yaitu kelompok-kelompok yang menggunakan simbol-simbol kebangsaan atau nasionalisme. Mungkin saudara-saudara kita ini sudah melakukan berbagai hal, tetapi gaungnya masih kurang atau bahkan belum terdengar. Saya bahkan melihat bahwa akhir-akhir ini urusan NKRI seolah-olah merupakan urusan aktivis Islam. Coba lihat saja ketika Ambon, Poso, bergolak dan Republik Maluku Selatan (RMS) membuat kisruh, yang bergerak dan berangkat ke sana adalah Laskar Jihad, bukan aktivis nasionalis, padahal di sana jelas dipertaruhkan martabat NKRI. Demikian pula saat Timor Timur hendak lepas, para pemuda dari Nahdatul Ulama (NU) yang menyatakan bersiap diri untuk menjadi martir demi menjaga Timor Timur tetap di pangkuan RI. Hal yang sama terjadi juga pada masalah NII. Urusan NII ini seolah-olah pula merupakan urusannya para aktivis Islam, padahal merupakan urusan bersama. Namun, kelompok-kelompok nasionalis seolah-olah kurang terdengar pernyataan dan sikapnya. Halo para nasionalis, where are you?

Adalah sangat baik bila kelompok-kelompok Islam dan nasionalis bergabung bersatu padu bergandeng tangan berjabat erat untuk mengatasi permasalahan bersama. Yang saya maksud kelompok Islam dan kelompok nasionalis adalah yang berupa LSM, bukan yang merapat pada kekuasaan semisal partai. Negeri ini lahir karena perjuangan kelompok-kelompok muda Islam dan nasionalis plus komunis. Akan tetapi, komunis kan sudah diharamkan, jadi jangan dipikirkan lagi.

Kita membutuhkan kebersamaan bukan pertentangan. Masalahnya, masih ada pihak-pihak yang berupaya mempertentangkannya dalam arti mempertentangkan kelompok Islam dan nasionalis. Contohnya, saya pernah diundang ke salah satu pertemuan tim sukses pasangan calon kepala daerah dan wakilnya.

Sang Calon Wakil mengatakan dengan tegas, “Kita harus berjuang keras karena kita benar-benar berhadapan dengan kelompok yang berbeda dengan kita!”

Perlu diketahui, pasangan tersebut berasal dari partai nasionalis, sedangkan lawan beratnya berasal dari partai berbasis massa Islam.

Banyak sebenarnya kalimat-kalimat yang berupaya mempertentangkan Islam dan nasionalis. Saat itu saya hanya bisa berkata sedih dalam hati, Ya Allah Ya Robbi benar sekali yang namanya demokrasi itu merusakkan hubungan antarmanusia. Demi meraih kemenangan, mereka mempengaruhi orang-orang agar bermusuhan dengan orang lainnya. Benar-benar ajaran sesat itu demokrasi.

Melalui tulisan ini, saya berharap agar adanya kesepahaman dan persatuan yang lebih erat di antara kelompok-kelompok Islam dan nasionalis, tidak seperti sekarang yang masih tampak sibuk masing-masing. Urusan NII adalah tantangan bersama, masalah bersama, selayaknya dihadapi bersama. Setiap yang berkaitan dengan keutuhan bangsa, seyogyanya ditanggulangi bersama.

Meskipun demikian, kelompok-kelompok Islam pun harus mengakui bahwa kelompok nasionalis telah lebih dahulu bergerak dan bersikap keras ketika menghadapi persoalan perbatasan dan keutuhan wilayah, sebagaimana pernah terjadi pada kasus sengketa dengan Malaysia dan soal Manohara. Kelompok-kelompok Islam malah tampak agak ragu bersikap mengecam Malaysia karena merasa satu rumpun dan satu agama. Padahal, meskipun beragama sama, jika melakukan penistaan terhadap NKRI, sudah seharusnya diperangi.

Pendek kata, sekarang adalah waktu yang sangat tepat untuk mempertontonkan diri di hadapan khayalak ramai dan dunia bahwa Indonesia memiliki kekuatan yang sangat besar dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan bangsa. Persoalan NII jadi-jadian ini dapat menjadi triger bersatu hatinya kelompok Islam dan nasionalis. Dengan demikian, setiap pihak, baik dari dalam maupun luar negeri yang mencoba memecah-mecah elemen bangsa untuk kepentingan sangat sempitnya akan malu sendiri dan mendapatkan kegagalan luar biasa. Insyaallah.

Hidup NII! Merdeka NII!

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

TUJUH AGUSTUS
SATU SEMBILAN EMPAT SEMBILAN
ITULAH HARI DIPROKLAMIRKANNYA
NEGARA ISLAM INDONESIA

TEGUH BERDASAR
RAYUAN WAHYU ILLAHI
LAKSANAKANLAH SUATU NEGARA
KURNIA ALLAH YANG ESA

TEMPAT PERSATUAN UMAT
KEBESARAN DAN KEJAYAAN
KEADILAN YANG MERATA
DI SELURUH NUSANTARA


Ada yang tahu syair apa itu?

Itu adalah syair dari lagu wajib Negara Islam Indonesia (NII). Beberapa waktu lalu, saya diberi teks syair itu oleh seseorang yang mengaku anggota NII. Dia tampaknya dalam keadaan bingung. Ia masih sangat terikat NII karena istrinya bekerja di sebuah lembaga pendidikan yang dibentuk NII. Jelas, persoalan yang dimilikinya adalah persoalan ekonomi, bukan politik.

Sayang sekali, saya lupa menanyakan judul lagu tersebut. Entah lagu itu merupakan lagu paling wajib sebagaimana Indonesia Raya ataukah hanya sebuah lagu dari sekian banyak lagu yang dimiliki oleh NII. Dari nadanya, lebih mendekati sebuah hymne, bukan mars. Dua kali ia melantunkan lagu tersebut di depan saya. Saya pun langsung hapal. Pintar benar mereka. Nada lagunya memiliki pesona luar biasa. Penuh khidmat, memiliki semangat, membangkitkan emosi, serta menanamkan harapan. Apalagi jika menggunakan alat musik, seperti, gitar atau keyboard, semakin menusuk perasaan.

Saya juga tidak tahu apakah lagu itu sudah ada sejak zaman SM Kartosoewiryo atau diciptakan setelahnya. Pun saya tidak memiliki informasi apakah lagu ini digunakan atau dimiliki oleh seluruh kelompok NII atau hanya kelompok tertentu karena NII sendiri terdiri atas banyak kelompok yang berbeda dan tak jarang hubungan di antara mereka tidak harmonis. Yang jelas, menurutnya, lagu ini setiap tahun dikumandangkan. Memang tidak semua anggota NII mengetahui lagu ini, hanya orang-orang tertentu, pada level tertentu. Setiap tahun mereka menyanyikannya untuk memperingati hari proklamasi NII, 7 Agustus 1949.

Lagu ini dinyanyikan di berbagai tempat yang dianggap aman, misalnya, di tempat kontrakan, gedung-gedung tertutup, tempat-tempat terbuka yang mereka kuasai, atau hutan-hutan. Beberapa hari atau beberapa minggu sebelum menyanyikan lagu itu, mereka melakukan berbagai kegiatan seperti aktivitas masyarakat Indonesia pada umumnya menjelang peringatan HUT Proklamasi RI, misalnya, pertandingan bola voli, catur, lomba memancing, marathon, bulu tangkis, baca puisi, lomba menyanyi, khitanan massal, dan lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan ini sering tidak tertutup, bahkan terbuka. Mereka merasa aman karena tak pernah dicurigai masyarakat. Toh, memang masa-masa itu merupakan waktunya banyak diselenggarakan kegiatan sejenis. Mereka hampir bebarengan melakukan kegiatan itu dengan masyarakat Indonesia lainnya karena sama-sama memperingati hari keramat dalam bulan yang sama, Agustus. Perbedaannya, kita memperingati 17 Agustus 1945, sedangkan mereka memperingati 7 Agustus 1949.

Pada hari H mereka bukan saja menyanyikan lagu wajib di atas, melainkan meneriakkan pula yel-yel lainnya, seperti, Hidup NII! Merdeka NII! Menurut perkiraan saya, mereka meneriakkan itu penuh semangat, lebih bersemangat dibandingkan kita jika meneriakkan Hidup Indonesia! Merdeka Indonesia! Itu cuma perkiraan, bayangan, tetapi sangat mungkin terjadi karena mereka memiliki keinginan yang pasti dan pemimpin yang juga pasti, sedangkan kita mengalami krisis kepemimpinan dan banyak masalah yang melilit tak kunjung selesai, wajar jika agak hambar meneriakkannya.

Akan tetapi, berbeda jika Timnas sepakbola kita berlaga, teriakan kita bisa sangat nyaring memecahkan langit. Itu bagus, lumayan, daripada tidak sama sekali. Soalnya, anehnya, teriakan Hidup Indonesia! sangat membahana saat pertandingan sepakbola, tetapi begitu kikuk ketika berhadapan dengan masalah ekonomi, ideologi, Hankam, dan politik. Banyak orang yang tenang-tenang saja ketika negeri ini kekayaan alamnya dikuras oleh orang-orang rakus dan perusahaan asing. Malahan, mereka selalu memuja-muja bangsa asing yang perilakunya sudah tampak lebih bajingan daripada bajingan, lebih premanisme dibandingkan para preman. Sangat sering kita melihat mobil atau motor yang ditempeli stiker bendera bangsa asing. Bukan di sana saja mereka mengibarkan bendera orang lain, melainkan pula di kamar tidur, di seprai, di celana, baju, topi, tas, dan lain sebagainya. Aneh memang, entah apa yang ada dalam pikiran mereka. Demikian pula saat Pemilu, banyak yang memilih orang-orang yang sudah jelas memberikan pengaruh buruk terhadap kehidupan bangsa hanya karena diberi selembar uang lima puluh ribuan atau janji-janji yang jelas pasti palsu. Dengan tulusnya mereka pergi ke tempat-tempat pemilihan, padahal mereka sendiri kebingungan mau memilih siapa karena sudah berkali-kali memilih, tetapi kehidupan mereka tak kunjung berubah lebih baik, bahkan ada yang terus meluncur ke arah kemiskinan. Yang berubah lebih baik secara ekonomi ya hanya mereka-mereka itu yang telah dipilih menjadi pejabat. Kalau menurut saya sih, jangan paksakan diri pergi ke tempat pemilihan kalau tak ada yang bisa dipercaya. Duduk saja yang manis di rumah atau pergi bekerja. Itu lebih baik karena tidak akan menanggung beban di akhirat nanti. Soalnya, semua orang di akhirat nanti akan ditanyai tentang segala yang dilakukannya di dunia ini, termasuk dimintai keterangan dan pertanggungjawaban tentang pilihan kita saat memilih dalam Pemilu. Itu pasti terjadi.


Batas Waktu

Urusan NII palsu ini sudah sangat memuakkan, mengesalkan, dan membosankan, tetapi tidak pernah selesai secara tuntas. Sementara itu, dari hari ke hari korbannya semakin banyak, baik korban ketertipuan maupun korban kekerasan. Sudah sangat wajar jika seluruh bangsa Indonesia berharap aparat penegak hukum dapat menuntaskan kasus NII paling lambat 6 Agustus 2011, tepat satu hari sebelum mereka merayakan lagi hari kemerdekaannya pada 7 Agustus 2011. Setelah tanggal itu, sudah tak boleh lagi ada lagu kebangsaan yang dikumandangkan yang bukan lagu kebangsaan Indonesia di negeri ini, kecuali yang disahkan oleh aturan, seperti, dalam pertandingan olah raga antarnegara atau menyambut petinggi pemimpin negara asing yang bertamu ke RI.

Mengapa saya mengusulkan batas waktu maksimal itu? Persoalan NII ini sudah terjadi sejak lama, sejak zaman tai kotok dilebuan, ‘tahi ayam ditaburi abu gosok’. Try Sutrisno saat menjadi Pangab sudah mengumumkan bahwa di negeri ini telah berkembang kelompok-kelompok misterius yang disebutnya sendiri OTB (Organisasi Tanpa Bentuk).

Soeharto saat menjadi presiden pun mengatakan hal yang mirip, “Mereka yang anti terhadap Pancasila adalah sesungguhnya belum mendalemi Pancasila.”

Ketika mengatakan mendalemi, dialeknya khas jawa medok. Mendalemi Pancasila atau dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah mendalami Pancasila yang dimaksud Soeharto adalah Pancasila menurut versi dan keinginannya sendiri, bukan keinginan dari Pancasila itu sendiri. Akan tetapi, terlepas dari itu semua, pernyataan Try Sutrisno dan Soeharto jelas sekali menunjuk pada kelompok yang sama, yaitu NII. Itu artinya, masalah NII sudah terjadi sejak sangat lama, tetapi tak kunjung selesai. NII palsu itu seolah-olah dimusuhi, disalahkan, tetapi tetap dibiarkan hidup.


