Friday, 8 May 2020

Terdampak Terdampar


oleh Tom Finaldin

Bandung, Putera Sang Surya
Terdampak akibat Covid-19 berarti terkena pengaruh negatif Covid-19. Biasanya, mereka yang disebut terdampak itu mengalami serangan kesehatan dan atau ekonomi. Kesehatannya memburuk, ekonominya melemah. Kalau terdampar, berarti terjebak di sebuah pulau, kehilangan arah, tidak maju dan tidak juga kembali. Terkait Covid-19, mereka yang terdampar adalah tidak bisa ke mana-mana di sebuah wilayah dan tidak juga bisa pulang.

            Begitu kira-kira.

            Mau diributin kata terdampak dan terdampar seperti ngeributin mudik dan pulang kampung?

            Terserah.

            Beberapa hari yang lalu, saya dengar ada mahasiswa saya di Fisip, Unfari, terdampar di Bandung. Mereka tidak bisa mudik ke kampungnya di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua. Lumayan kaget juga mendengarnya. Kalau terdampar, jelas terdampak juga secara ekonomi. Langsung saja dalam pikiran saya saat itu pengen tahu jumlahnya ada berapa orang, kost di mana saja mereka, dari pulau mana saja mereka.

            Memang yang terdengar itu baru dari NTT dan Papua. Saya juga pengen tahu apakah yang dari Nias, Lampung, Bali, bahkan Thailand dan Timor Leste juga sama-sama terdampak dan terdampar?

            Mudah-mudahan tidak banyak yang terdampak dan terdampar itu. Mudah-mudahan yang lain baik-baik saja dan dapat mengatasi kesulitannya dengan baik.

            Untuk merespon berita tersebut, segera saja saya, selaku Ketua Program Studi Hubungan Internasional; Henike, selaku Sekretaris Prodi HI; Caesar selaku Ketua Program Studi Administrasi Negara; Iin, selaku Sekprodi AN; Dina, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Al Ghifari, membentuk “Posko Fisip Peduli Covid-19”. Posko itu terutama diperuntukkan untuk membantu para mahasiswa Fisip Unfari yang terdampar itu. Jika mendapatkan respon yang baik dan dapat menangani berbagai kesulitan yang menimpa mahasiswa, posko ini akan diperluas untuk juga membantu mahasiswa dari fakultas lain, bahkan bekerja sama dengan universitas lain.

            Saya sendiri segera menghubungi salah seorang dosen yang juga dipercaya sebagai anggota gugus tugas penanganan Covid-19 di Jawa Barat ini. Setahu saya, mereka yang bukan warga Jabar pun mendapatkan jatah untuk dibantu dalam masa PSBB ini. Setelah dicek memang ada dana untuk itu, tetapi data yang masuk dengan menggunakan formulir data non-DTKS numpuknya bukan main di Pikobar. Perlu proses yang cukup memakan waktu. Meskipun demikian, teman saya itu akan berupaya untuk mendapatkan celah untuk membantu para mahasiswa yang juga anak-anak didiknya.

            Posko Fisip Peduli Covid-19, malah lebih efektif dan cepat karena menggunakan azas kemanusiaan, kekeluargaan, dan gotong royong, tidak memerlukan data yang terlalu rumit dan kadang bikin ribut itu. Posko itu mendapatkan dana dari para dosen Universitas Al-Ghifari, para alumni, dan siapa saja yang tertarik untuk memberikan bantuan. Siapa pun boleh membantu, tidak terbatas dan tidak terhalang oleh perbedaan ras, suku bangsa, adat, dan agama. Meskipun nama universitas menggunakan nama salah seorang Sahabat Nabi Muhammad saw, “Abudzar Al-Ghifari”, banyak mahasiswa nonmuslim yang belajar di Al-Ghifari dan tidak berbeda dengan mahasiswa muslim lainnya. Mereka semua “anak-anak kami”, keluarga kami.         

            Mari kita sama-sama bergandeng tangan, saling bantu, saling mengasihi, kita sama-sama manusia yang sedang dilanda kesulitan. Gotong royong dan saling mencintai adalah kekuatan besar yang dapat mempersatukan energi kita dalam menghadapi masa-masa sulit pandemi Covid-19 ini.





            Bagi yang mau menjadi mahasiswa Universitas Al-Ghifari, klik http://pmb.unfari.ac.id

            Sampurasun

No comments:

Post a Comment