Friday, 5 July 2019

Beda Antara Rekonsiliasi dan Legitimasi


oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Setelah memperhatikan komentar-komentar di Media Sosial mengenai situasi politik akhir-akhir ini, ada hal yang menarik, terutama mengenai ajakan rekonsiliasi dari Presiden Jokowi kepada rival utamanya Prabowo Subianto bersama para pendukungnya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa pasangan Capres 01 Jokowi-Maruf Amin berhasil mengalahkan pasangan Capres 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam Pemilihan Presiden 17 April 2019. Setelah menang, Jokowi mengajak untuk melakukan rekonsiliasi kepada Prabowo. Rekonsiliasi itu ternyata sulit terlaksana.

            Masyarakat bertanya-tanya mengapa itu sulit dilakukan?

            Berbagai dugaan pun bertebaran mulai dari kurang besarnya jiwa dalam menghadapi kekalahan, kecurigaan atas meningkatnya peluang komunisme, hingga Jokowi mencari legitimasi untuk kekuasaan yang telah diraih untuk kedua kalinya sebagai presiden Republik Indonesia. Adalah sangat tidak masuk akal jika Jokowi mengajak rekonsiliasi untuk mencari legitimasi. Seolah-olah sengaja Jokowi-Prabowo dihalangi untuk rekonsiliasi supaya Jokowi-Amin tidak legitimate dan tidak bisa dilantik menjadi Presiden dan Wapres RI untuk periode 2019-2024. Bahkan, masih ada yang bermimpi bahwa Prabowo Subianto yang akan dilantik menjadi presiden RI periode 2019-2024. Hal ini sungguh sangat mengherankan.


Legitimasi Jokowi-Amin
Legitimasi itu memiliki pengertian “pengakuan, penerimaan, persetujuan, dan pengesahan”.

            Legitimasi bagi Jokowi-Maruf Amin sebagai presiden-Wapres RI terpilih sudah sangat kuat. Mereka dipilih oleh 85 juta rakyat Indonesia, dikuatkan oleh hasil Sidang Mahkamah Konstitusi (MK), ditetapkan sebagai pemenang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan diakui kemenangannya oleh lebih dari empat puluh negara di dunia.

            Kurang legitimate apa lagi mereka?

            Jokowi-Amin tetap legitimate meskipun rekonsiliasi tidak terjadi. Pelantikan mereka tidak dipengaruhi oleh rekonsiliasi. Pelantikan jalan terus meskipun sebagian kecil masyarakat Indonesia tidak mengakuinya, tidak menyetujuinya, bahkan membencinya.

            Dalam kenyataannya, setiap presiden di Indonesia dan di seluruh dunia ini tidak selalu disetujui oleh 100% rakyatnya. Selalu saja ada yang tidak suka dan tidak setuju. Akan tetapi, presiden terpilih tetap legitimate untuk memimpin penyelenggaraan negara.

            Adalah hal yang sia-sia jika menghalangi rekonsiliasi agar Jokowi-Amin tidak legitimate, apalagi berharap tidak dilantik, bahkan kalah oleh Prabowo-Sandi.


Rekonsiliasi Jokowi-Prabowo
Rekonsiliasi mengandung arti “memulihkan keadaan ke keadaan sebelumnya sebelum terjadi perbedaan atau menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada”. Rekonsiliasi itu sangat berguna untuk meredam ketegangan, menciptakan suasana adem dan tenang.

            Adalah perilaku yang sangat mulia jika mengupayakan jalannya rekonsiliasi untuk kebaikan bersama. Kalau di antara manusia terjadi perselisihan/pertengkaran, adalah hal yang teramat mulia bagi pihak-pihak yang mengupayakan terjadinya rekonsiliasi. Sebaliknya, teramat buruklah mereka yang menghalang-halangi terjadinya rekonsiliasi. Jika dua orang bertengkar/berselisih bahkan bermusuhan, orang yang berupaya keras untuk memulihkan hubungan pasti jauh lebih baik dibandingkan mereka yang terus-menerus memelihara permusuhan. Begitulah hal yang saya pahami dalam ajaran Islam yang saya yakini penuh cinta, kasih, sayang, perdamaian, dan rahmat bagi semesta alam.

            Rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo sangat diperlukan untuk meredakan ketegangan dan mempersatukan bangsa untuk melangkah ke masa depan. Hal ini tidak terkait langsung dengan legitimasi Jokowi-Amin karena mereka sudah legitimate dengan atau tanpa terjadinya rekonsiliasi.

            Terjadinya rekonsiliasi adalah untuk meneduhkan suasana berbangsa dan bernegara hingga berjalan beriringan saling bahu dan saling mengingatkan untuk kebaikan bersama.


Sampurasun.

No comments:

Post a Comment