oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Beberapa media main stream dalam liputan maupun
acara-acara talk show mengisyarakatkan
seolah-olah adanya prasyarat yang diberikan untuk terjadinya rekonsiliasi
antara Jokowi, selaku presiden terpilih, dengan Prabowo, mantan saingannya
dalam Pilpres 2019. Prasyarat itu berupa keinginan pembebasan ratusan orang
yang sedang ditahan pihak kepolisian atau tersangkut hukum, misalnya, Rizieq
Shihab, Bahar bin Smith, mereka yang diklaim ulama dan dianggap
dikriminalisasi, serta lainnya terkait pelanggaran UU ITE, penghinaan, dan atau
dugaan makar. Tentunya, prasyarat ini tidak diucapkan dengan tegas atau diminta
secara resmi. Akan tetapi, situasi seperti itu terasa benar dan tergambar dalam
beberapa acara talk show di televisi.
Mungkin kondisi ini sama sekali tidak terjadi dan itu hanya perasaan masyarakat
seperti saya dalam arti tak ada satu pun yang memberikan syarat untuk
terjadinya rekonsiliasi semacam pertukaran kasus hukum dengan situasi politik
ataupun terjadinya rekonsiliasi.
Kalau memang itu tidak terjadi dan cuma perasaan
masyarakat, terutama saya, bagus sekali. Akan tetapi, sangat disayangkan jika
memang benar-benar terjadi.
Rekonsiliasi itu upaya memperbaiki hubungan seperti
keadaan sebelum terjadi perbedaan atau menyelesaikan
perbedaan-perbedaan yang ada. Mungkin memerlukan kondis-kondisi tertentu untuk
terjadinya rekonsiliasi. Akan tetapi, jika harus menukar dengan kasus-kasus
hukum, sangatlah disayangkan. Negeri ini bisa terjerumus ke dalam situasi
ketika “politik adalah panglima”, padahal kita tahu sudah sejak lama bahwa masyarakat
berjuang agar “hukum menjadi panglima”. Sebaiknya, biarkanlah kasus hukum itu
berjalan dengan segala kesulitan dan kemudahannya, hormati hasilnya dan tidak
perlu dipertukarkan dengan apa pun. Ada bahaya yang akan timbul jika kasus
hukum bisa dipertukarkan dengan politik. Pada masa depan bisa terjadi bahwa
setiap Pilpres akan menjadi ajang memanfaatkan situasi untuk menukarkan kasus
hukum dengan politik dengan dalih apa pun.
Biarlah kasus hukum berjalan dengan terang benderang
karena ini menyangkut kepentingan orang banyak, kepastian dalam keadilan dan
ketertiban, serta keharmonisan hidup berbangsa dan bernegara. Jadi, jangan
tukarkan kasus hukum siapa pun dia dengan kepentingan politik. Biarkanlah
berjalan sendiri dengan normal. Kalaupun ada kelemahan, perbaiki pada masa
depan. Kalaupun Presiden ingin menggunakan haknya dalam memberikan amnesti,
abolisi, grasi, ataupun rehabilitasi, terserahlah, tetapi yang jelas segalanya
harus terang-benderang dan transparan, tidak menyisakan ruang gelap yang tidak
bisa dipahami masyarakat.
Mudah-mudahan saya salah memandang dalam arti tak ada
yang memberikan syarat bahwa rekonsiliasi bisa berjalan asal beberapa kasus
hukum bisa diintervensi. Kalau memang ada syarat seperti itu, lalu dipenuhi,
negeri ini bisa tertarik ke belakang sejarahnya sendiri dan tidak maju
melangkah ke arah yang lebih baik, lebih adil, lebih tenteram, dan lebih transparan.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment