oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Sebetulnya, malas menulis
hal ini karena semuanya sudah jelas. Media “mainstream”
sudah jelas memberitakan, para ahli bedah sudah menerangkan, para tokoh sudah
menjenguk, rumah sakit sudah menangani, penusuknya sudah ditangkap, saya
sendiri sudah menulis berulang-ulang bagaimana caranya membedakan berita hoaks
atau berita yang sahih.
Mau apa lagi?
Kalau soal banyak yang menganggap hal itu berita “setingan”
atau tidak benar, tinggal baca saja tulisan saya yang lalu-lalu berisi cara
menentukan berita yang benar atau hoaks. Gunakan saja cara itu. Kalau masih tidak bisa, berarti memang belum bisa menggunakan
cara itu atau memang tidak mau menerima “kebenaran”.
Saya menulis ini karena banyak sekali yang bertanya.
Setiap hari sejak penusukan itu, orang-orang selalu bertanya.
“Kang, bagaimana Wiranto?”
“Pak, Wiranto kenapa?”
“Gimana Wiranto, benar itu teh kejadian?”
Banyak sekali jenis pertanyaan seperti itu.
Kadang saya bertanya dalam hati, mengapa harus bertanya
sama saya?
Akan tetapi, saya jawab juga sih dengan malas-malas
dikit.
Sekarang, saya coba mix antara ilmu pengetahuan modern
dengan teknik Imam Bukhari. Sebetulnya, keduanya sama saja tujuannya, yaitu
mendapatkan kebenaran yang sahih. Untuk menentukan berita suatu peristiwa
adalah benar atau tidak atau diragukan, harus diperiksa “sumber primer” atau
sumber utama dari berita tersebut. Sumber primer dalam suatu hadits adalah “orang-orang
yang melihat, mendengar, bersentuhan, atau terlibat langsung dengan Nabi
Muhammad saw”. Merekalah yang jelas benar berada di tempat kejadian tersebut.
Merekalah yang layak dipercaya untuk mengabarkan suatu berita tentang Nabi
Muhammad saw kepada generasi selanjutnya hingga sampai kepada kita.
Demikian pula dengan yang terjadi terhadap Menkopolhukam
Wiranto. Orang-orang yang layak dipercaya tentang berita penusukan Wiranto
adalah mereka yang berada di tempat kejadian perkara karena mereka mendengar,
melihat, bersentuhan, atau terlibat langsung dengan Wiranto. Dari merekalah
berita yang lebih benar tentang Wiranto, baik di tempat penusukan, di
Puskesmas, maupun di rumah sakit.
Ketika ada yang menyebarkan bahwa berita itu adalah “setingan”,
mereka para pembuat berita nyinyir itu ada di mana? Ada di tempat kejadian?
Atau hanya lihat televisi, lalu memutarbalikkan fakta? Bagaimana mungkin kita
percaya berita yang disampaikan oleh orang-orang yang tidak jelas?
Sampai di sini paham, kan? Bisa, kan?
Cukupkah jika ada di tempat kejadian,
bisa dipercaya?
Kalau tentang hadits, tidak cukup. Mereka yang
mengabarkan berita tentang Nabi Muhammad saw harus orang yang cerdas, jujur,
dikenal sebagai orang baik, bukan pelupa, memahami agama dengan baik, tidak
gemar berbohong. Bahkan, kabarnya, Imam Bukhari meragukan berita suatu hadits
jika melihat penyampai berita itu berbohong kepada hewan sekalipun. Misalnya,
membohongi ayam dengan cara pura-pura akan memberinya makan, tetapi setelah
ayam itu ditangkap, bukannya diberi makan, melainkan disembelih. Hadits yang
disampaikan oleh orang tersebut ditinggalkan oleh Imam Bukhari. Oleh sebab itu,
Bukhari berkeliling kesana-kemari, ke Irak, Yaman, Medinah, Mekah, dan
negeri-negeri lain untuk mendapatkan “sumber primer” yang bisa dia percaya. Tak
heran jika Imam Bukhari menjadi sumber penting umat Islam tentang hadits-hadits.
Begitu juga berita tentang penusukan Wiranto, harus dicek
orang yang menyampaikan beritanya. Siapa dia? Apa pekerjaannya? Bagaimana
perilakunya? Berita-berita yang disampaikan sebelumnya bagaimana?
Kalau tidak jelas, bahkan gemar berdusta, buat apa
dipercaya?
Di samping itu, pelajari secara utuh berita yang ada,
jangan hanya dibaca judulnya. Judul itu sengaja memang dibuat provokatif oleh
para wartawan agar tulisannya dibaca orang. Saya juga begitu kok kalau lagi
bikin tulisan, judulnya diusahakan provokatif agar orang mau baca. Banyak orang
yang memposting tentang Wiranto dari Liputan6, CNNINDONESIA, atau link lainnya
yang menulis judul bahwa Wiranto sadar dan tidak mengalami pendarahan. Akan
tetapi, ketika berita itu dibaca utuh, ternyata Wiranto memang ditusuk dengan
luka tusukan cukup dalam. Soal pendarahan ekstrim atau tidak, itu kan
bergantung dari kondisi kesehatan orang itu, adanya lapisan-lapisan tertentu di
dalam tubuh. Ahli bedah yang pantas menerangkan hal ini. Bukan saya dan bukan
orang-orang yang sok tahu tentang kesehatan. Kita juga suka begitu kok, kalau
terluka, suka berhenti sendiri darahnya. Cepat atau lambatnya darah berhenti bergantung
pada zat pembeku darah yang ada dalam tubuh kita dan kemampuan tubuh kita dalam
memperbaiki sel-sel tubuh (nyanyahoanan saeutik).
Begitu ya, sedikit aja dulu. Bisi pusing, lieur. Masih
panjang ilmu tentang langkah-langkah mendapatkan data dan fakta untuk ditarik
menjadi sebuah simpulan.
Kalau lieur, ngobrol aja. Santai saja ngobrolnya, nggak
perlu tegang.
Sampurasun
No comments:
Post a Comment