oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Hal ini sudah saya
diskusikan berulang-ulang dengan murid-murid saya, baik yang di MA Mawaddi,
Kamasan, Banjaran; Universitas Al Ghifari, Fisip, HI, Bandung; maupun di STAI
Yamisa, Soreang. Bagi siswa MA Mawaddi, jelas mereka tidak boleh ikut
demonstrasi karena masih di bawah umur, belum mempunyai kecakapan dalam
berurusan dengan hukum. Bagi mahasiswa, boleh berdemonstrasi, tetapi jangan
pada 20 Oktober 2019. Hal itu disebabkan
hari itu adalah pelantikan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin.
Sebaiknya, kalau mau demonstrasi, mulai pada 21 Oktober 2019 saja. Damai,
tertib, dan logis. Hal ini sudah saya diskusikan dengan murid-murid saya
sebelum adanya adanya larangan dari pihak berwenang untuk tidak demonstrasi
mulai 15 s.d. 20 Oktober 2019. Mudah-mudahan larangan atau imbauan ini dipatuhi
untuk kebaikan bersama dan tidak ada yang mengacaukannya.
Pada tanggal 20 itu seluruh dunia melihat Indonesia,
punya banyak harapan terhadap Indonesia. Sebaliknya, Indonesia pun punya banyak
harapan terhadap dunia agar dapat menggunakan energi dunia untuk kepentingan
bangsa dan rakyat Indonesia. Teorinya sederhana saja. Indonesia dikenal sebagai
bangsa yang paling ramah di dunia. Indonesia pun membutuhkan banyak investasi,
baik dari dalam maupun dari luar negeri untuk membangun ekonomi dan peradaban.
Jika terjadi demonstrasi pada tanggal itu, keramahan rakyat Indonesia akan
tercoreng oleh aksi-aksi kekerasan dan tidak terpelajar karena bisa dilihat
bahwa beberapa aksi demonstrasi kemarin-kemarin berakhir dengan tidak
terkendali, ricuh, dan menimbulkan korban jiwa meskipun dengan “dalih ada
kelompok lain yang anarkis”. Di samping itu, iklim investasi di Indonesia pun
bisa terganggu karena setiap pemodal yang ingin berinvestasi selalu melihat stabilitas
keamanan di tempat mereka hendak berinvestasi.
Contoh mudah adalah jika kita memiliki uang Rp25 juta dan
hendak mendirikan warung atau kios di sebuah tempat, tetapi di tempat itu
situasinya tidak aman, banyak keributan, premanisme, dan tidak tertib, akankah
kita melanjutkan rencana kita untuk berdagang di tempat itu?
Pasti tidak, bukan?
Kita pasti ingin berdagang di tempat yang tenang, aman,
tertib, berpenduduk banyak, dan berdaya beli tinggi.
Begitulah para investor asing, akan membatalkan niatnya
menanamkan modal di Indonesia jika tidak tertib, tidak aman, banyak huru-hara,
dan aksi kekerasan. Bahkan, para pemodal dari dalam negeri pun bisa keluar dari
Indonesia dan menanamkan modalnya di luar negeri. Ini pernah terjadi
pascareformasi 1998. Karena banyak aksi-aksi lanjutan yang membuat para
pengusaha “kesusahan”, akhirnya para pengusaha dalam negeri mengalihkan
usahanya ke luar negeri, seperti, Vietnam, Thailand, dan Filipina.
Kalau Indonesia sudah dinilai tidak menjadi tempat aman
untuk berbisnis, siapa yang rugi?
Kita semua yang rugi. Perusahaan berkurang dan menjadi
lesu, penerimaan pajak berkurang, lapangan kerja semakin sulit, pengangguran
makin banyak, efeknya kriminalitas meningkat, tanah air Indonesia pun bisa turun
dari negara berkembang menjadi negara terbelakang. Kita bisa lihat
negara-negara luar yang tidak aman dan gemar berkelahi, turun menjadi negara
terbelakang, miskin, dan sulit untuk memperbaiki diri.
Jangan demonstrasi pada 20 Oktober 2019. Tetaplah menjadi
rakyat ramah yang mampu mewujudkan iklim usaha yang menyenangkan.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment