Wednesday, 4 May 2011

Anakku, Teroris, Kautumbuh Makin Manis

oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya

Wanita Sundal yang bernama Mami Kapitalis kini anak keduanya sudah tumbuh makin manis dan mengagumkan. Anak pertama Mami Kapitalis bernama Komunis dan anak kedua namanya Teroris.

Tulisan ini terinspirasi dari hasil pemikiran besar Sang Pemikir Besar yang juga Pemimpin Revolusi Indonesia, Presiden ke-1 RI Ir. Soekarno. Ia orang hebat yang memiliki kemampuan melihat, kemudian menjelaskan sesuatu yang berada di balik sesuatu yang orang banyak tidak mengetahuinya.

Beberapa tahun ke belakang ketika terjadi pertarungan antara komunis dan kapitalis, orang-orang berpendapat bahwa komunis dan kapitalis adalah aliran pemikiran dan gerakan yang tumbuh masing-masing tanpa ada keterkaitan. Kapitalis adalah pihak baik yang membantu orang-orang beragama untuk menghancurkan Syetan Komunis yang antiagama, anti-Tuhan. Begitu kira-kira yang berkelebat di benak banyak orang, termasuk orang-orang Indonesia yang sangat membenci komunis dan “rada-rada” mau berteman dengan kapitalis. Akan tetapi, tidak demikian dalam pandangan Soekarno.

Soekarno memandang bahwa kapitalis adalah ibu kandungnya komunis. Komunis pada hakikatnya bukanlah hasil pemikiran “penghasut” atau “penusuk”, seperti, Karl Marx, Friedrich Engels, Saint Simon, Proudhon, atau Lassale. Para penghasut itu hanya melakukan cara bangkitnya saja sebuah perlawanan yang merupakan suatu reaksi. Perlawanan itu merupakan reaksi dari aksi-aksi yang dilakukan kapitalis. Menurutnya, di mana saja ada kapitalisme, di sana pasti ada komunisme. Komunis itu bagaikan bayangan yang mengikuti ke mana saja kapitalis bergerak.

Dalam pandangannya, kapitalis itulah yang melahirkan komunis. Jika kapitalis tidak ada, niscaya komunisme tidak akan pernah ada. Secara sederhana, timbulnya komunis adalah untuk memperjuangkan hak-hak buruh, hak-hak proletar yang telah dirampas para pengusaha, pengumpul modal, kapitalis, borjuis. Artinya, jika para pengusaha atau kapitalis atau borjuis tidak merampas hak-hak kaum proletar yang miskin, komunis dipastikan tidak pernah akan ada. Hal itu bisa berarti bahwa jika ingin komunis lenyap di muka Bumi ini, kapitalislah yang harus dihancurkan lebih dahulu. Selama kapitalis masih ada, komunis pasti tetap hidup.

Kata Soekarno, soal komunis, “Ia adalah anaknya kapitalisme. Akan tetapi, ia adalah pula suatu kekuatan yang mencoba menghancurkan kapitalisme. Ia tidak bisa berada di dalam suatu negeri jikalau negeri itu mempunyai aturan kemodalan. Ia tentu ada di suatu negeri jikalau negeri itu susunan pergaulan hidupnya kapitalistis.”

Hal yang sama terjadi pula pada terorisme. Ini bukan menurut Soekarno. Ini menurut saya, Tom Finaldin, teroris itu dilahirkan pula oleh kapitalis. Dalam banyak kasus di berbagai belahan dunia ini, serangan teroris itu ditujukan pada kepentingan-kepentingan Amerika Serikat dan atau pihak-pihak yang berkolaborasi dengan Amerika Serikat. Semua orang tahu bahwa Amerika Serikat itu adalah negeri yang paling kapitalistis. Ia bukan hanya kapitalis di negerinya sendiri, melainkan pula nafsu-nafsu kapitalisnya diekspor ke berbagai negara, termasuk negara-negara Islam. Ia dengan keangkuhannya menduduki negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, baik dengan terang-terangan maupun dengan sembunyi-sembunyi dengan cara menjalin kerja sama siluman dengan petinggi-petinggi korup bermental rendah dan nista. Di samping itu, kapitalis AS telah melakukan standar ganda mengenai Israel dan Palestina. Itulah yang menyebabkan teroris yang sering dikaitkan dengan Islam melakukan penyerangan terhadap kepentingan AS di mana saja, termasuk teman-teman AS dari berbagai bangsa.

Teroris itu bukanlah hasil pemikiran Osama bin Laden atau tokoh-tokoh yang dianggap teroris lainnya. Mereka melakukan teror itu merupakan sebuah bentuk perlawanan atas perilaku-perilaku kapitalis yang dipandang sangat merugikan dan merusakkan banyak bangsa, terutama negara-negara berpenduduk mayoritas muslim. Itu artinya, teroris dilahirkan dari rahim kapitalis, sebagaimana komunis yang telah lahir dari rahim kapitalis. Teroris adalah putera kedua dari Mami Kapitalis.

Apabila ingin teroris berhenti dari aktivitasnya, kapitalislah yang terlebih dahulu harus disingkirkan. Selama kaum kapitalis serakah itu merusakkan banyak negeri, jangan harap teroris akan mati. Teroris akan tetap hidup bersama-sama ibu kandungnya, Mami Kapitalis di mana saja berada.

Adalah sebuah pelajaran berharga pada masa lalu ketika Indonesia dijadikan papan catur pertarungan oleh pihak kapitalis dan komunis yang kemudian melahirkan G-30-S disusul terbunuhnya jutaan rakyat Indonesia dan goncangnya negara plus kacaunya sejarah bangsa. Ada banyak hal yang bisa kita timba dari masa-masa itu. Salah satunya adalah kita tidak perlu berpihak pada salah satu kekuatan yang sekarang berseteru mirip waktu itu, yaitu antara kapitalis dan teroris. Keduanya bukanlah jiwa asli bangsa Indonesia. Kapitalis bertentangan sekali dengan Pancasila. Demikian pula teroris, sama sekali bukan watak asli bangsa Indonesia.

Negeri ini, Indonesia tercinta, harus jelas iramanya, ninggang dina kekecrek, ‘tepat dasar langkahnya’. Kita harus paham negeri ini diproklamasikan untuk apa. Denah pembangunan bangsa ini tidak boleh terlepas dari Pembukaan UUD 1945. Semua aktivitas harus diarahkan pada gambar denah itu, bagaikan membangun gedung yang harus selalu sesuai dengan gambar yang dibuat oleh arsitek. Seluruh mandor, pengawas, tukang tembok, dan kuli bangunan harus mengacu pada gambar denah itu, bukan membuat denah sendirian. Itu ngaco namanya. Pancasila adalah kacamata yang harus kita gunakan untuk memandang segala hal terkait perjalanan bangsa ini. Hanya dengan itulah kita bisa hidup aman, tertib, makmur, dan sejahtera. Kalaulah sekarang negeri ini dirundung berbagai kemalangan, itu disebabkan terlalu banyak orang yang punya denah sendiri, lalu bekerja sama dengan pihak luar, entah itu dengan pihak kapitalis ataupun pihak teroris. Ya iyalah pasti ngaco atuh.

Ingat, Pancasila adalah anugerah besar dari Allah swt bagi Indonesia. Tak ada produk pemikiran yang lebih tinggi dibandingkan Pancasila di muka Bumi ini. Jika kita ingin berhasil dalam berbangsa dan bernegara, kembalilah pada kesucian Ibu Pertiwi. Dengan cara itulah kita bisa bijak dan tepat mengatasi permasalahan bangsa sekaligus menjadi contoh bagi negara-negara lain di seluruh muka Bumi ini. Singkirkan kapitalis, maka teroris pun mati sendiri. Insyaallah.

No comments:

Post a Comment