Benteng Kokoh

Kalaulah permasalahan NII gadungan itu masih belum selesai sampai 6 Agustus 2011, berarti NII memang memiliki benteng yang sangat kokoh dan kuat. Benteng itu lebih kokoh dibandingkan Tembok Cina. Tembok Cina betapapun kuatnya bisa roboh hanya dipukuli oleh palu secara terus-menerus. Akan tetapi, benteng NII tak bisa hancur oleh senjata apa pun. Nuklir pun tak akan mampu menghancurkannya. Hal itu disebabkan benteng itu telah dibangun dengan baik dan rapi oleh kelambatan aparat penegak hukum, pembiaran yang dilakukan pemerintah, perlindungan para politisi yang memanfaatkannya, sifat lupa dari masyarakat Indonesia sendiri, serta kegemaran mengheboh-hebohkan kasus yang baru.

Kalau ada yang membantah aparat lambat dan pemerintah membiarkan, kenapa kasus ini terjadi terus-menerus selama puluhan tahun? Sementara itu, sudah sangat banyak keluarga yang menangis sedih karena ada anggota keluarganya terjerat NII imitasi ini. Di samping itu, sudah sangat banyak laporan yang diadukan oleh berbagai lapisan masyarakat mengenai hal ini, tetapi tetap tak ada kejelasan.

Dalam tulisan yang lalu, sempat saya beberkan sedikit pengakuan-pengakuan korban NII. Pada tulisan ini saya tambahi lagi sedikit. Ibu saya sendiri sangat sering berceritera kepada saya mengenai teman-teman pengajiannya yang menangis sedih dan mengeluh karena anak-anaknya menjadi pengikut NII. Di antara mereka ada yang sudah kehilangan anak selama empat sampai lima tahun lebih. Ketika suatu saat anaknya datang kembali ke rumah, para orangtua itu gembira bukan main. Mereka pun menyambut anaknya dengan penuh kasih sayang, memberikannya kenyamanan, perlindungan, dan pelayanan penuh haru cinta. Akan tetapi, besok paginya anaknya sudah tidak ada lagi entah ke mana. Bahkan, bukan hanya anak yang hilang, melainkan pula perabot rumah tangga, alat-alat dapur, perhiasan, taplak meja, perkakas pertukangan, kain korden, seprai, selimut, sepatu orangtua, pakaian saudara-saudaranya, serta banyak lagi yang ikut raib. Akankah kondisi itu terus dibiarkan terjadi? Tampaknya memang situasi ini akan berlangsung sangat lama karena kita membuatkan benteng yang teramat canggih bagi NII.


Relakan Mereka Bergembira

Kalau sampai 6 Agustus 2011 NII tak bisa juga diatasi dengan tuntas, biarkanlah pengikut NII bergembira merayakan kemenangannya. Relakanlah mereka menyanyikan lagu kebangsaannya dengan penuh kesenangan dan semangat. Mereka menang dan bergembira karena berada dalam perlindungan benteng kokoh yang kita buat sendiri. Tahanlah kesesakan nafas di dada kita ketika mereka tersenyum riang ceria gembira di atas tangisan keluarga-keluarga yang kehilangan anggotanya. Tundukkanlah kepala kita dengan tenang dan takzim karena percuma juga kesal dan bersedih hati, ternyata negeri ini tak mampu mempertahankan kewibawaannya dirongrong oleh mereka yang menginginkan kekuasaan politik dan ekonomi dengan mencatut nama Islam dan atas nama NII asli. Berupayalah berdamai dengan teriakan Hidup NII! Merdeka NII! Memang kita mungkin tak akan mendengarnya langsung, tetapi yel-yel itu jelas berkumandang entah di mana, di sebuah tempat di tanah air Indonesia.

Beginilah kisah kita saat ini yang akan menjadi bahan tertawaan anak cucu kita kelak. Ketika anak cucu kita mempelajari sejarahnya, mereka akan menyalahkan dan mengutuk sikap-sikap kita pada hari ini yang membiarkan kekalutan demi kekalutan terjadi. Mereka akan menuding kita sebagai generasi bego bin bloon, bukan generasi pejuang, bukan penerus bangsa, atau bukan penyelamat NKRI. Bukankah kejadian masa lalu menentukan kejadian hari ini dan kejadian hari ini menentukan pula kejadian pada masa depan?

Sekarang kita berada di penghujung Mei, sebentar lagi Juni, lalu Juli, kemudian Agustus. Orang-orang NII akan lebih dahulu memperingati HUT NII karena jatuh pada 7 Agustus 2011, sedangkan HUT RI pada 17 Agustus 2011. Mereka telah mendapatkan kehormatan merayakan lebih dahulu, sedangkan kita belakangan. Ceuk basa Sunda mah ‘wayahna bongan sorangan’, ‘dalam bahasa Sunda, ‘rasain deh lu, salah sendiri.’’

Wednesday, 4 May 2011

Anakku, Teroris, Kautumbuh Makin Manis

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Wanita Sundal yang bernama Mami Kapitalis kini anak keduanya sudah tumbuh makin manis dan mengagumkan. Anak pertama Mami Kapitalis bernama Komunis dan anak kedua namanya Teroris.

Tulisan ini terinspirasi dari hasil pemikiran besar Sang Pemikir Besar yang juga Pemimpin Revolusi Indonesia, Presiden ke-1 RI Ir. Soekarno. Ia orang hebat yang memiliki kemampuan melihat, kemudian menjelaskan sesuatu yang berada di balik sesuatu yang orang banyak tidak mengetahuinya.

Beberapa tahun ke belakang ketika terjadi pertarungan antara komunis dan kapitalis, orang-orang berpendapat bahwa komunis dan kapitalis adalah aliran pemikiran dan gerakan yang tumbuh masing-masing tanpa ada keterkaitan. Kapitalis adalah pihak baik yang membantu orang-orang beragama untuk menghancurkan Syetan Komunis yang antiagama, anti-Tuhan. Begitu kira-kira yang berkelebat di benak banyak orang, termasuk orang-orang Indonesia yang sangat membenci komunis dan “rada-rada” mau berteman dengan kapitalis. Akan tetapi, tidak demikian dalam pandangan Soekarno.

Soekarno memandang bahwa kapitalis adalah ibu kandungnya komunis. Komunis pada hakikatnya bukanlah hasil pemikiran “penghasut” atau “penusuk”, seperti, Karl Marx, Friedrich Engels, Saint Simon, Proudhon, atau Lassale. Para penghasut itu hanya melakukan cara bangkitnya saja sebuah perlawanan yang merupakan suatu reaksi. Perlawanan itu merupakan reaksi dari aksi-aksi yang dilakukan kapitalis. Menurutnya, di mana saja ada kapitalisme, di sana pasti ada komunisme. Komunis itu bagaikan bayangan yang mengikuti ke mana saja kapitalis bergerak.

Dalam pandangannya, kapitalis itulah yang melahirkan komunis. Jika kapitalis tidak ada, niscaya komunisme tidak akan pernah ada. Secara sederhana, timbulnya komunis adalah untuk memperjuangkan hak-hak buruh, hak-hak proletar yang telah dirampas para pengusaha, pengumpul modal, kapitalis, borjuis. Artinya, jika para pengusaha atau kapitalis atau borjuis tidak merampas hak-hak kaum proletar yang miskin, komunis dipastikan tidak pernah akan ada. Hal itu bisa berarti bahwa jika ingin komunis lenyap di muka Bumi ini, kapitalislah yang harus dihancurkan lebih dahulu. Selama kapitalis masih ada, komunis pasti tetap hidup.

Kata Soekarno, soal komunis, “Ia adalah anaknya kapitalisme. Akan tetapi, ia adalah pula suatu kekuatan yang mencoba menghancurkan kapitalisme. Ia tidak bisa berada di dalam suatu negeri jikalau negeri itu mempunyai aturan kemodalan. Ia tentu ada di suatu negeri jikalau negeri itu susunan pergaulan hidupnya kapitalistis.”

Hal yang sama terjadi pula pada terorisme. Ini bukan menurut Soekarno. Ini menurut saya, Tom Finaldin, teroris itu dilahirkan pula oleh kapitalis. Dalam banyak kasus di berbagai belahan dunia ini, serangan teroris itu ditujukan pada kepentingan-kepentingan Amerika Serikat dan atau pihak-pihak yang berkolaborasi dengan Amerika Serikat. Semua orang tahu bahwa Amerika Serikat itu adalah negeri yang paling kapitalistis. Ia bukan hanya kapitalis di negerinya sendiri, melainkan pula nafsu-nafsu kapitalisnya diekspor ke berbagai negara, termasuk negara-negara Islam. Ia dengan keangkuhannya menduduki negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, baik dengan terang-terangan maupun dengan sembunyi-sembunyi dengan cara menjalin kerja sama siluman dengan petinggi-petinggi korup bermental rendah dan nista. Di samping itu, kapitalis AS telah melakukan standar ganda mengenai Israel dan Palestina. Itulah yang menyebabkan teroris yang sering dikaitkan dengan Islam melakukan penyerangan terhadap kepentingan AS di mana saja, termasuk teman-teman AS dari berbagai bangsa.

Teroris itu bukanlah hasil pemikiran Osama bin Laden atau tokoh-tokoh yang dianggap teroris lainnya. Mereka melakukan teror itu merupakan sebuah bentuk perlawanan atas perilaku-perilaku kapitalis yang dipandang sangat merugikan dan merusakkan banyak bangsa, terutama negara-negara berpenduduk mayoritas muslim. Itu artinya, teroris dilahirkan dari rahim kapitalis, sebagaimana komunis yang telah lahir dari rahim kapitalis. Teroris adalah putera kedua dari Mami Kapitalis.

Apabila ingin teroris berhenti dari aktivitasnya, kapitalislah yang terlebih dahulu harus disingkirkan. Selama kaum kapitalis serakah itu merusakkan banyak negeri, jangan harap teroris akan mati. Teroris akan tetap hidup bersama-sama ibu kandungnya, Mami Kapitalis di mana saja berada.

Adalah sebuah pelajaran berharga pada masa lalu ketika Indonesia dijadikan papan catur pertarungan oleh pihak kapitalis dan komunis yang kemudian melahirkan G-30-S disusul terbunuhnya jutaan rakyat Indonesia dan goncangnya negara plus kacaunya sejarah bangsa. Ada banyak hal yang bisa kita timba dari masa-masa itu. Salah satunya adalah kita tidak perlu berpihak pada salah satu kekuatan yang sekarang berseteru mirip waktu itu, yaitu antara kapitalis dan teroris. Keduanya bukanlah jiwa asli bangsa Indonesia. Kapitalis bertentangan sekali dengan Pancasila. Demikian pula teroris, sama sekali bukan watak asli bangsa Indonesia.

Negeri ini, Indonesia tercinta, harus jelas iramanya, ninggang dina kekecrek, ‘tepat dasar langkahnya’. Kita harus paham negeri ini diproklamasikan untuk apa. Denah pembangunan bangsa ini tidak boleh terlepas dari Pembukaan UUD 1945. Semua aktivitas harus diarahkan pada gambar denah itu, bagaikan membangun gedung yang harus selalu sesuai dengan gambar yang dibuat oleh arsitek. Seluruh mandor, pengawas, tukang tembok, dan kuli bangunan harus mengacu pada gambar denah itu, bukan membuat denah sendirian. Itu ngaco namanya. Pancasila adalah kacamata yang harus kita gunakan untuk memandang segala hal terkait perjalanan bangsa ini. Hanya dengan itulah kita bisa hidup aman, tertib, makmur, dan sejahtera. Kalaulah sekarang negeri ini dirundung berbagai kemalangan, itu disebabkan terlalu banyak orang yang punya denah sendiri, lalu bekerja sama dengan pihak luar, entah itu dengan pihak kapitalis ataupun pihak teroris. Ya iyalah pasti ngaco atuh.

Ingat, Pancasila adalah anugerah besar dari Allah swt bagi Indonesia. Tak ada produk pemikiran yang lebih tinggi dibandingkan Pancasila di muka Bumi ini. Jika kita ingin berhasil dalam berbangsa dan bernegara, kembalilah pada kesucian Ibu Pertiwi. Dengan cara itulah kita bisa bijak dan tepat mengatasi permasalahan bangsa sekaligus menjadi contoh bagi negara-negara lain di seluruh muka Bumi ini. Singkirkan kapitalis, maka teroris pun mati sendiri. Insyaallah.

Orang-Orang Frustasi

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Beragam cara yang ditempuh kelompok-kelompok yang mengaku-aku pejuang Islam untuk menegakkan NII dalam mencari pengikut. Dulu mereka menakuti-nakuti orang dengan cara memberikan argumen bahwa orang tidak bisa disebut muslim jika tidak mengucapkan dua kalimah syahadat di depan imam mereka meskipun berasal dari keluarga muslim yang taat. Mereka mempengaruhi calon pengikutnya itu terus-menerus sampai cenderung mengganggu aktivitas rutin orang tersebut. Dalam pandangan mereka, meskipun berasal dari keluarga muslim dan melakukan ajaran Islam, tetap akan masuk neraka jika tidak dibaiat di hadapan pemimpin mereka.

Orang-orang yang masih rendah pemahaman Islam-nya, tetapi memiliki semangat tinggi untuk mengagungkan Islam biasanya terpengaruh. Mereka yang terpengaruh biasanya dari kalangan generasi muda meskipun banyak juga dari kalangan orang tua.

Akan tetapi, dalam perjalanannya, cara tersebut sudah sangat tidak efektif, tatkala pengikut mereka yang masih memiliki pemikiran kritis melihat dengan jelas bahwa akhlak di kelompok tersebut lebih rendah dibandingkan dengan akhlak orang-orang Islam pada umumnya. Misalnya, kurangnya disiplin dalam menjalankan shalat, sangat jarang membaca Al Quran dan berdzikir, sering berbicara kotor cenderung seksual, berperilaku kasar, kurangnya rasa kemanusiaan, tidak peduli dengan lingkungan, menganggap orang lain sebagai musuh karena kafir, bahkan menghalalkan untuk mencuri barang dan harta orang lain meskipun itu harta orangtua mereka sendiri. Oleh sebab itu, banyak pengikutnya yang mulai meninggalkan kelompok-kelompok itu karena merasa ajaran Islam itu bukan seperti yang ada di dalam kelompok tersebut.

Apalagi pada masa awal reformasi, 1998. Para pengikut mereka melihat dengan nyata bahwa kelompok-kelompok yang mengaku pejuang Islam itu hampir tidak melakukan apapun untuk masyarakat Indonesia, padahal selama berada dalam era Soeharto, para pemimpin kelompok tersebut menggencarkan pemahaman bahwa pemerintahan Orde Baru itu adalah kafir dan musuh yang harus dilenyapkan. Akan tetapi, dalam kenyataannya yang menumbangkan rezim Orde Baru bukanlah kelompok-kelompok NII itu, melainkan para mahasiswa dan tokoh-tokoh reformasi yang sering dilecehkan oleh para pemimpin kelompok tersebut. Mereka malahan tetap saja asyik mengeksploitasi pengikutnya untuk mencari dana dan pengikut baru, baik halal maupun haram. Setelah rezim Orba tumbang pun, kelompok-kelompok misterius itu tetap tidak melakukan hal nyata untuk berpartisipasi dalam membangun negara. Begitu-begitu saja aktivitas mereka itu. Monoton, statis, membosankan, seenaknya.

Para pengikut yang mulai meninggalkan kelompok yang katanya pejuang tersebut memang mendapat berbagai cap istimewa dari para pemimpinnya dan teman-temannya yang masih bertahan, yaitu murtad, kafir, atau zalim. Akan tetapi, orang-orang yang sudah tidak merasa kerasan lagi berada dalam kelompok dan kecewa, tidak mempedulikan hal tersebut. Mereka tak peduli mau dianggap kafir, murtad, zalim, atau sebutan lainnya. Mereka hanya ingin meninggalkan kelompok misterius itu. Banyak di antara mereka yang kemudian bergabung dengan partai-partai tertentu, mendirikan LSM, aktif di pesantren, atau kembali ke masyarakat untuk kemudian menjalani kehidupan normal bersama masyarakat lainnya. Sebagian malah ada yang menjadi anggota legislatif atau menempati posisi penting di dalam pemerintahan. Bahkan, tidak sedikit yang bergabung dalam Laskar Jihad untuk mempertahankan NKRI.

Runtuhnya Orde Baru, mulainya reformasi, serta terbukanya kesempatan untuk berorganisasi dan menyatakan pendapat membuat pengikut NII merosot drastis. Para aktivis yang waras otak merasa lebih senang menyalurkan aspirasi dan energinya melalui cara-cara yang legal, terbuka, dan tidak sembunyi-sembunyi lagi. Buat apa sembunyi-sembunyi lagi? Toh, semua sudah bisa sangat terbuka. Kita tak akan ditangkap jika menganggap NII adalah bentuk atau sistem negara yang paling bagus. Kita tak akan diberangus jika berdiskusi berkelompok-kelompok tentang NII. Semua sudah dijamin bebas untuk berpendapat. Sepanjang masih dalam gagasan, cita-cita, diskusi, it’s oke. Lain halnya kalau sudah mengorganisasikan orang untuk bergerak, mengumpulkan dan menggunakan senjata, kemudian mengganggu ketertiban dan keamanan umum, itu sudah menjadi pelanggaran serius dan memang harus dihentikan.

Penurunan jumlah pengikut tersebut, membuat NII menggunakan cara lain. Mereka memberikan tambahan ancaman. Kalau dulu orang-orang yang keluar dari NII hanya diejek dan dikata-katai sebagai murtad, kafir, zalim, kambing, atau yang lainnya, belakangan meningkat dengan ditambah ancaman penganiayaan dan pemukulan. Hal tersebut dilakukan karena cap-cap murtad, kafir, dan zalim sudah tidak efektif untuk mempertahankan pengikut tetap berada dalam kelompoknya. Ancaman penganiayaan dan pemukulan diharapkan menjadi pagar agar tidak ada anggota yang kabur dari dalam kelompok.

Beberapa orang yang telah berusaha keluar dari jeratan NII aneh itu mengaku sering dikejar-kejar, bahkan ditunggui lengahnya sampai di rumahnya sendiri. Oleh sebab itu, di antara mereka ada yang meminta perlindungan di pesantren-pesantren dari kejaran orang-orang yang dulunya se-ikhwan atau se-akhwat itu. Pesantren Daarut Tauhid yang dipimpin Aa Gym pernah menjadi tempat perlindungan orang-orang yang kabur dari NII tersebut.

Akan tetapi, lain halnya dengan para pemberani. Ketika banyak orang yang lari kabur takut dianiaya, dipukuli, para pemberani malah petantang-petenteng menantang. Ada pengakuan dari seorang mantan anggota NII yang kemudian menjadi jamaah Laskar Jihad. Dia sudah kesal dengan NII karena menganggu kuliahnya dan mengganggu kuliah kakaknya sehingga gagal studi. Ketika keluar dari NII, orang-orang NII masih terus memburunya, mengajaknya berdebat, melecehkannya, bahkan ada kecenderungan berlaku lebih kasar. Karena sudah memiliki kelompok baru, yaitu Laskar Jihad yang sempat bertarung di Poso mempertahankan NKRI, ia menjadi sangat berani. Ia menantang orang-orang NII yang terus memburunya untuk bersama-sama mempersenjatai diri, kemudian berangkat sama-sama ke Poso. Ia ingin membuktikan siapa sebenarnya yang lebih hebat jihad-nya, dirinya ataukah orang-orang itu. Berdasarkan pengakuannya, orang-orang NII mundur teratur dan tidak lagi mengganggunya sampai kini. Ia sahabat dekat saya sejak kecil, bahkan lebih mirip sebagai saudara.

