Friday, 5 July 2019

Jangan Menukar Kasus Hukum dengan Kepentingan Politik


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Beberapa media main stream dalam liputan maupun acara-acara talk show mengisyarakatkan seolah-olah adanya prasyarat yang diberikan untuk terjadinya rekonsiliasi antara Jokowi, selaku presiden terpilih, dengan Prabowo, mantan saingannya dalam Pilpres 2019. Prasyarat itu berupa keinginan pembebasan ratusan orang yang sedang ditahan pihak kepolisian atau tersangkut hukum, misalnya, Rizieq Shihab, Bahar bin Smith, mereka yang diklaim ulama dan dianggap dikriminalisasi, serta lainnya terkait pelanggaran UU ITE, penghinaan, dan atau dugaan makar. Tentunya, prasyarat ini tidak diucapkan dengan tegas atau diminta secara resmi. Akan tetapi, situasi seperti itu terasa benar dan tergambar dalam beberapa acara talk show di televisi. Mungkin kondisi ini sama sekali tidak terjadi dan itu hanya perasaan masyarakat seperti saya dalam arti tak ada satu pun yang memberikan syarat untuk terjadinya rekonsiliasi semacam pertukaran kasus hukum dengan situasi politik ataupun terjadinya rekonsiliasi.

            Kalau memang itu tidak terjadi dan cuma perasaan masyarakat, terutama saya, bagus sekali. Akan tetapi, sangat disayangkan jika memang benar-benar terjadi.

            Rekonsiliasi itu upaya memperbaiki hubungan seperti keadaan sebelum terjadi perbedaan atau  menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada. Mungkin memerlukan kondis-kondisi tertentu untuk terjadinya rekonsiliasi. Akan tetapi, jika harus menukar dengan kasus-kasus hukum, sangatlah disayangkan. Negeri ini bisa terjerumus ke dalam situasi ketika “politik adalah panglima”, padahal kita tahu sudah sejak lama bahwa masyarakat berjuang agar “hukum menjadi panglima”. Sebaiknya, biarkanlah kasus hukum itu berjalan dengan segala kesulitan dan kemudahannya, hormati hasilnya dan tidak perlu dipertukarkan dengan apa pun. Ada bahaya yang akan timbul jika kasus hukum bisa dipertukarkan dengan politik. Pada masa depan bisa terjadi bahwa setiap Pilpres akan menjadi ajang memanfaatkan situasi untuk menukarkan kasus hukum dengan politik dengan dalih apa pun.

            Biarlah kasus hukum berjalan dengan terang benderang karena ini menyangkut kepentingan orang banyak, kepastian dalam keadilan dan ketertiban, serta keharmonisan hidup berbangsa dan bernegara. Jadi, jangan tukarkan kasus hukum siapa pun dia dengan kepentingan politik. Biarkanlah berjalan sendiri dengan normal. Kalaupun ada kelemahan, perbaiki pada masa depan. Kalaupun Presiden ingin menggunakan haknya dalam memberikan amnesti, abolisi, grasi, ataupun rehabilitasi, terserahlah, tetapi yang jelas segalanya harus terang-benderang dan transparan, tidak menyisakan ruang gelap yang tidak bisa dipahami masyarakat.

            Mudah-mudahan saya salah memandang dalam arti tak ada yang memberikan syarat bahwa rekonsiliasi bisa berjalan asal beberapa kasus hukum bisa diintervensi. Kalau memang ada syarat seperti itu, lalu dipenuhi, negeri ini bisa tertarik ke belakang sejarahnya sendiri dan tidak maju melangkah ke arah yang lebih baik, lebih adil, lebih tenteram, dan lebih transparan.


Sampurasun.

No comments:

Post a Comment