Tuesday 15 October 2019

Jangan Demonstrasi pada 20 Oktober 2019

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Hal ini sudah saya diskusikan berulang-ulang dengan murid-murid saya, baik yang di MA Mawaddi, Kamasan, Banjaran; Universitas Al Ghifari, Fisip, HI, Bandung; maupun di STAI Yamisa, Soreang. Bagi siswa MA Mawaddi, jelas mereka tidak boleh ikut demonstrasi karena masih di bawah umur, belum mempunyai kecakapan dalam berurusan dengan hukum. Bagi mahasiswa, boleh berdemonstrasi, tetapi jangan pada 20 Oktober 2019. Hal itu disebabkan  hari itu adalah pelantikan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin. Sebaiknya, kalau mau demonstrasi, mulai pada 21 Oktober 2019 saja. Damai, tertib, dan logis. Hal ini sudah saya diskusikan dengan murid-murid saya sebelum adanya adanya larangan dari pihak berwenang untuk tidak demonstrasi mulai 15 s.d. 20 Oktober 2019. Mudah-mudahan larangan atau imbauan ini dipatuhi untuk kebaikan bersama dan tidak ada yang mengacaukannya.

            Pada tanggal 20 itu seluruh dunia melihat Indonesia, punya banyak harapan terhadap Indonesia. Sebaliknya, Indonesia pun punya banyak harapan terhadap dunia agar dapat menggunakan energi dunia untuk kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia. Teorinya sederhana saja. Indonesia dikenal sebagai bangsa yang paling ramah di dunia. Indonesia pun membutuhkan banyak investasi, baik dari dalam maupun dari luar negeri untuk membangun ekonomi dan peradaban. Jika terjadi demonstrasi pada tanggal itu, keramahan rakyat Indonesia akan tercoreng oleh aksi-aksi kekerasan dan tidak terpelajar karena bisa dilihat bahwa beberapa aksi demonstrasi kemarin-kemarin berakhir dengan tidak terkendali, ricuh, dan menimbulkan korban jiwa meskipun dengan “dalih ada kelompok lain yang anarkis”. Di samping itu, iklim investasi di Indonesia pun bisa terganggu karena setiap pemodal yang ingin berinvestasi selalu melihat stabilitas keamanan di tempat mereka hendak berinvestasi.

            Contoh mudah adalah jika kita memiliki uang Rp25 juta dan hendak mendirikan warung atau kios di sebuah tempat, tetapi di tempat itu situasinya tidak aman, banyak keributan, premanisme, dan tidak tertib, akankah kita melanjutkan rencana kita untuk berdagang di tempat itu?

            Pasti tidak, bukan?

            Kita pasti ingin berdagang di tempat yang tenang, aman, tertib, berpenduduk banyak, dan berdaya beli tinggi.

            Begitulah para investor asing, akan membatalkan niatnya menanamkan modal di Indonesia jika tidak tertib, tidak aman, banyak huru-hara, dan aksi kekerasan. Bahkan, para pemodal dari dalam negeri pun bisa keluar dari Indonesia dan menanamkan modalnya di luar negeri. Ini pernah terjadi pascareformasi 1998. Karena banyak aksi-aksi lanjutan yang membuat para pengusaha “kesusahan”, akhirnya para pengusaha dalam negeri mengalihkan usahanya ke luar negeri, seperti, Vietnam, Thailand, dan Filipina.

            Kalau Indonesia sudah dinilai tidak menjadi tempat aman untuk berbisnis, siapa yang rugi?

            Kita semua yang rugi. Perusahaan berkurang dan menjadi lesu, penerimaan pajak berkurang, lapangan kerja semakin sulit, pengangguran makin banyak, efeknya kriminalitas meningkat, tanah air Indonesia pun bisa turun dari negara berkembang menjadi negara terbelakang. Kita bisa lihat negara-negara luar yang tidak aman dan gemar berkelahi, turun menjadi negara terbelakang, miskin, dan sulit untuk memperbaiki diri.

            Jangan demonstrasi pada 20 Oktober 2019. Tetaplah menjadi rakyat ramah yang mampu mewujudkan iklim usaha yang menyenangkan.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment