Tuesday, 29 October 2019

Rakyat Harus Menjadi Penyeimbang


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Pemerintahan Indonesia yang sekarang dipimpin Jokowi-Maruf Amin (2019-2024) sangat kuat, bahkan terlalu kuat. Ini sangat mengkhawatirkan. Pemerintahan yang terlalu kuat dengan oposisi yang terlalu lemah akan membuat pemerintah terlalu nyaman dalam menggunakan kekuasaannya. Hal ini dikhawatirkan akan mudah tergelincir ke dalam kesalahan karena lemahnya pengawasan.

            Bergabungnya Prabowo menjadi Menteri Pertahanan RI membuat pemerintahan Jokowi menjadi super kuat. Kekuatan kritik menjadi sangat lemah. Hal itu disebabkan Prabowo menjadi bagian dari Jokowi.

            Pada satu sisi ini bisa dipahami karena pemerintah dan masyarakat merasa terganggu dengan adanya kelompok-kelompok masyarakat yang dianggap radikal, intoleran, dan berujung pada tindakan terorisme. Penyesatan-penyesatan pikiran dengan menggunakan agama dipandang mengganggu eksistensi nilai-nilai, norma-norma, dan wawasan kebangsaan yang selama ini dibangun dan diperkokoh. Bergabungnya Prabowo menjadi bagian Jokowi membuat kekuatan kelompok-kelompok yang dianggap pengganggu ini menjadi lemah dan mereka yang pro-kebangsaan menjadi sangat kuat. Pilar-pilar bangsa menjadi teramat kuat karena pendukungnya menjadi bertambah kuat. Prabowo tidak lagi bisa dibebani menjadi kendaraan bagi kelompok-kelompok yang dianggap mengganggu sistem kebangsaan Indonesia.

            Di sisi lain besarnya kekuatan ini dikhawatirkan melemahkan upaya perbaikan dan menganggap semuanya selalu baik-baik saja. Padahal, yang namanya manusia, siapa pun dia, tidak bisa terlepas dari kekurangan, kelemahan, dan kesalahan. Pada bagian inilah diperlukan upaya penyeimbangan dari kelompok lain di luar pemerintahan. Karena lemahnya kekuatan penyeimbang di dalam parlemen, masyarakat harus ambil bagian aktif memberikan banyak kritikan dan masukan untuk menambal dan mengingatkan perbaikan terhadap bolong-bolong ataupun berbagai kelemahan yang ada dalam proses penyelenggaraan negara.

            Masyarakat harus belajar membuat kritikan yang tujuannya membantu dan mendorong pemerintahan agar lebih baik lagi. Kritikan itu bisa lembut, tegas, bahkan keras. Akan tetapi, semuanya harus berisi kritikan konstruktif, bukan hoax, nyinyiran, ataupun pembunuhan karakter yang dimaksudkan untuk menghancurkan pemerintahan, apalagi merusakkan eksistensi bangsa dan negara.

            Masyarakat wajib membedakan antara kritik dengan dusta atau ujaran kebencian. Kritikan itu harus berdasarkan data dan fakta yang jelas. Kalau bisa, sertakan pula solusi-solusinya. Kalaupun tidak bisa memberikan solusi, tetap saja kritikan dan protes itu harus mencerdaskan, konstruktif, dan bernilai informasi yang ilmiah. Berbeda dengan ujaran kebencian atau hoax yang dasarnya adalah emosi dan penyesatan pikiran.

            Apabila masyarakat banyak membuat hoax, ujaran kebencian, provokasi murahan yang bertujuan menciptakan konflik, pemerintah akan banyak memiliki alasan untuk melakukan tindakan represif dengan tindakan memaksa yang sangat keras. Hal tersebut sangat tidak produktif dan hanya menyedot energi dengan sia-sia, tak ada hasilnya, kecuali kesemrawutan. Masyarakat harus rajin membuat kritikan dengan fakta-fakta akurat sehingga tidak terjerat hukum, tidak dianggap mengganggu, bahkan akan menjadi penyambung lidah rakyat dalam menyuarakan keluh kesah masyarakat terhadap pemerintah. Dengan demikian, pemerintah mendapatkan dorongan dan kesadaran untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas dirinya dalam menyelenggarakan negara.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment