Sunday, 3 November 2019

Antara Radikal dan Manipulator Agama


oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Istilah “radikal” sudah lebih dulu terkenal dibandingkan “manipulator agama”.  Kedua istilah ini saat ini di Indonesia ditujukan pada mereka yang dianggap membuat kesesatan berpikir dengan menggunakan agama. Agama apapun. Akan tetapi, karena di Indonesia ini mayoritas Islam dan ada kelompok-kelompok kecil yang dianggap mengacaukan kehidupan beragama, sangat terasa bahwa kedua istilah itu menyasar pada kelompok-kelompok Islam. Sesungguhnya, pada seluruh agama dan keyakinan terdapat kelompok-kelompok radikal dan memanipulasi agama untuk kepentingan kelompoknya sendiri, baik politik maupun ekonomi. Contohnya, di Myanmar ada Budha radikal, di India ada Hindu Radikal, di Irlandia ada Kristen Radikal, di Jepang ada agama radikal, di Israel ada sekte Yahudi radikal, di Eropa juga ada radikalisme yang berasal dari keyakinan-keyakinan tertentu.

            Istilah radikal sendiri sebetulnya tidak selalu memiliki arti negatif, bahkan awalnya kebanyakan positif. Radikal berasal dari bahasa latin, “radix”, artinya ‘akar’. Dengan demikian, radikal adalah sikap yang selalu ingin menyelesaikan masalah secara tuntas hingga ke akar-akarnya. Orang yang radikal tidak ingin menyelesaikan masalah setengah-setengah, tetapi ingin tuntas hingga akarnya meskipun harus mengeluarkan energi habis-habisan. Akan tetapi, saat ini arti kata radikal mengalami penyempitan makna menjadi sebuah sikap yang ingin benar sendiri, intoleran, tidak mau berdiskusi, keras kepala, tidak mau mendengar pendapat orang lain, selalu menyalahkan orang lain, dan menyelesaikan masalah dengan kekerasan.

            Memang sikap radikal akan menjadi positif jika didasari hal-hal positif, misalnya, Presiden Pertama RI Ir. Soekarno, Jenderal Soedirman, Gatot Soebroto, Moh. Natsir, Jos Soedarso, dan pahlawan-pahlawan Indonesia lainnya adalah orang-orang radikal yang tidak mau setengah-setengah berjuang. Mereka tidak mau tanggung bertarung. Mereka hanya menginginkan kemerdekaan, bukan yang lain. Oleh sebab itu, timbul slogan “Merdeka atoe Mati!”. Itu radikalisme. Akan tetapi, sikap radikal akan menjadi negatif jika didasari oleh hal-hal negatif. Contohnya, di Jerman keyakinan Nazi adalah radikal dan menimbulkan kekacauan di antara umat manusia. Demikian pula dalam hal keagamaan jika tidak mau mendengar pendapat orang lain, keras kepala, dan melakukan manipulasi dengan menggunakan sentimen-sentimen dan emosi keagamaan, radikalisme menjadi negatif. Misalnya, kalau mendukung calon A, masuk neraka; kalau mendukung calon B masuk surga.

            Karena radikal memiliki makna positif pula, sepertinya pemerintah merasa perlu untuk mempertegas istilah untuk mereka yang  dianggap mengganggu dengan memanipulasi agama untuk kepentingan politik maupun ekonomi mereka. Muncullah istilah “manipulator agama”.

            Manipulasi sendiri memiliki arti tindakan melakukan rekayasa, penambahan, pengurangan, penghilangan, penyembunyian, pengaburan, pemutarbalikkan fakta, penyesatan, pendustaan, pengacauan dari kenyataan yang sebenarnya. Orang yang melakukannya disebut manipulator. Jika norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan keagamaan dimanipulasi untuk melakukan kekacauan, kerusakkan, keributan, dan mendapatkan keuntungan politik serta ekonomi, pelakunya pantas disebut manipulator agama.

            Para manipulator ini biasanya hanya berbicara satu arah, enggan berdebat, enggan berdiskusi, enggan untuk menerima pendapat orang lain. Mereka hanya mengumbar pendapatnya sendiri dan secara langsung menyalahkan pihak lain tanpa periksa. Mereka menginginkan kekacauan dan kesesatan berpikir untuk mendapatkan keuntungan politik dan ekonomi.

            Berbeda dengan mereka yang berbeda pemahaman, pendapat, tetapi tetap menjaga keharmonisan hubungan dan ketertiban. Para manipulator tidak berusaha menjaga keharmonisan, melainkan terus mengampanyekan manipulasinya. Adapun mereka yang bukan manipulator akan tetap menjaga hubungan baik meskipun memiliki perbedaan paham.

            Seperti itu kira-kira.

            Kalau enggak mengerti, ngacung!

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment