oleh Tom Finaldin
Masih ingat pecahan koin Rp25? Bagi yang masih punya, coba ambil, lalu letakkan di meja makan. Kemudian, pandangi. Koin Rp25 itu adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sedangkan meja makan itu adalah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Demikianlah saya membandingkan antara SBY dan NKRI. Tidak lebih dan tidak kurang. Bagi mereka yang bukan presiden, apalagi saya saat ini untuk sementara ini, pasti jauh lebih kecil daripada koin Rp25 itu. Entah kalau pada masa depan saya jadi apa, terserah skenario Allah swt. Setiap orang memiliki peran dan fungsi masing-masing selama hidupnya di dunia ini dan akan wafat jika tugasnya selesai sempurna.
Saya membandingkan-bandingkan antara koin dengan meja makan disebabkan rasa heran pada kabar yang tersiar bahwa aktivitas teroris yang tampak meningkat akhir-akhir ini merupakan perwujudan dari kelompok NII (Negara Islam Indonesia) yang ingin menjatuhkan SBY. Pengikut NII telah membuat pos-pos jihad di seluruh wilayah di Indonesia untuk menggulingkan SBY.
NII ingin menjatuhkan SBY? Rancu sekali rasanya. Kok bisa ya? Masa ada kelompok yang ingin mendirikan negara harus bertujuan menjatuhkan presiden? Yang paling masuk akal adalah NII bertujuan mengubah susunan tatanan pergaulan berbangsa dan bernegara sesuai dengan yang dikehendaki NII. Soal presiden, itu soal kecil jika dilihat dari cita-cita lazimnya pendirian sebuah negara.
Kalau kelompok politik tertentu yang merupakan saingan dalam perebutan kekuasaan kursi kepresidenan ingin menjatuhkan SBY, itu bisa sangat mudah dipahami. Memang banyak toh yang menginginkan kursi kepresidenan itu. Akan tetapi, aneh sekali jika NII bertujuan menjatuhkan SBY. Kayaknya maksa deh. Buat apa sih mati-matian bikin rencana dan gerakan kalau cuma ingin SBY jatuh? SBY itu cuma koin kecil di atas meja makan yang luas dan besar. Harusnya kan NII bukan ingin menjatuhkan SBY, melainkan ingin menjatuhkan NKRI. SBY itu bukan NKRI, melainkan sebuah bagian dari keseluruhan NKRI. SBY hanyalah bagian kecil dari seluruh kebesaran NKRI.
Mari kita berandai-andai lagi setelah dalam tulisan-tulisan yang lalu saya mengajak pembaca untuk berandai-andai, taroh kata NII berhasil membunuh SBY, seluruh kabinetnya hancur, kemudian tempat-tempat yang dianggap kafir musnah luluh lantak, lalu ... setelah itu apa ... so what ... akankah Indonesia menjadi NII? Tidak mungkin karena SBY itu cuma koin, sedangkan NKRI itu seluas meja makan. Artinya, perlawanan besar akan didapat dari seluruh kekuatan NKRI dan NII pasti kalah. Kalau toh SBY jatuh, pasti diganti oleh yang lain, tetapi bukan dari NII, melainkan masih dari pihak NKRI karena bentuk negara tetap NKRI, bukan NII. Lantas, apa yang didapat NII? Kekuasaan? Tidak mungkin karena rakyat Indonesia yang sangat banyak itu saat ini memandang bahwa NII adalah sekelompok kecil manusia yang mencatut nama Islam yang dalam kenyataannya telah merugikan kehidupan masyarakat secara umum, termasuk kaum muslimin.
Ada nasihat yang sangat bagus dari pejuang komunis Kuba, Che Guevara yang gambar wajahnya dinyatakan sebagai gambar wajah paling terkenal sedunia. Ia memberikan nasihat bahwa revolusi tidak akan berhasil menang tanpa dukungan rakyat. Ia dan Fidel Castro bisa menang di Kuba karena mendapatkan dukungan rakyat, tetapi meraih kecelakaan kegagalan bahkan kematian di Bolivia karena tidak mendapatkan dukungan rakyat.
Dari pengalaman Che va itu, kelompok NII mestinya sadar bahwa upayanya tidak akan pernah berhasil karena tidak mendapatkan dukungan rakyat, bahkan akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Itu pun kalau memang benar NII asli kelanjutan dari pengikut SM Kartosoewiryo yang ingin menjatuhkan SBY, bukan NII jadi-jadian. Kalau NII jadi-jadian, berarti semua ini cuma permainan politik rendahan, sinetron kampungan, kabaret acak adut, kutu kupret borok.
Lihat juga Muhammad Rasulullah saw. Beliau tidak melakukan tindakan kekerasan jika tidak diserang. Beliau pun mengambil alih kekuasaan Mekah tanpa pertumpahan darah setetes pun dalam peristiwa Futuh Makkah, ‘kemerdekaan Mekah’. Seluruh musuhnya tunduk takluk tanpa terluka satu goresan pun di tubuh mereka. Apa sebab Rasulullah bisa menang seperti itu? Sebabnya adalah adanya dukungan rakyat. Jika rakyat Mekah dan Madinah tidak mendukungnya, pasti tidak akan menang. Tanpa dukungan rakyat, pasti Muhammad Rasulullah saw akan selalu terusir.
