oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Setelah Jokowi dan Prabowo
melakukan rekonsiliasi (13 Juli 2019), ternyata banyak pendukung Prabowo yang
kecewa. Mereka ingin rekonsiliasi tidak terjadi, tetapi kenyataannya terjadi.
Hal itu disebabkan agenda-agenda mereka runtuh secara tiba-tiba dengan adanya
pengakuan dan pernyataan resmi yang diberikan Prabowo kepada Jokowi sebagai
pemenang Pilpres 2019.
Koalisi Adil Makmur memang sudah dibubarkan. Partai-partai pengusung Prabowo-Sandi kembali
dan dikembalikan ke kedaulatannya masing-masing, tidak lagi terikat pada
koalisi. Mereka bergerak bebas sekehendak mereka. Ada yang sudah memastikan
dirinya menjadi oposisi yang bertindak sebagai “pengingat” Jokowi dan
penyeimbang kekuasaannya, yaitu PKS. Selebihnya, sampai tulisan ini dibuat
masih belum jelas sikapnya, entah bergabung Jokowi, entah berada di luar
pemerintahan. Para pendukung Prabowo yang kelimpungan dan tampak lebih kecewa
adalah kelompok-kelompok yang bukan partai. Mereka kehilangan “tunggangan”,
baik Prabowo maupun partai-partai pendukung untuk memuluskan agenda-agenda
sendiri yang tampak berbeda dengan apa yang menjadi ide Prabowo sendiri.
Prabowo-Sandi memiliki agenda-agenda yang menurut
beberapa pengamat “beririsan” dengan agenda-agenda Jokowi-Maruf Amin. Artinya,
keinginan Jokowi-Amin mirip dengan keinginan Prabowo-Sandi dalam memajukan dan
membuat Indonesia adil makmur.
Oleh karena itu, wajar jika Prabowo ketika rekonsiliasi menyatakan
siap membantu pemerintahan Jokowi-Amin. Kesiapan Prabowo membantu pemerintah
itu bisa dengan memperkuat dan bergabung Jokowi atau mendorong dengan cara
memberikan pengawasan dan kritik-kritik konstruktif dari luar pemerintahan.
Bagi Prabowo, keutuhan dan keselamatan NKRI jauh lebih penting dibandingkan
kepentingan-kepentingan politik sesaat, sebagaimana dalam surat yang ditulisnya
sendiri kepada Amien Rais, pentolan PAN.
Hal itulah yang membuat pendukung Prabowo-Sandi nonpartai
kecewa. Partai seperti PKS juga sebetulnya seperti sedikit kecewa, tetapi
mereka masih bisa berkiprah dalam politik secara resmi melalui lembaga legislatif
DPR. Adapun pendukung nonpartai seperti kehilangan arah dan pegangan karena
agenda-agenda politik mereka “melayang tak lagi bertenaga”.
Berkaca dari pengalaman tersebut, sebaiknya pendukung Prabowo-Sandi
nonpartai jangan lagi menggunakan siapa pun dan apa pun sebagai kendaraan
politik. Jika ingin memperjuangkan agendanya sendiri, buat saja partai sendiri.
Dengan demikian, mereka bisa menguji kemampuan dirinya untuk terjun langsung
dalam persaingan politik. Jika berhasil, mereka memiliki kekuatan semakin
besar. Jika gagal, mereka lebih menyadari berbagai kesulitan dan tantangan yang
harus dihadapi dalam berpartai.
Presiden pertama RI Ir. Soekarno pernah berkata, “Aku
tidak suka orang Islam yang merintih-rintih, ‘janganlah Islam dipisahkan dari
negara’. Aku lebih suka orang Islam yang berani menjawab tantangan zaman.
Penuhilah kursi-kursi parlemen itu jika engkau benar-benar rakyat Islam!”
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment