Monday, 14 October 2019

Soal Penusukan Wiranto


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Sebetulnya, malas menulis hal ini karena semuanya sudah jelas. Media “mainstream” sudah jelas memberitakan, para ahli bedah sudah menerangkan, para tokoh sudah menjenguk, rumah sakit sudah menangani, penusuknya sudah ditangkap, saya sendiri sudah menulis berulang-ulang bagaimana caranya membedakan berita hoaks atau berita yang sahih.

            Mau apa lagi?

            Kalau soal banyak yang menganggap hal itu berita “setingan” atau tidak benar, tinggal baca saja tulisan saya yang lalu-lalu berisi cara menentukan berita yang benar atau hoaks. Gunakan saja cara itu. Kalau  masih tidak bisa, berarti memang belum bisa menggunakan cara itu atau memang tidak mau menerima “kebenaran”.

            Saya menulis ini karena banyak sekali yang bertanya. Setiap hari sejak penusukan itu, orang-orang selalu bertanya.

            “Kang, bagaimana Wiranto?”

            “Pak, Wiranto kenapa?”

            “Gimana Wiranto, benar itu teh kejadian?”

            Banyak sekali jenis pertanyaan seperti itu.

            Kadang saya bertanya dalam hati, mengapa harus bertanya sama saya?

            Akan tetapi, saya jawab juga sih dengan malas-malas dikit.

            Sekarang, saya coba mix antara ilmu pengetahuan modern dengan teknik Imam Bukhari. Sebetulnya, keduanya sama saja tujuannya, yaitu mendapatkan kebenaran yang sahih. Untuk menentukan berita suatu peristiwa adalah benar atau tidak atau diragukan, harus diperiksa “sumber primer” atau sumber utama dari berita tersebut. Sumber primer dalam suatu hadits adalah “orang-orang yang melihat, mendengar, bersentuhan, atau terlibat langsung dengan Nabi Muhammad saw”. Merekalah yang jelas benar berada di tempat kejadian tersebut. Merekalah yang layak dipercaya untuk mengabarkan suatu berita tentang Nabi Muhammad saw kepada generasi selanjutnya hingga sampai kepada kita.

            Demikian pula dengan yang terjadi terhadap Menkopolhukam Wiranto. Orang-orang yang layak dipercaya tentang berita penusukan Wiranto adalah mereka yang berada di tempat kejadian perkara karena mereka mendengar, melihat, bersentuhan, atau terlibat langsung dengan Wiranto. Dari merekalah berita yang lebih benar tentang Wiranto, baik di tempat penusukan, di Puskesmas, maupun di rumah sakit.

            Ketika ada yang menyebarkan bahwa berita itu adalah “setingan”, mereka para pembuat berita nyinyir itu ada di mana? Ada di tempat kejadian? Atau hanya lihat televisi, lalu memutarbalikkan fakta? Bagaimana mungkin kita percaya berita yang disampaikan oleh orang-orang yang tidak jelas?

            Sampai di sini paham, kan? Bisa, kan?

            Cukupkah jika ada di tempat kejadian, bisa dipercaya?

            Kalau tentang hadits, tidak cukup. Mereka yang mengabarkan berita tentang Nabi Muhammad saw harus orang yang cerdas, jujur, dikenal sebagai orang baik, bukan pelupa, memahami agama dengan baik, tidak gemar berbohong. Bahkan, kabarnya, Imam Bukhari meragukan berita suatu hadits jika melihat penyampai berita itu berbohong kepada hewan sekalipun. Misalnya, membohongi ayam dengan cara pura-pura akan memberinya makan, tetapi setelah ayam itu ditangkap, bukannya diberi makan, melainkan disembelih. Hadits yang disampaikan oleh orang tersebut ditinggalkan oleh Imam Bukhari. Oleh sebab itu, Bukhari berkeliling kesana-kemari, ke Irak, Yaman, Medinah, Mekah, dan negeri-negeri lain untuk mendapatkan “sumber primer” yang bisa dia percaya. Tak heran jika Imam Bukhari menjadi sumber penting umat Islam tentang hadits-hadits.

            Begitu juga berita tentang penusukan Wiranto, harus dicek orang yang menyampaikan beritanya. Siapa dia? Apa pekerjaannya? Bagaimana perilakunya? Berita-berita yang disampaikan sebelumnya bagaimana?

            Kalau tidak jelas, bahkan gemar berdusta, buat apa dipercaya?

            Di samping itu, pelajari secara utuh berita yang ada, jangan hanya dibaca judulnya. Judul itu sengaja memang dibuat provokatif oleh para wartawan agar tulisannya dibaca orang. Saya juga begitu kok kalau lagi bikin tulisan, judulnya diusahakan provokatif agar orang mau baca. Banyak orang yang memposting tentang Wiranto dari Liputan6, CNNINDONESIA, atau link lainnya yang menulis judul bahwa Wiranto sadar dan tidak mengalami pendarahan. Akan tetapi, ketika berita itu dibaca utuh, ternyata Wiranto memang ditusuk dengan luka tusukan cukup dalam. Soal pendarahan ekstrim atau tidak, itu kan bergantung dari kondisi kesehatan orang itu, adanya lapisan-lapisan tertentu di dalam tubuh. Ahli bedah yang pantas menerangkan hal ini. Bukan saya dan bukan orang-orang yang sok tahu tentang kesehatan. Kita juga suka begitu kok, kalau terluka, suka berhenti sendiri darahnya. Cepat atau lambatnya darah berhenti bergantung pada zat pembeku darah yang ada dalam tubuh kita dan kemampuan tubuh kita dalam memperbaiki sel-sel tubuh (nyanyahoanan saeutik).

            Begitu ya, sedikit aja dulu. Bisi pusing, lieur. Masih panjang ilmu tentang langkah-langkah mendapatkan data dan fakta untuk ditarik menjadi sebuah simpulan.

            Kalau lieur, ngobrol aja. Santai saja ngobrolnya, nggak perlu tegang.

            Sampurasun

No comments:

Post a Comment