Friday, 4 October 2019

UU KPK Jalani Saja Dulu dan Jangan Berkhayal


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Setiap hari kita menyaksikan berita pro-kontra tentang UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut yang setuju dengan UU KPK hasil revisi, KPK dianggap kurang berhasil memberantas korupsi di Indonesia, organisasinya tidak tertib, dan cenderung melanggar Ham. Hal itu bisa dilihat dari semakin banyaknya koruptor dan semakin beraninya para koruptor untuk melakukan korupsi. Hal itu menandakan bahwa KPK tidak berhasil dalam melakukan upaya pencegahan korupsi. Jika pencegahan berhasil, koruptor seharusnya berkurang. Bahkan, muncul tuduhan bahwa KPK sesungguhnya sudah terkontaminasi oleh para koruptor besar. Kemudian, KPK pun dianggap sewenang-wenang melakukan penyadapan tanpa kontrol. Di samping itu, KPK  dianggap melanggar Ham karena orang yang sudah meninggal pun statusnya masih dianggap tersangka. Oleh sebab itu, diperlukan berbagai perubahan dalam tubuh KPK sehingga terjadi perbaikan dan peningkatan dalam pemberantasan korupsi, terutama dalam upaya pencegahan korupsi. Dengan demikian, koruptor menjadi berkurang dan upaya penangkapan pun berkurang karena koruptornya berkurang. Itulah yang dimaksud KPK berhasil sukses jika semakin sedikit orang yang ditangkap gara-gara korupsi.

            Berbeda menurut orang yang tidak setuju terhadap UU KPK sekarang. Mereka menganggap bahwa revisi UU KPK adalah sebagai upaya pelemahan terhadap KPK dalam memberantas korupsi. Mereka menuding bahwa revisi UU KPK adalah upaya yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk melindungi kolega-koleganya yang terlibat perilaku korupsi. Hal itu ditunjukkan dengan fakta-fakta bahwa memang banyak anggota dewan yang korup, bahkan pimpinannya pun dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena melakukan korupsi.

            Masih ingat kan kasus Setya Novanto beserta anggota DPR lainnya?

            Kalau diperhatikan, baik yang pro maupun yang kontra terhadap UU KPK, secara lahiriah sama-sama ingin meningkatkan kualitas kerja KPK dalam memberantas perilaku korupsi. Kita tidak tahu apa yang ada di dalam batin mereka karena susah kalau membaca batin itu. Semua sama-sama tampak ingin mendorong KPK lebih berhasil dalam menangani korupsi dibandingkan pada masa-masa yang telah lewat. Meskipun demikian, baik yang pro maupun yang kontra masih sama-sama berada di dalam dunia khayal. Mereka yang pro terhadap revisi UU KPK berkhayal bahwa UU KPK yang baru disahkan itu akan meningkatkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Demikian pula mereka yang anti-revisi UU KPK berkhayal bahwa UU KPK yang baru disahkan itu akan membuat KPK menjadi lemah dalam memberantas korupsi.

            Mereka semua masih dalam dunia khayal kok. Mereka masih berkhayal, berangan-angan sesuai kehendak mereka masing-masing. Mereka yang pro berkhayal, yang anti pun berkhayal. Masih pada melamun, berangan-angan.

            Kalau sama-sama ingin meningkatkan kinerja KPK lebih baik lagi, uji saja pelaksanaan UU KPK yang baru disahkan itu. Caranya, jalankan saja UU KPK itu, lalu kita perhatikan dalam satu atau dua tahun hasilnya.

            Apakah tindakan korupsi berkurang atau malah semakin menggila?

            Kalau perilaku korup semakin berkurang dan Indonesia semakin bersih dari korupsi, itu namanya revisi UU KPK berhasil meningkatkan kualitas KPK. Sebaliknya, jika tindakan korup semakin menggila, berarti UU KPK hasil revisi itu gagal.

            Kalau tidak diuji seperti itu, kita bakalan terus-terusan berada dalam dunia khayalan. Ribut gara-gara khayalan.

            Kalau berhasil, tingkatkan lagi dan lagi. Kalau gagal, ubah lagi UU KPK itu, revisi lagi, atau kembalikan ke UU KPK yang lama.

            Begitu Bro.

            Uji dulu dengan pelaksanaan yang nyata dengan komisioner KPK yang terbaru. Jangan berkelahi gara-gara khayalan. Orang Sunda bilang “Eta mah sarua jeung parebut pepesan kosong”.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment