oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Pemerintahan Indonesia yang
sekarang dipimpin Jokowi-Maruf Amin (2019-2024) sangat kuat, bahkan terlalu
kuat. Ini sangat mengkhawatirkan. Pemerintahan yang terlalu kuat dengan oposisi
yang terlalu lemah akan membuat pemerintah terlalu nyaman dalam menggunakan
kekuasaannya. Hal ini dikhawatirkan akan mudah tergelincir ke dalam kesalahan
karena lemahnya pengawasan.
Bergabungnya Prabowo menjadi Menteri Pertahanan RI
membuat pemerintahan Jokowi menjadi super kuat. Kekuatan kritik menjadi sangat
lemah. Hal itu disebabkan Prabowo menjadi bagian dari Jokowi.
Pada satu sisi ini bisa dipahami karena pemerintah dan
masyarakat merasa terganggu dengan adanya kelompok-kelompok masyarakat yang
dianggap radikal, intoleran, dan berujung pada tindakan terorisme.
Penyesatan-penyesatan pikiran dengan menggunakan agama dipandang mengganggu
eksistensi nilai-nilai, norma-norma, dan wawasan kebangsaan yang selama ini
dibangun dan diperkokoh. Bergabungnya Prabowo menjadi bagian Jokowi membuat
kekuatan kelompok-kelompok yang dianggap pengganggu ini menjadi lemah dan
mereka yang pro-kebangsaan menjadi sangat kuat. Pilar-pilar bangsa menjadi
teramat kuat karena pendukungnya menjadi bertambah kuat. Prabowo tidak lagi
bisa dibebani menjadi kendaraan bagi kelompok-kelompok yang dianggap mengganggu
sistem kebangsaan Indonesia.
Di sisi lain besarnya kekuatan ini dikhawatirkan
melemahkan upaya perbaikan dan menganggap semuanya selalu baik-baik saja.
Padahal, yang namanya manusia, siapa pun dia, tidak bisa terlepas dari
kekurangan, kelemahan, dan kesalahan. Pada bagian inilah diperlukan upaya
penyeimbangan dari kelompok lain di luar pemerintahan. Karena lemahnya kekuatan
penyeimbang di dalam parlemen, masyarakat harus ambil bagian aktif memberikan
banyak kritikan dan masukan untuk menambal dan mengingatkan perbaikan terhadap
bolong-bolong ataupun berbagai kelemahan yang ada dalam proses penyelenggaraan
negara.
Masyarakat harus belajar membuat kritikan yang tujuannya
membantu dan mendorong pemerintahan agar lebih baik lagi. Kritikan itu bisa
lembut, tegas, bahkan keras. Akan tetapi, semuanya harus berisi kritikan
konstruktif, bukan hoax, nyinyiran, ataupun pembunuhan karakter yang
dimaksudkan untuk menghancurkan pemerintahan, apalagi merusakkan eksistensi bangsa
dan negara.
Masyarakat wajib membedakan antara kritik dengan dusta
atau ujaran kebencian. Kritikan itu harus berdasarkan data dan fakta yang
jelas. Kalau bisa, sertakan pula solusi-solusinya. Kalaupun tidak bisa memberikan
solusi, tetap saja kritikan dan protes itu harus mencerdaskan, konstruktif, dan
bernilai informasi yang ilmiah. Berbeda dengan ujaran kebencian atau hoax yang
dasarnya adalah emosi dan penyesatan pikiran.
Apabila masyarakat banyak membuat hoax, ujaran kebencian,
provokasi murahan yang bertujuan menciptakan konflik, pemerintah akan banyak
memiliki alasan untuk melakukan tindakan represif dengan tindakan memaksa yang
sangat keras. Hal tersebut sangat tidak produktif dan hanya menyedot energi
dengan sia-sia, tak ada hasilnya, kecuali kesemrawutan. Masyarakat harus rajin
membuat kritikan dengan fakta-fakta akurat sehingga tidak terjerat hukum, tidak
dianggap mengganggu, bahkan akan menjadi penyambung lidah rakyat dalam
menyuarakan keluh kesah masyarakat terhadap pemerintah. Dengan demikian,
pemerintah mendapatkan dorongan dan kesadaran untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas dirinya dalam menyelenggarakan negara.
Sampurasun.
No comments:
Post a Comment