Adapula pengakuan menyedihkan dari seorang keturunan NII asli. Saya sebut asli karena memang NII SM Kartosoewiryo yang diproklamasikan 7 Agustus 1949. Ketika ayahnya dalam keadaan sakit, sebelum meninggal, sempat berpesan kepadanya agar ikut bergabung dan berjuang bersama NII. Karena tidak tahu tentang NII, ia menanyakan lebih detail kepada ayahnya. Ayahnya pun memberikan ciri-ciri yang lebih detail tentang orang-orang NII yang sezaman dengannya. Beberapa tahun setelah kewafatan ayahnya, secara tak sengaja ada orang yang mengajaknya bergabung dengan NII saat ini. Ia pun dengan gembira mengikutinya. Akan tetapi, setelah beberapa lama dalam kelompok tersebut, ia merasa kecewa dan sedih karena orang-orang yang berada di dalam kelompok itu sama sekali berbeda jauh dengan ciri-ciri yang digambarkan almarhum ayahnya. Ia pun segera keluar dari NII itu dan bertekad akan terus mencari orang-orang yang ciri-cirinya sesuai dengan yang digambarkan ayahnya. Ketika saya diberi tahu ciri-ciri yang digambarkan ayahnya itu, saya lumayan terhenyak karena ciri-ciri itu adalah ciri-ciri seorang pejuang muslim sejati. Hal itu wajar karena ayahnya hidup berada dalam zaman Perundingan Renville sehingga tetap terus melindungi rakyat dari penjajahan Belanda dalam barisan DI/TII. Ketika Kartosoewiryo tertangkap, ayahnya menyatakan kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Soal ia masih menyarankan anaknya untuk bergabung bersama NII karena melihat pemerintahan Orde Baru sangat tidak baik. Ia memang meninggal pada masa Orde Baru. Lain halnya jika ia masih hidup pada masa ini, saya yakin ia tidak akan pernah menyarankan anaknya untuk bersama NII karena situasinya sudah berbeda jauh, perjuangan memuliakan Islam dan kaum muslimin saat ini bisa dilakukan dengan berbagai cara yang tidak bertentangan dengan konstitusi.

Pada masa ini semakin hari semakin menurun kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran dan ketulusan NII dalam memperjuangkan Islam. Oleh sebab itu, tampaknya argumen mereka tentang tidak diakuinya keislaman seseorang jika tidak dibaiat di hadapan pemimpinnya, sudah tidak lagi efektif untuk menambah jumlah pengikut. Demikian juga cap murtad, kafir, zalim, dan lain sebagainya sudah tidak lagi dipedulikan, bahkan mungkin ditertawakan orang. Ancaman pemukulan dan penganiayaan pun ternyata tidak mampu memagari orang-orang untuk kabur dari kelompoknya. Kesulitan-kesulitan dalam mengumpulkan pengikut dan tentunya dana, tampaknya mendorong kelompok-kelompok NII membuat cara baru, yaitu menculik, menghipnotis, dan brainwashing. Mereka tampaknya benar-benar sudah frustasi sehingga menggunakan cara-cara kotor dan sangat jahat itu. Tak pernah Muhammad Rasulullah saw melakukan itu dalam berdakwah meskipun mungkin saja memiliki kemampuan itu. Toh, ia dekat dengan Allah swt, apa susahnya meminta kepada Allah swt agar mengosongkan pikiran orang, lalu memenuhinya dengan materi dakwahnya? Tapi tidak, bukan? Itu tidak mungkin dilakukan karena Islam itu ajaran yang harus diikuti dengan sepenuhnya kesadaran dan keikhlasan. Penculikan, hipnotis, dan cuci otak itu bertentangan dengan kesadaran dan keikhlasan. Artinya, yang dilakukan mereka itu bertentangan dengan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Orang-orang itu hanya frustasi. Mereka tak tahu lagi cara apa yang harus dilakukan untuk menambah jumlah pengikut yang sekaligus menambah jumlah dana mereka.

Akan tetapi, terlepas dari itu semua, kita tidak perlu habis-habisan menyalahkan NII apalagi para pemuda yang sudah menjadi korbannya. Kita mestinya introspeksi diri. Berkembangnya kelompok-kelompok itu merupakan pula dari gambaran masyarakat yang mengalami krisis identitas kepemimpinan. Kita memang saat ini tidak memiliki pemimpin yang menjadi tujuan dan anutan semua orang. Pada dasarnya setiap orang itu membutuhkan hero, figur, yang dapat memenuhi harapan jiwanya. Ketika kepemimpinan yang ada saat ini tidak mampu memenuhi jiwa banyak orang, tak heran orang mencari pemimpinnya sendiri karena itu sudah alamiah, naluriah. Everybody searching for a hero, people need someone to look up to.

Lebih jauh lagi, selama kita masih menggunakan sistem politik demokrasi, kita tidak akan pernah memiliki pemimpin kuat yang kokoh tertanam di dalam hati rakyat. Hal itu disebabkan demokrasi hanya menghasilkan pemimpin yang rapuh serapuh demokrasi itu sendiri. Pemimpin yang lahir dari demokrasi adalah pemimpin yang diciptakan dari persaingan kekuasaan yang kerap terhirukpikuki money politics, kampanye dusta, janji palsu, black campaigne, aksi tipu-tipu, pengumpulan modal dari ngutang sana-ngutang sini, jual beli pemilihan, janji-janji bisnis, hutang budi pada tim sukses dan investor, dan lain sebagainya. Bagaimana mungkin bisa lahir pemimpin yang kokoh, kuat, dan berakar di hati rakyat jika prosesnya saja sudah penuh lumpur kekotoran?

NII Kartosoewiryo Lebih Bagus

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Mencermati bom bunuh diri di masjid kepolisian Cirebon pada saat shalat Jumat yang dilakukan Muhammad Syarif menandakan bahwa dia dikendalikan dan diasuh oleh orang-orang yang tidak mengerti agama dengan baik. Bahkan, mungkin sama sekali tidak tahu apa itu agama Islam dan tidak tahu apa sebenarnya itu NII. Besar sekali kemungkinan para mentornya hanya memahami Al Quran sepotong-sepotong. Bahkan, bisa jadi sengaja Al Quran dipotong-potong untuk mengelabui generasi muda yang ghirah Islam-nya tinggi semacam Muhammad Syarif agar emosinya meledak dan melakukan aktivitas-aktivitas sesuai kepentingannya, bukan untuk kepentingan Islam dan kaum muslimin.

Tak ada alasan yang dapat dijadikan sandaran untuk melakukan aksi-aksi teror dalam meninggikan kalimah Allah swt serta memuliakan Islam dan kaum muslimin di Indonesia ini. Masih sangat banyak cara atau media yang dapat digunakan untuk keperluan itu dengan lebih baik, bersih, dan terhormat di hadapan Allah swt.

Kalaulah benar Muhammad Syarif melakukan teror itu untuk mewujudkan Negara Islam Indonesia, timbul pertanyaan, NII yang mana? NII yang dipimpin oleh siapa? NII yang punya dasar sejarah yang mana?

Dalam sejarah Indonesia yang disebut NII dan atau DI/TII itu adalah yang dibina dan dipimpin oleh SM Kartosoewiryo. NII itu muncul disebabkan hasil dari Perundingan Renville. Berdasarkan Perundingan Renville, wilayah Indonesia itu hanyalah Yogyakarta dan beberapa karesidenan di sekitarnya. Jadi, di luar itu bukanlah wilayah Indonesia dan sangat terbuka bagi penjajahan Belanda. SM Kartosoewiryo menggunakan kekosongan kekuasaan di luar Yogyakarta dan beberapa karesidenan itu untuk memproklamasikan NII agar rakyat terlindung dari kejahatan penjajahan Belanda.

Ketika NII harus dihentikan untuk melanjutkan kemerdekaan Republik Indonesia, TNI menggunakan taktik Pagar Betis. Taktik ini berupa pengurungan terhadap NII yang berada di gunung-gunung. Strategi ini ternyata berhasil jitu. NII pun menyerah dan turun gunung. Para generasi muda yang dulunya bergabung dalam NII menyatakan kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.

Para prajurit NII menyerah salah satunya adalah disebabkan mereka tidak sanggup menyakiti, melukai, atau menembaki orang-orang desa yang selalu melaksanakan shalat di pos-pos Pagar Betis. Mereka mendirikan NII adalah untuk membela rakyat. Semangat mereka adalah semangat Islam. Dengan demikian, timbul perasaan sangat berat untuk menembaki rakyat desa beragama Islam yang rajin melaksanakan shalat. Memang pada saat terjadi Pagar Betis orang-orang desa itu ditempatkan di lapisan pertama yang berhadapan langsung dengan NII mengitari gunung-gunung. Lapisan kedua baru diisi oleh prajurit TNI.

Berdasarkan catatan sejarah NII tersebut, timbul keanehan terhadap orang-orang yang melakukan aksi teror atas nama NII saat ini, terutama yang dilakukan Muhammad Syarif. Pasukan DI/TII tak sanggup membunuh orang-orang desa yang kerap melaksanakan shalat. Oleh sebab itu, mereka rela menyerah, meletakkan senjata, meskipun itu bukan satu-satunya alasan DI/TII menyerah. Berbeda jauh dengan aksi teror bom paku di masjid kepolisian itu yang dilakukan justru saat melaksanakan shalat Jumat. Dia memiliki kemampuan membunuh orang yang sedang melakukan shalat wajib. Oleh sebab itu, menurut saya, NII Kartosoewiryo lebih bagus karena tidak mau membunuh orang yang rajin shalat.

Tak berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa Muhammad Syarif mendapatkan pengetahuan yang tidak utuh dari mentornya mengenai ajaran Islam dan mengenai NII asli Kartosoewiryo sendiri. Oleh sebab itu, perjuangan menegakkan NII yang dilakukannya sangat berbeda jauh dengan yang dilakukan Kartosoewiryo. Lantas, NII yang mana yang diperjuangkan oleh kelompoknya? Mungkin NII baru yang sejarahnya terlepas dari sejarah NII asli. Mungkin juga NII jadi-jadian yang diciptakan para penjahat untuk menimbulkan kebencian terhadap ajaran Islam, menciptakan huru-hara, mengalihkan perhatian publik dari masalah-masalah yang saat ini melilit para elit di negeri ini, dan atau memuluskan kepentingan-kepentingan politik-ekonomi tertentu. Kalaulah memang itu yang terjadi, berarti negeri ini sedang dipermainkan para penjahat borok kudisan penuh kurap dan panu yang pura-pura menjadi orang-orang baik dan terhormat.

Permusuhan Itu Sudah Ditakdirkan

Rata Penuholeh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya

Banyak orang bermimpi terjadinya perdamaian di antara manusia. Beragam cara dilakukan untuk membuat hidup manusia berada dalam keadaan damai. Itu adalah cita-cita yang mulia, tidak salah, dan mengupayakan untuk terciptanya kondisi seperti itu pun adalah bentuk kemuliaan pula. Akan tetapi, sayangnya, kondisi itu sampai kapan pun tidak akan pernah tercipta dengan nyata. Manusia tetap akan saling bermusuhan satu sama lainnya. Ada dua kelompok besar yang selalu akan bermusuhan, yaitu: kelompok kebaikan dan kelompok kejahatan. Pertarungan keduanya akan terus berlangsung sampai kiamat.

Sudah menjadi sejarah kehidupan bahwa tak akan pernah ada kata damai di antara kedua kelompok besar tersebut. Kisah permusuhan ini diawali sejak Nabi Adam as diciptakan. Saat Adam as tercipta sempurna, seluruh malaikat diperintahkan untuk bersujud kepadanya. Malaikat pun bersujud, kecuali Iblis. Iblis enggan bersujud karena kebodohan dan kesombongannya. Dia menganggap dirinya lebih mulia daripada Adam as karena diciptakan dari api, sedangkan Adam as diciptakan dari tanah. Dia bodoh karena menganggap api lebih mulia dibandingkan tanah. Dia sombong karena tidak mematuhi perintah Allah swt. Sejak saat itu terjadilah permusuhan antara kejahatan dan kebaikan, tak ada satu celah kecil pun yang dapat digunakan untuk berkompromi menyelesaikan masalah itu. Semua jalan telah tertutup rapat, permusuhan tanpa henti pun dimulai sampai dengan Allah swt mengumpulkan kejahatan dalam sebuah tempat yang bernama Neraka dan mengumpulkan kebaikan dalam sebuah tempat yang bernama Surga.

Setelah Allah swt menciptakan Adam as dan istrinya, Hawa, Allah swt memberikan tempat kepada keduanya di surga. Allah swt memberikan kesenangan dan kewenangan kepada keduanya untuk menguasai dan menikmati surga, kecuali sebuah pohon. Allah swt mewanti-wanti Adam as dan istrinya agar tidak mendekati pohon itu. Akan tetapi, Iblis menggoda keduanya sehingga bukan saja mendekati, melainkan pula memakan buah dari pohon itu. Buah pohon itu dikenal dengan nama buah khuldi.

Akibat pelanggaran yang dilakukan Adam as dan istrinya setelah digoda Iblis, Allah swt mengeluarkan keduanya dari kenikmatan surga. Di samping itu, Allah swt menegaskan bahwa di tempatnya yang baru, yaitu Bumi tempat kita sekarang ini tinggal, manusia akan bermusuhan satu sama lain. Itu adalah ketetapan dari Pemilik Ketetapan, Allah swt, sebagaimana dalam ayat berikut ini.

“...’Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain. Bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di Bumi sampai waktu yang ditentukan’.” (QS Al Baqarah : 36)

Berdasarkan ayat di atas, Allah swt telah menakdirkan bahwa manusia akan saling bermusuhan antara satu dan yang lainnya. Dengan demikian, jangan terlalu banyak berkhayal bahwa akan terjadi perdamaian yang hakiki di atas muka Bumi ini. Kenyataan yang terjadi adalah pertarungan antara manusia-manusia baik dan manusia-manusia jahat dengan hasil suatu saat manusia baik berkuasa dan manusia jahat berada di bawah tekanan. Pada saat yang lain manusia jahat berkuasa dan manusia baik tertindas. Demikian seterusnya sampai terjadinya kiamat. Selama Bumi masih berputar, kejadian itu terus berlangsung berulang-ulang. Akan tetapi, semuanya terhenti serta akan berada dalam keadaan konstan dan stabil setelah berada di alam akhirat dan selesainya seluruh perhitungan di pengadilan Allah swt. Kebaikan berada di surga, kejahatan berada di neraka. Demikian seterusnya, tak akan berubah lagi. Kekal abadi.

Bagi kita, semua ini adalah pilihan. Kita diberikan kebebasan untuk menjadi manusia baik atau manusia jahat. Jika memilih menjadi manusia baik, berarti berada di barisan para nabi dan malaikat. Jika memilih menjadi manusia jahat, berarti bermesra-mesraan dengan Iblis dan Dajal Laknatullah. Kebaikan berakhir surga, kejahatan berakhir neraka. Kejahatan dan kebaikan tidak pernah bisa bersatu, kecuali tersamarkan. Kejahatan sangat terbiasa mencari pengikut sekaligus mengalahkan kebaikan dengan berpura-pura menjadi baik. Dengan demikian, orang-orang baik akan tertipu menyangka dirinya telah berbuat baik, tetapi sesungguhnya sedang melakukan kejahatan.

Negeri kita, Indonesia, telah memantapkan dan memposisikan dirinya berada dalam kebaikan. Hal itu bisa sangat terlihat dari Pembukaan UUD 1945 alinea pertama.

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Alinea tersebut menjelaskan bahwa setiap manusia dan setiap bangsa berhak merdeka. Itu adalah pernyataan kebaikan, bukan? Selanjutnya, Indonesia menyatakan permusuhan terhadap penjajahan. Pernyataan itu ditegaskan dengan bahwa penjajahan itu harus dihapuskan, ditiadakan, dihancurkan. Mengapa harus dihapuskan? Karena penjajahan itu tidak sesuai dengan perimanusiaan dan perikeadilan. Artinya, Indonesia adalah negara yang memposisikan dirinya sebagai pembela manusia dan pembela keadilan sekaligus bermusuhan dengan penjajah dan penjajahan.

Penjajahan yang bagaimana yang harus dihapuskan? Penjajahan dengan segala bentuknya, mulai yang paling kasar dengan fisik sampai yang paling lembut dan menipu, semisal, pinjaman hutang, hibah-hibah, dan kerjasama-kerjasama siluman yang membuat negara bertekuk lutut terhadap negara lain karena diharuskan mengikuti berbagai syarat penjajah.

Penjajahan di mana yang harus dihapuskan? Penjajahan di seluruh muka Bumi sepanjang waktu. Oleh sebab itu, politik luar negeri Indonesia harus selalu mengacu pada politik luar negeri yang bebas dan aktif. Bebas tekanan dari pihak mana pun dan aktif menggalang perdamaian dalam arti menghapus penjajahan.

Sudah menjadi kewajiban bangsa Indonesia untuk mengambil sikap bermusuhan dengan penjajahan. Artinya, memiliki jarak yang tegas terhadap negeri-negeri penjajah sepanjang zaman. Jika mampu dan pasti mampu, Indonesia harus memberikan tekanan besar kepada negeri-negeri penjajah untuk segera menghentikan kesewenang-wenangannya di muka Bumi ini. Jangan sampai kita menjadi sahabat erat negeri-negeri penjajah sehingga membiarkan mereka melakukan kejahatan kemanusiaan di atas muka Bumi ini.

Sampai hari ini penjajahan masih berlangsung. Sudah wajib hukumnya bagi kita untuk menghentikan penjajahan itu, bukannya menyetujui bahkan mendukung penjajahan. Jika kita mendukung dan atau membiarkan penjajah serta penjajahan, berarti sama dengan berkhianat terhadap Pembukaan UUD 1945. Lebih jauhnya, negeri ini digiring untuk berada dalam posisi kejahatan. Kejahatan itu jelas tempatnya di neraka jahanam. Para pemimpin yang asyik masyuk dengan negeri-negeri penjajah, bahkan sering menghiba-hiba kepada mereka dan mengikuti cara hidup mereka akan lebih dahulu masuk neraka. Benar-benar masuk neraka! Akan tetapi, mereka akan menderita dulu sebelum ajalnya tiba di muka Bumi ini jika tidak segera bertaubat menghentikan perilakunya yang rendah dan hina itu.

Jangan bermimpi akan terjadi perdamaian hakiki dan kita bisa mencari untung, cari selamat, cari aman, dengan cara plintat-plintut nggak ada harga diri karena itu mustahil terjadi, perselisihan dan permusuhan tidak akan pernah berhenti, sudah takdirnya begitu. Yang harus dilakukan adalah memperjelas posisi kita sebagai bangsa untuk selalu mengambil sikap bermusuhan terhadap kejahatan dan negeri-negeri yang gemar berbuat jahat. Di samping itu, kita harus bekerja sama dengan negeri-negeri yang anti-imperialisme maupun anti-neokolonialisme untuk menghentikan kejahatan di atas muka Bumi ini. Itu adalah amanat keramat, sakral, dan suci dari Pembukaan UUD 1945. Jangan berkhianat!