oleh Tom Finaldin
Bandung, Putera Sang Surya
Urusan NKRI adalah urusan bersama seluruh elemen bangsa. Ketika terjadi ancaman terhadap keutuhan NKRI, sudah selayaknya setiap pribadi, setiap keluarga, dan setiap kelompok ikut menjaganya. Berkali-kali keutuhan NKRI mendapatkan cobaan yang berat, tetapi selama itu pula tetap berhasil utuh, tidak terkalahkan. Kalaupun Timor Timur lepas, itu lain soal. Daerah itu memiliki sejarah yang berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia ini.
Memang pihak aparat penegak hukum dalam hal ini kepolisian yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab penuh atas penyelesaian kasus NII yang menghebohkan akhir-akhir ini. Akan tetapi, polisi saja tidak cukup. Diperlukan kepedulian seluruh elemen bangsa untuk berperan serta menuntaskan kasus ini, tentunya dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum, dengan kata lain memberikan bantuan dan dorongan kepada pihak kepolisian dan aparat berwenang lainnya.
Dari berbagai pemberitaan, memang sudah sangat banyak yang melakukan berbagai upaya menanggulangi NII ini, terutama oleh para keluarga yang merasa ada anggota keluarganya hilang atau bersikap aneh-aneh. Di samping itu, para aktivis Islam, baik secara individu maupun kelompok sudah menyatakan sikap permusuhan terhadap gerakan NII yang merugikan masyarakat tersebut. Apalagi para mubaligh, ustadz, dan para ulama, berupaya benar-benar menjaga umatnya agar tidak tergelincir ke jalan yang salah sekaligus memberikan “pengobatan” kepada mereka yang sudah terlanjur berada dalam NII palsu, tetapi ingin kembali pada jalan yang benar.
Dari berbagai elemen bangsa yang sudah tampak berperan serta menanggulangi kasus ini, ada kelompok yang masih belum kelihatan peranannya, yaitu kelompok-kelompok yang menggunakan simbol-simbol kebangsaan atau nasionalisme. Mungkin saudara-saudara kita ini sudah melakukan berbagai hal, tetapi gaungnya masih kurang atau bahkan belum terdengar. Saya bahkan melihat bahwa akhir-akhir ini urusan NKRI seolah-olah merupakan urusan aktivis Islam. Coba lihat saja ketika Ambon, Poso, bergolak dan Republik Maluku Selatan (RMS) membuat kisruh, yang bergerak dan berangkat ke sana adalah Laskar Jihad, bukan aktivis nasionalis, padahal di sana jelas dipertaruhkan martabat NKRI. Demikian pula saat Timor Timur hendak lepas, para pemuda dari Nahdatul Ulama (NU) yang menyatakan bersiap diri untuk menjadi martir demi menjaga Timor Timur tetap di pangkuan RI. Hal yang sama terjadi juga pada masalah NII. Urusan NII ini seolah-olah pula merupakan urusannya para aktivis Islam, padahal merupakan urusan bersama. Namun, kelompok-kelompok nasionalis seolah-olah kurang terdengar pernyataan dan sikapnya. Halo para nasionalis, where are you?
Adalah sangat baik bila kelompok-kelompok Islam dan nasionalis bergabung bersatu padu bergandeng tangan berjabat erat untuk mengatasi permasalahan bersama. Yang saya maksud kelompok Islam dan kelompok nasionalis adalah yang berupa LSM, bukan yang merapat pada kekuasaan semisal partai. Negeri ini lahir karena perjuangan kelompok-kelompok muda Islam dan nasionalis plus komunis. Akan tetapi, komunis kan sudah diharamkan, jadi jangan dipikirkan lagi.
Kita membutuhkan kebersamaan bukan pertentangan. Masalahnya, masih ada pihak-pihak yang berupaya mempertentangkannya dalam arti mempertentangkan kelompok Islam dan nasionalis. Contohnya, saya pernah diundang ke salah satu pertemuan tim sukses pasangan calon kepala daerah dan wakilnya.
Sang Calon Wakil mengatakan dengan tegas, “Kita harus berjuang keras karena kita benar-benar berhadapan dengan kelompok yang berbeda dengan kita!”
Perlu diketahui, pasangan tersebut berasal dari partai nasionalis, sedangkan lawan beratnya berasal dari partai berbasis massa Islam.
Banyak sebenarnya kalimat-kalimat yang berupaya mempertentangkan Islam dan nasionalis. Saat itu saya hanya bisa berkata sedih dalam hati, Ya Allah Ya Robbi benar sekali yang namanya demokrasi itu merusakkan hubungan antarmanusia. Demi meraih kemenangan, mereka mempengaruhi orang-orang agar bermusuhan dengan orang lainnya. Benar-benar ajaran sesat itu demokrasi.
Melalui tulisan ini, saya berharap agar adanya kesepahaman dan persatuan yang lebih erat di antara kelompok-kelompok Islam dan nasionalis, tidak seperti sekarang yang masih tampak sibuk masing-masing. Urusan NII adalah tantangan bersama, masalah bersama, selayaknya dihadapi bersama. Setiap yang berkaitan dengan keutuhan bangsa, seyogyanya ditanggulangi bersama.
Meskipun demikian, kelompok-kelompok Islam pun harus mengakui bahwa kelompok nasionalis telah lebih dahulu bergerak dan bersikap keras ketika menghadapi persoalan perbatasan dan keutuhan wilayah, sebagaimana pernah terjadi pada kasus sengketa dengan Malaysia dan soal Manohara. Kelompok-kelompok Islam malah tampak agak ragu bersikap mengecam Malaysia karena merasa satu rumpun dan satu agama. Padahal, meskipun beragama sama, jika melakukan penistaan terhadap NKRI, sudah seharusnya diperangi.
Pendek kata, sekarang adalah waktu yang sangat tepat untuk mempertontonkan diri di hadapan khayalak ramai dan dunia bahwa Indonesia memiliki kekuatan yang sangat besar dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan bangsa. Persoalan NII jadi-jadian ini dapat menjadi triger bersatu hatinya kelompok Islam dan nasionalis. Dengan demikian, setiap pihak, baik dari dalam maupun luar negeri yang mencoba memecah-mecah elemen bangsa untuk kepentingan sangat sempitnya akan malu sendiri dan mendapatkan kegagalan luar biasa. Insyaallah.
No comments:
Post a Comment