Tuesday, 9 July 2019

Cebong-Kampret-Cebong-Kampret


oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Panggilan buruk Cebong-Kampret sudah tidak perlu lagi diucapkan atau bahkan diteriakkan, baik di Medsos maupun di dunia nyata. Sebetulnya, panggilan-panggilan itu sama sekali tidak perlu dari dulu juga karena itu panggilan buruk. Umat Islam apalagi dilarang oleh Nabi Muhammad saw untuk memanggil orang dengan sebutan yang buruk, panggilan yang paling baik adalah Abdullah, ‘hamba Allah’. Sekarang setelah Pilpres usai dan pemenangnya sudah ditetapkan secara legitimate, yaitu Jokowi-Amin, panggilan buruk cebong-kampret lebih tidak perlu lagi dan lebih tidak berguna lagi.

            Kalau masih ada yang menggunakan panggilan buruk itu, bersabarlah, jangan dilayani karena tidak ada gunanya. Bahkan, jika dilayani, kita menjadi sama begonya dengan mereka. Jika kita ingin lebih mulia dibandingkan mereka, jangan layani, bersikaplah teduh, jangan dibalas, bersikaplah lembut bagai angin sepoi-sepoi yang memanjakan.

            Mari kita bersikap sabar dan kuat menghadapi panggilan-panggilan buruk itu. Nabi Muhammad saw saja bukan hanya dipanggil yang buruk-buruk, melainkan pula sampai diludahi, dilempari kotoran binatang dan manusia, dilempari batu sampai kakinya berdarah-darah. Muhammad saw tetap bersabar.

            Yang tidak bersabar dan marah malah Malaikat Jibril, “Ya Rasul, jika engkau mau, aku bisa membalikkan tanah-tanah mereka.”

            Artinya, Malaikat Jibril bisa membuat bencana alam bagi orang-orang yang menyakiti Muhammad saw.

            Akan tetapi, Muhammad saw menolak, “Jangan karena mereka sesungguhnya orang yang tidak mengerti.”

            Tuh, bagaimana sabarnya Muhammad saw yang sangat mulia itu.

            Pada suatu waktu Muhammad saw seperti biasa akan melewati jalan tempat biasanya beliau diludahi. Ketika tepat di jalan itu, Muhammad saw sudah bersiap-siap menerima ludahan itu. Sayangnya, tidak ada yang meludahinya. Muhammad saw heran, lalu bertanya-tanya tentang orang itu. Ternyata, orang itu sakit. Kemudian, Muhammad saw pun menengoknya. Orang itu pun kemudian masuk Islam, convert to Islam.

            Tuh, bagaimana luhurnya kesabaran Muhammad saw. Kita mah cuma dipanggil dengan panggilan buruk, harus lebih sabar. Tetaplah tenang kalau cuma diganggu dengan kata-kata, nggak akan terluka apa pun secara fisik. Kalau diganggu secara fisik atau diajak berantem, baru kita harus … ya … tetap sabar.

            Kalau diajak berantem, bilang aja, “Maaf saya sedang puasa.”

            Terus, dia marah, “Puasa apa? Bulan Puasa udah lewat!”

            Jawab saja, “Sedang puasa berantem.”

            Kalau dia datang lagi malamnya dan ngajak berantem lagi, jawab saja, “Saya masih puasa berantem.”

            “Masa puasa terus? Kapan bukanya? Kan sekarang sudah malam, maghrib sudah adzan, harusnya sudah buka!”

            Jawab lagi saja, “Kalaupun saya buka puasa berantem, saya pasti kalah berantem sama kamu.”

            “Jadi, kamu mengaku kalah?”

            “Iya benar.”

            “Takbir!”

            Jawab saja, “Takbir we olangan.”

            Terus, kalau dia pergi sambil takbir, biarkan saja karena itulah saatnya yang waras mesti ngalah.


Sampurasun.

No comments:

Post a Comment