oleh Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Melakukan ibadat atau amal kebaikan,
terutama yang sunnah memang sebaiknya dilakukan sembunyi-sembunyi supaya
menghindari riya atau pamer yang bisa menghilangkan pahala kita. Akan tetapi,
sama sekali tidak dilarang untuk melakukannya secara terang-terangan agar
dilihat orang lain. Persoalannya adalah sekuat apa hati kita melakukan amal
kebaikan jika dilakukan dengan terang-terangan. Kita mudah sekali terjebak pada
sikap riya, pamer, sombong, dan itu berbahaya karena akan membuat amal kita
sia-sia. Meskipun demikian, jika hati kita kuat menahan rasa pamer, sombong,
atau riya, bolehlah amal kebaikan kita ditunjukkan dengan terang-terangan agar
dicontoh oleh orang lain. Hal itu akan menambah pahala bagi kita.
Terkait
hal itu pun kita tidak perlu menilai orang lain yang melakukan amal kebaikan
atau ibadat secara terang-terangan. Kita tidak perlu nyinyir ataupun sinis
dengan menudingnya sebagai pencitraan. Hal itu disebabkan kita sama sekali
tidak memiliki ilmu untuk melihat kedalaman hati orang lain. Orang yang suka
nyinyir atau menuding pencitraan biasanya orang yang mudah iri atau dengki pada
orang lain, apalagi jika orang lain itu adalah lawannya, baik lawan politik
atau saingan dalam kehidupannya.
Kita
sulit mengetahui apakah orang yang berbuat kebaikan atau ibadat dengan
terang-terangan dilihat orang lain itu berupaya untuk pamer, riya, sombong,
ingin dipuji, atau memang berupaya memberikan contoh agar diikuti orang lain.
Seorang pemimpin masyarakat, pemimpin agama, guru, dosen, ustadz, ulama,
mubaligh boleh jadi melakukan kebaikan dengan terang-terangan dan sengaja
melakukannya seperti itu sebagai contoh bagi rakyatnya atau murid-muridnya.
Kita
sulit mengetahui isi hati orang, kecuali diberi ilmu linuwih yang dapat melihat
isi hati orang lain. Orang yang benar-benar memahami isi hati adalah orang itu
sendiri dan Allah swt. Nabi Muhammad saw sendiri pernah menegur sahabatnya
dalam suatu perang ketika sahabatnya membunuh orang kafir.
Ketika
hendak dibunuh, orang kafir itu mengucapkan syahadat, tetapi Sahabat Nabi saw
tetap membunuhnya dengan alasan, “Itu hanya cara dia agar tidak dibunuh.”
Nabi
Muhammad saw menegurnya, “Apakah telah kamu belah dadanya sehingga kamu tahu
isi hatinya yang sebenarnya?”
Teguran
Nabi saw itu jelas bahwa Sang Sahabat tidak boleh gegabah menuding orang lain
sebagai mengada-ada mengucapkan syahadat agar tidak dibunuh. Itu Sahabat Nabi
saw, apalagi kita yang tidak tergolong sahabat Nabi saw, harus lebih berhati-hati
menilai orang karena penilaian kita bisa sangat salah, menimbulkan dosa, dan
memicu murka Allah swt.
Pada
dasarnya melakukan kebaikan itu bisa sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan
dan kita tidak boleh sembarangan menuding orang lain sebagai pencitraan atau
riya, bahkan pamer. Dalamnya laut bisa diseberangi, dalamnya hati, siapa yang
tahu.
Hal
itu pun sudah diajarkan oleh Allah swt dalam QS Al Baqarah 2 : 271. Para ahli
suka menggunakan ayat ini untuk menerangkan boleh-tidaknya melakukan kebaikan
dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu
adalah baik sekali. Jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada
orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Allâh akan
menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allâh mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
Jika
kita kuat hati untuk tidak pamer, riya, menampakkan kebaikan yang kita lakukan
adalah bagus agar dicontoh orang lain. Akan tetapi, jika hati kita masih sangat
lemah, sebaiknya lakukanlah secara sembunyi-sembunyi agar pahala kita tidak
rusak. Di samping itu, jangan terlalu mudah menilai orang lain pamer, riya,
atau sombong karena kita tidak tahu isi hati orang lain. Bisa-bisa kita yang
terkena dosa dan azab karena menuding orang lain tidak baik, padahal sangat
mulia dalam pandangan Allah swt.
Sampurasun
No comments:
Post a Comment