Periksa juga sejarah NII asli. Ketika TNI harus hijrah ke Yogyakarta, SM Kartosoewiryo tidak setuju. Kisah ini saya dapatkan dari Prof. Dr. Hj. Nina Lubis, perempuan pertama Indonesia ahli sejarah yang mendapatkan gelar profesor, ketika berkenan menolong saya menjadi pembicara dalam peluncuran buku yang saya susun dengan judul Mengenal Gubernur Jawa Barat dari Masa ke Masa di Hotel Horison, Bandung. Menurutnya, SM Kartosoewiryo menolak untuk hijrah ke Yogyakarta.
Kata Kartosoewiryo, “Kalau tentara semua pergi ke Jogja, siapa yang akan melindungi rakyat?”
Menurut sumber lain, Jenderal Sudirman pun memiliki pandangan yang sama dengan SM Kartosoewiryo, yaitu sangat tidak setuju jika TNI seluruhnya harus ke Yogyakarta. Harus ada yang tetap tinggal di luar Yogyakarta untuk melanjutkan perjuangan secara fisik.
Dari sejarah Rasulullah saw, Che va, dan SM Kartosoewiryo, ada hal yang sama, yaitu perhatian kepada rakyat. Sekarang, NII, baik asli, gadungan, pesanan, atau imitasi telah memberikan apa kepada rakyat? Pencerahan apa yang sangat bermanfaat bagi rakyat? Harapan apa yang diberikan kepada rakyat? Kalau belum bisa dekat dengan rakyat, berarti tidak akan mendapatkan dukungan rakyat. Itu artinya, gerakan apa pun akan selalu gagal, kecuali menimbulkan kerusuhan yang mengakibatkan kerusakan nama baik pelaku teror sendiri.
Kalaulah NII asli yang berniat menjatuhkan SBY, berarti mereka itu bodoh menuju idiot karena tidak akan mendapatkan apa-apa selain kerugian kepada masyarakat dan kepada dirinya sendiri. Memang bukan sesuatu yang mustahil NII bisa menjatuhkan serta menghancurkan SBY dan pemerintahannya, tetapi tidak akan mungkin menjadikan Indonesia menjadi NII. Aksi-aksi teror yang dilakukannya kalau berhasil hanyalah akan memindahkan kekuasaan kepada orang yang berbeda, tetapi bentuk negara tetap NKRI, bukan NII. Hal itu disebabkan NII tidak mendapatkan dukungan rakyat, bahkan akan dimusuhi rakyat. Kalaulah ingin menjadikan Indonesia NII, seharusnya melakukan perencanaan matang terprogram untuk meraih simpati masyarakat Indonesia yang seluas meja makan itu sambil berkelit meliuk-liuk agar tidak berbenturan dengan hukum positif. Hal itu harus dilakukan tanpa letih dalam waktu teramat panjang dengan jalan memberikan pencerahan disertai perilaku yang penuh teladan, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw sehingga masyarakat mengerti dan berpihak pada NII. Rasulullah saw di samping berdakwah menyampaikan materi keislaman, juga memberikan contoh perilaku yang baik sesuai dengan materi dakwahnya. Rasulullah itu Al Quran berjalan. Jika kita ingin melaksanakan Al Quran, contoh saja perilaku Rasulullah saw. Akan tetapi, jika upaya menjatuhkan SBY itu dilakukan oleh NII pesanan, NII request, atau NII teater, ya... sudah, semuanya cuma akan menghasilkan keributan, golnya hanya huru-hara untuk kepentingan politik dan ekonomi tertentu, tidak ada urusan dengan kepentingan rakyat, kemuliaan Islam, atau pengabdian kepada Allah swt. Bagi mereka, tidak penting Indonesia jadi NII atau tidak, pokoknya Indonesia rusuh sesuai pesanan. Itu saja.
Saya jadi teringat ceritera Si Pitung yang jawara itu. Ia berjuang untuk rakyat. Ketika kepentingan kolonial Belanda terusik, Si Pitung jadi buronan. Lalu, beberapa petinggi pribumi penjilat Belanda semakin memburuk-burukkan nama Si Pitung. Bukan hanya itu, para penjahat, perampok, pembunuh, dan pemerkosa pun mengaku-aku dirinya bernama Si Pitung setelah melakukan aksinya-aksinya. Akibatnya, Si Pitung menjadi benar-benar buronan kelas kakap yang dianggap meresahkan dan mengganggu ketertiban masyarakat. Seluruh gangguan keamanan dialamatkan kepada Si Pitung. Nah, NII pesanan atau gadungan itu mirip dengan kombinasi antara penjilat dan para penjahat yang mengaku-aku NII asli. Padahal, NII yang benar-benar asli tulen yang didirikan SM Kartosoewiryo sendiri telah lama usai, tutup buku, habis kisah, selesai sudah. Adapun para petualang itu hanya berupaya menggunakan nama NII dengan harapan seluruh keburukan ditimpakan pada NII Kartosoewiryo dan mereka mendapatkan keuntungan dari kecurangan yang dilakukannya. Memang sangat mungkin para pemuda yang menjadi pion sebagai martir menyangka dirinya telah melakukan jihad, tetapi sebenarnya mereka telah tertipu di dunia ini. Soal urusan akhirat, tentang mereka akan masuk surga atau neraka, itu adalah urusan Allah swt. Kita tidak bisa tahu. Oleh sebab itu, mudah-mudahan Allah swt memberikan pemahaman agar mereka kembali pada jalan yang benar, lepas dari ketertipuannya, lalu melanjutkan perjuangan memuliakan Islam dan kaum muslimin dengan cara lain yang lebih baik dan terhormat. Amin.
No comments:
Post a Comment