Monday, 4 November 2019

Anies-Joker & Jokowi-Pinokio


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Beberapa waktu lalu hingga saat ini orang tahu bahwa beredar secara viral gambar yang disebut Anies Baswedan dengan wajah Joker. Kita tahu bahwa Joker adalah tokoh penjahat yang ada dalam film Batman, malah sekarang Joker menjadi tokoh sentral dalam film terbarunya. Gambar Anies berwajah Joker ini diposting oleh Ade Armando.

            Anies Baswedan yang dipuja-puji sebagai Gubernur Indonesia ini dianggap pahlawan dan pemimpin hebat oleh para pendukung dan pecintanya. Oleh sebab itu, ketika wajahnya ditampilkan sebagai Joker yang penjahat itu, para pendukungnya sedih, marah, kesal, jengkel, dan campuran perasaan lainnya.

            Sungguh, ketika melihat postingan Ade Armando itu, saya langsung teringat kepada Jokowi yang digambar sebagai Pinokio atau disertai gambar bayangan Pinokio, bahkan pernah  pula digambar sebagai drakula pada tahun-tahun yang lalu. Para pendukung dan pecinta Jokowi pasti marah, kesal, jengkel, sedih, dan entah perasaan apa lagi yang ada dalam diri mereka.

            Pelajaran apa yang bisa diambil dari hal ini?

            Perilaku membuat gambar Jokowi sebagai Pinokio itu buruk dan menyakiti perasaan para pendukung serta pecinta Jokowi. Demikian pula membuat wajah Anies Baswedan sebagai Joker adalah buruk dan menyakiti perasaan pendukung dan pecinta Anies.

            Apa yang dirasakan oleh para penggemar Anies adalah kurang lebih sama dengan apa yang dirasakan penggemar Jokowi.

            Benar kan?

            Paham kan?

            Oleh sebab itu, perilaku itu bukanlah perilaku yang bagus dan terpuji. Itu adalah perilaku buruk bagi kita. Jika di Amerika Serikat, Inggris, dan Australia melakukan pelecehan terhadap pemimpin seperti itu dianggap biasa, sadarilah, kita bukan mereka. Kita punya nilai sendiri, tatakrama sendiri, etika sendiri. Mungkin dalam dunia demokrasi mereka hal itu biasa, tetapi itu mereka dan bukan kita. Kita adalah manusia timur yang punya etika dan nilai rasa yang lebih luhur dan harus dijaga.

            Semoga tak ada lagi pelecehan terhadap pemimpin seperti itu. Kalau kritik, ya kritiklah yang positif, konstruktif, dan membangun. Perilaku menghina itu bukan kultur Indonesia. Kita harus menghentikan kebiasaan buruk itu.

            Kalau tidak, kita tercerabut dari budaya dan etika kita hingga kita kehilangan jati diri dan arah. Kita akan saling menyakiti dan terus menyakiti. Sungguh, itu bukanlah kita.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment