oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Setelah memperhatikan
komentar-komentar di Media Sosial mengenai situasi politik akhir-akhir ini, ada
hal yang menarik, terutama mengenai ajakan rekonsiliasi dari Presiden Jokowi
kepada rival utamanya Prabowo Subianto bersama para pendukungnya. Seperti yang
telah kita ketahui bahwa pasangan Capres 01 Jokowi-Maruf Amin berhasil
mengalahkan pasangan Capres 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam Pemilihan
Presiden 17 April 2019. Setelah menang, Jokowi mengajak untuk melakukan rekonsiliasi
kepada Prabowo. Rekonsiliasi itu ternyata sulit terlaksana.
Masyarakat bertanya-tanya mengapa itu sulit dilakukan?
Berbagai dugaan pun bertebaran mulai dari kurang besarnya
jiwa dalam menghadapi kekalahan, kecurigaan atas meningkatnya peluang
komunisme, hingga Jokowi mencari legitimasi untuk kekuasaan yang telah diraih
untuk kedua kalinya sebagai presiden Republik Indonesia. Adalah sangat tidak
masuk akal jika Jokowi mengajak rekonsiliasi untuk mencari legitimasi. Seolah-olah
sengaja Jokowi-Prabowo dihalangi untuk rekonsiliasi supaya Jokowi-Amin tidak
legitimate dan tidak bisa dilantik menjadi Presiden dan Wapres RI untuk periode
2019-2024. Bahkan, masih ada yang bermimpi bahwa Prabowo Subianto yang akan
dilantik menjadi presiden RI periode 2019-2024. Hal ini sungguh sangat
mengherankan.
Legitimasi
Jokowi-Amin
Legitimasi itu memiliki
pengertian “pengakuan, penerimaan, persetujuan, dan pengesahan”.
Legitimasi bagi Jokowi-Maruf Amin sebagai presiden-Wapres
RI terpilih sudah sangat kuat. Mereka dipilih oleh 85 juta rakyat Indonesia,
dikuatkan oleh hasil Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), ditetapkan sebagai
pemenang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan diakui kemenangannya oleh lebih
dari empat puluh negara di dunia.
Kurang legitimate apa lagi mereka?
Jokowi-Amin tetap legitimate meskipun rekonsiliasi tidak
terjadi. Pelantikan mereka tidak dipengaruhi oleh rekonsiliasi. Pelantikan
jalan terus meskipun sebagian kecil masyarakat Indonesia tidak mengakuinya,
tidak menyetujuinya, bahkan membencinya.
Dalam kenyataannya, setiap presiden di Indonesia dan di
seluruh dunia ini tidak selalu disetujui oleh 100% rakyatnya. Selalu saja ada
yang tidak suka dan tidak setuju. Akan tetapi, presiden terpilih tetap
legitimate untuk memimpin penyelenggaraan negara.
Adalah hal yang sia-sia jika menghalangi rekonsiliasi
agar Jokowi-Amin tidak legitimate, apalagi berharap tidak dilantik, bahkan
kalah oleh Prabowo-Sandi.
Rekonsiliasi
Jokowi-Prabowo
Rekonsiliasi mengandung arti
“memulihkan keadaan ke keadaan sebelumnya sebelum terjadi perbedaan atau
menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada”. Rekonsiliasi itu sangat berguna
untuk meredam ketegangan, menciptakan suasana adem dan tenang.
Adalah perilaku yang sangat mulia jika mengupayakan
jalannya rekonsiliasi untuk kebaikan bersama. Kalau di antara manusia terjadi
perselisihan/pertengkaran, adalah hal yang teramat mulia bagi pihak-pihak yang
mengupayakan terjadinya rekonsiliasi. Sebaliknya, teramat buruklah mereka yang
menghalang-halangi terjadinya rekonsiliasi. Jika dua orang
bertengkar/berselisih bahkan bermusuhan, orang yang berupaya keras untuk
memulihkan hubungan pasti jauh lebih baik dibandingkan mereka yang
terus-menerus memelihara permusuhan. Begitulah hal yang saya pahami dalam
ajaran Islam yang saya yakini penuh cinta, kasih, sayang, perdamaian, dan
rahmat bagi semesta alam.
Rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo sangat diperlukan
untuk meredakan ketegangan dan mempersatukan bangsa untuk melangkah ke masa
depan. Hal ini tidak terkait langsung dengan legitimasi Jokowi-Amin karena
mereka sudah legitimate dengan atau tanpa terjadinya rekonsiliasi.
Terjadinya rekonsiliasi adalah untuk meneduhkan suasana
berbangsa dan bernegara hingga berjalan beriringan saling bahu dan saling
mengingatkan untuk kebaikan bersama.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment