oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Terdampak akibat Covid-19
berarti terkena pengaruh negatif Covid-19. Biasanya, mereka yang disebut
terdampak itu mengalami serangan kesehatan dan atau ekonomi. Kesehatannya
memburuk, ekonominya melemah. Kalau terdampar, berarti terjebak di sebuah
pulau, kehilangan arah, tidak maju dan tidak juga kembali. Terkait Covid-19,
mereka yang terdampar adalah tidak bisa ke mana-mana di sebuah wilayah dan
tidak juga bisa pulang.
Begitu kira-kira.
Mau diributin kata terdampak dan terdampar seperti
ngeributin mudik dan pulang kampung?
Terserah.
Beberapa hari yang lalu, saya dengar ada mahasiswa saya
di Fisip, Unfari, terdampar di Bandung. Mereka tidak bisa mudik ke kampungnya
di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua. Lumayan kaget juga mendengarnya. Kalau
terdampar, jelas terdampak juga secara ekonomi. Langsung saja dalam pikiran
saya saat itu pengen tahu jumlahnya ada berapa orang, kost di mana saja mereka,
dari pulau mana saja mereka.
Memang yang terdengar itu baru dari NTT dan Papua. Saya
juga pengen tahu apakah yang dari Nias, Lampung, Bali, bahkan Thailand dan
Timor Leste juga sama-sama terdampak dan terdampar?
Mudah-mudahan tidak banyak yang terdampak dan terdampar
itu. Mudah-mudahan yang lain baik-baik saja dan dapat mengatasi kesulitannya
dengan baik.
Untuk merespon berita tersebut, segera saja saya, selaku
Ketua Program Studi Hubungan Internasional; Henike, selaku Sekretaris Prodi HI;
Caesar selaku Ketua Program Studi Administrasi Negara; Iin, selaku Sekprodi AN;
Dina, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Al Ghifari,
membentuk “Posko Fisip Peduli Covid-19”. Posko
itu terutama diperuntukkan untuk membantu para mahasiswa Fisip Unfari yang
terdampar itu. Jika mendapatkan respon yang baik dan dapat menangani berbagai
kesulitan yang menimpa mahasiswa, posko ini akan diperluas untuk juga membantu
mahasiswa dari fakultas lain, bahkan bekerja sama dengan universitas lain.
Saya sendiri segera menghubungi salah seorang dosen yang
juga dipercaya sebagai anggota gugus tugas penanganan Covid-19 di Jawa Barat
ini. Setahu saya, mereka yang bukan warga Jabar pun mendapatkan jatah untuk
dibantu dalam masa PSBB ini. Setelah dicek memang ada dana untuk itu, tetapi
data yang masuk dengan menggunakan formulir data non-DTKS numpuknya bukan main
di Pikobar. Perlu proses yang cukup memakan waktu. Meskipun demikian, teman saya
itu akan berupaya untuk mendapatkan celah untuk membantu para mahasiswa yang
juga anak-anak didiknya.
Posko Fisip Peduli Covid-19, malah lebih efektif dan
cepat karena menggunakan azas kemanusiaan, kekeluargaan, dan gotong royong,
tidak memerlukan data yang terlalu rumit dan kadang bikin ribut itu. Posko itu
mendapatkan dana dari para dosen Universitas Al-Ghifari, para alumni, dan siapa
saja yang tertarik untuk memberikan bantuan. Siapa pun boleh membantu, tidak
terbatas dan tidak terhalang oleh perbedaan ras, suku bangsa, adat, dan agama.
Meskipun nama universitas menggunakan nama salah seorang Sahabat Nabi Muhammad
saw, “Abudzar Al-Ghifari”, banyak
mahasiswa nonmuslim yang belajar di Al-Ghifari dan tidak berbeda dengan
mahasiswa muslim lainnya. Mereka semua “anak-anak kami”, keluarga kami.
Mari kita sama-sama bergandeng tangan,
saling bantu, saling mengasihi, kita sama-sama manusia yang sedang dilanda
kesulitan. Gotong royong dan saling
mencintai adalah kekuatan besar yang dapat mempersatukan energi kita dalam
menghadapi masa-masa sulit pandemi Covid-19 ini.
Bagi yang mau menjadi mahasiswa Universitas Al-Ghifari,
klik http://pmb.unfari.ac.id
Sampurasun
No comments:
Post a Comment