oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Di Madinah, Arab Saudi,
banyak tempat bersejarah yang dijejak dan dilangkahi Nabi Muhammad saw. Ketika
kita ke tempat-tempat itu, maka kaki kita pun menjejak jalan-jalan yang sempat
dijejak Sang Rasul saw. Namun, tempat atau spot yang paling utama, paling
mengikat hati adalah Raudhoh, area antara mimbar tempat Nabi saw berkhutbah
hingga rumah Nabi saw yang kini ada makam Nabi Muhammad saw.
Raudhoh adalah salah satu tempat mudahnya dikabulkan
doa-doa kita. Tak heran jutaan orang mengantri untuk bisa ke tempat itu. Kalaupun
sampai di spot itu, orang berjubel dan berdesak-desakan. Kita harus pandai
mencari waktu tepat untuk mendapatkan ruang dan situasi yang nyaman untuk
beribadat, berdoa, dan menyapa Nabi Muhammad saw dengan segala kalimat salam
yang kita tahu dan kita bisa. Oleh sebab itu, saya selama di Madinah sesering
mungkin ke tempat itu. Rugi rasanya jika tidak menggunakan kesempatan yang baik
itu untuk berdekatan dengan Sang Nabi. Saya lebih suka sendirian dibandingkan
banyak orang bersama rombongan karena sendirian merasa lebih khusyuk, lebih privasi,
lebih leluasa berdoa, lebih nyambung kepada Nabi Muhammad saw, dan lebih bebas bercakap-cakap
dengan Allah swt dengan menggunakan bahasa sendiri.
Pagi, siang, malam, tengah malam, shubuh, selalu saya
intai Raudhoh untuk menemukan suasana yang tepat, nyaman, dan lebih pribadi.
Dari hotel, sudah saya siapkan banyak doa, banyak kalimat, nama-nama orang yang
menitipkan salam kepada Nabi Muhammad, serta nama mereka yang saya cintai yang
juga mencintai saya untuk selalu saling mencintai.
Akan tetapi, ketika waktu dan suasana yang tepat itu didapatkan
pertama kali dan bisa duduk teramat dekat dengan makam Muhammad Rasulullah saw,
tahukah apa yang terjadi?
Kerongkongan tercekat, lidah kelu, semua doa tak bisa
terucap, seluruhnya hilang dari ingatan. Saya hanya bisa duduk tertunduk dan
menangis. Terisak dan terus terisak, air mata pun tak bisa ditahan. Ada
perasaan berdosa, ada ucapan terima kasih kepada Sang Nabi, ada keinginan, ada
rasa malu dan takut kepada Allah swt, dan berbagai rasa lainnya. Tak ada kata
yang bisa terucap sebelum mampu mengendalikan diri.
Lambat, perlahan, ketika berbagai rasa itu mulai
terkendali, masih belum ada kalimat yang bisa diucapkan kecuali shalawat dan
salam kepada Nabi Muhammad saw. Hal itu berlangsung lama. Hanya shalawat dan
salam.
Perasaan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Saya
terbiasa setiap hari mengucapkan shalawat dan salam di Bandung, Garut, Jakarta,
Purworejo, Bali, atau di bagian mana pun di Indonesia ini yang pernah saya
datangi. Akan tetapi, ketika mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi dan
Nabi Muhammad saw berada di samping saya, sungguh pengalaman rasa yang luar
biasa. Wajar jika seorang pecinta menangis ketika didekatkan dengan yang
dicintainya.
Bagaimana tidak bersyukur jika didekatkan Allah swt kepada
manusia mulia penuh cinta yang selalu mengajarkan kemuliaan dan cinta?
Setelah beberapa lama hanya bershalawat dan bersalam,
barulah sedikit demi sedikit teringat lagi doa-doa, kalimat-kalimat, dan
nama-nama orang yang sebelumnya telah disusun di hotel untuk dipanjatkan kepada
Allah swt. Berbagai keinginan, sejumlah
titipan salam, rupa-rupa harapan, dan kehendak cinta pun diucapkan perlahan
dengan diselingi shalat sunat dua rakaat berulang-ulang. Berdoa, shalat, berdoa,
shalat, begitu seterusnya hingga adzan shubuh berkumandang di Masjid Nabawi.
Ini soal cinta. Ini soal rasa. Ini soal rasa syukur. Ini
soal harapan. Ini soal pengakuan dosa. Ini soal taubat. Ini soal kepasrahan.
Ini soal ketidakpedulian terhadap penilaian orang lain. Manusia
boleh berbicara apa pun tentang ini. Akan tetapi, rasa takut dan pasrah kepada
Allah swt, rasa cinta kepada Sang Rasul, keinginan untuk mendekat kepada
Pemilik Cinta dan Pengajar Cinta, serta harapan untuk memperbaiki diri tak bisa
ditahan oleh siapa pun.
Kelahiran Muhammad saw, 12 Rabiul Awwal, Tahun Gajah yang
bertepatan dengan 09 November 2019 ini adalah jalan cinta yang Allah swt
anugerahkan kepada manusia.
Apalagi yang lebih membahagiakan ketika hati kita
tersambung dengan Muhammad saw dan dilindungi Allah swt?
Sampurasun
No comments:
Post a Comment