Tuesday, 26 October 2021

Para Mantan FPI dan Ormas Baru Mereka


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Sebetulnya ini berita sudah cukup lama, tetapi tetap menarik karena masih banyak orang yang membicarakannya. Orang-orang masih menyimpan kecurigaan yang besar kepada para mantan anggota Front Pembela Islam (FPI) yang telah dibubarkan itu. Banyak orang dan Ormas yang waspada terhadap mereka. Hal itu ditambah dengan hadirnya FPI gaya baru yang bernama Front Persaudaraan Islam, masih disingkat FPI. Ormas ini dianggap ingin membangkitkan kembali semangat FPI lama.

            FPI baru ini kemudian kini dipimpin mantan imam FPI lama Banten Ahmad Qurthubi Jaelani.  Ia berharap para anggota FPI lama dapat bergabung dengan FPI baru. Para mantan FPI punya wadah baru untuk berorganisasi dan memperjuangkan aspirasinya.

            Sementara itu, ternyata tidak semua mantan FPI lama ini bergabung di FPI baru. Salah satunya, mereka membentuk lagi organisasi baru, namanya Perisai Bangsa. Ormas ini didirikan oleh mantan wakil ketua bidang organisasi FPI lama Surabaya Habib Umar Al Athos dan mantan wali laskar FPI lama Surabaya Gus Din Nawawi. Habib Umar Al Athos menjabat sebagai Ketua Perisai Bangsa Surabaya, sedangkan Gus Din sebagai Sekretaris Perisai Bangsa Surabaya.

            Habib Umar Al Athos tidak merasa tertarik untuk ikut bergabung menjadi anggota ataupun pengurus FPI baru yang dideklarasikan di Jakarta itu. Mereka memilih untuk mendirikan Ormas baru di Surabaya.

            Baik FPI baru maupun Perisai Bangsa dua-duanya di atas kertas dan dalam lisan memiliki cita-cita yang bagus untuk bersama-sama membangun dan mempertahankan Indonesia. Tinggal kita lihat saja nanti. Jika banyak orang yang resah dan kembali dianggap menganggu, ya dibubarkan lagi. Jika justru berperan aktif dalam menyelesaikan masalah rakyat dan memberikan banyak saran positif untuk dilakukan pemerintah, mereka akan menjadi elemen bangsa yang dihormati sebagaimana Ormas-ormas lain yang sudah menjadi mitra berpikir pemerintah untuk memecahkan masalah bangsa, baik dengan dukungan ataupun kritik.

            Saya sendiri tidak terlalu khawatir dengan mereka karena di samping kekuatan mereka sudah terbagi dua yang artinya semakin berkurang, juga sudah mendapatkan pengalaman dari masa lalu yang menyebabkan pucuk pemimpinnya ditangkap karena masalah hukum. Mereka bisa belajar dari berbagai peristiwa yang terjadi. Jika di antara mereka berbeda pendapat, bagus-bagus saja, setiap orang boleh berpendapat berbeda. Setiap habib bisa beda pikiran. Bahkan, bisa beda pandangan politik pada saat pemilihan serentak kepala daerah dan presiden. Mereka bisa beda sosok calon pemimpin yang akan dipilih. Itu biasa normal. Toh kemarin-kemarin juga beda doanya. Ada yang mendoakan Prabowo menjadi presiden dan ada yang mendoakan Jokowi untuk tetap menjadi presiden.

Doa yang terkabul kan kalian sudah tahu sendiri, iya kan?

            So, jangan terlalu curiga dengan mereka, toh mereka juga WNI. Akan tetapi, tetap harus diperhatikan karena ada pengalaman lama yang membuat mereka harus dibubarkan.

            Sampurasun.

Saturday, 23 October 2021

All Jokowi Final

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Istilah “all Indonesian final”  sering kita dengar ketika di dalam pertandingan badminton tingkat dunia final diikuti oleh hanya atlet Indonesia. Negara-negara lain sudah kalah tersisih duluan. Untuk menentukan pemenang pertama dan kedua, atlet yang bertanding adalah Indonesia Vs Indonesia. Artinya, siapa pun yang menang, Indonesia adalah dipastikan sebagai pemenang kesatu dan kedua.

            Dalam politik saat ini di Indonesia jika posisinya seperti sekarang ini hingga 2024, terjadi “all Jokowi final”. Seluruh calon presiden dan wakil presiden adalah orang-orangnya Jokowi. Mereka yang di luar Jokowi akan hanya menjadi penonton atau perusuh di media sosial dan tersisihkan di dunia nyata. Sudah jelas 82% Jokowi dan 18% non-Jokowi, kecuali posisi ini berubah, PKS dan Demokrat merapat ke Jokowi atau ada partai koalisi Jokowi yang justru bersikap seperti PKS dan Demokrat.

            Kalau posisinya tetap seperti sekarang ini, kekuatan koalisi politik Jokowi dapat dibagi-bagi untuk orang-orang yang selama ini namanya disebut-sebut sebagai calon presiden pengganti Jokowi. Sebut saja Prabowo, Ganjar Pranowo, Airlangga Hartarto, Tri Rismaharini, Puan Maharani, Sandiaga Uno, Muhaimin Iskandar, dan Surya Paloh  adalah orang-orang partai yang berpotensi maju dalam Pilpres RI 2024. Dari luar partai ada Sri Mulyani dan Basuki Hadimulyono. Mereka semua adalah orang-orangnya Jokowi.

            Ridwan Kamil mungkin juga bisa karena meskipun tidak berpartai, memiliki kecenderungan pada Jokowi. Ridwan Kamil berbeda dengan Anies Baswedan. Meskipun sama dengan Kang Emil, tidak berpartai, Anies punya kecenderungan ke PKS. Jadi, Anies tercoret dari golongan Jokowi.

            Karena kekuatannya sangat besar, pertandingan akhirnya diikuti hanya oleh orang-orang Jokowi. All Jokowi final, Jokowi Vs Jokowi. Siapa pun pemenangnya, Jokowi adalah pemenangnya.

            Meskipun “sesama Jokowi”, mereka akan bersaing dan serius bertanding karena ingin menang. Dalam badminton pun demikian, meskipun sama-sama dari Indonesia, ketika di final mereka tetap bertarung dan ingin menang.

           Selanjutnya, kita kawal dan kita hajar mereka dengan berbagai kritik agar tetap berada pada rel yang benar seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa, yaitu “mewujudkan manusia Indonesia yang makmur lahir dan makmur batin berdasarkan Pancasila”.

            Begitu, ya.

            Sampurasun.

Friday, 22 October 2021

Menghitung Anies

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Nyanyi lagunya Krisdayanti, yuk.

 

“Menghitung hari

Detik demi detik

Masa kunanti apa ‘kan ada

Jalan cerita kisah yang panjang

Menghitung hariii ….”

 

            Sekarang mari kita ganti kata “hari” dengan kata “Anies”.

 

“Menghitung Anies

Detik demi detik

Masa kunanti apa ‘kan ada

Jalan cerita kisah yang panjang

Menghitung Aniiies ….”

           

            Enak nyanyinya?

            Merdu kan?

            Kalian yang nyanyi, ya pasti merdu atuh.

            Jabatan Anies Baswedan sebagai gubernur DKI Jakarta berakhir pada 16 Oktober 2022. Selanjutnya, kepemimpinan Jakarta akan dipegang pelaksana tugas (Plt) hingga 2024.

            Setelah berhenti menjadi gubernur, Anies harus berhitung dan banyak berpikir. Dia bisa ikutan menjadi calon dalam pemilihan presiden, ikutan lagi menjadi gubernur DKI Jakarta untuk periode kedua, atau selesai dalam berpolitik karena sudah mentok nggak bisa ke sana dan ke sini.

            Kalau untuk ikut menjadi calon presiden (Capres), dia harus didukung partai dengan minimal kekuatan 20%. Sampai hari ini dia belum punya kekuatan itu. Hal itu disebabkan 82% partai adalah kekuatan politik pemerintahan Jokowi. Sisanya, 18% ada di PKS dan Partai Demokrat. Masih sangat kurang untuk menjadi syarat ikutan nyapres. Itu juga kalau memang PKS dan Demokrat nyalonin Anies. Kenyataannya, hingga hari ini kedua partai itu belum terbuka menyatakan akan mencalonkan Anies. Partai Demokrat malah sudah mengusung calonnya sendiri, yaitu Agus Harimurto Yudhoyono (AHY), Ketua Partai Demokrat. PKS juga dengar-dengar punya calon sendiri yang kalau saya nggak salah dengar, namanya Dr. Salim. Memang belum terlalu terkenal, tetapi kalau memang dicalonkan, PKS akan berjuang untuk memperkenalkan sosok calonnya itu.

            Lalu, bagaimana nasib Gubernur Seiman Santun Anies Baswedan itu yang dulu pendukungnya melarang jenazah untuk disholatkan di masjid karena memilih Ahok?

            Dia harus bekerja keras untuk mendapatkan dukungan dari partai. Terjal memang, tetapi harus dilalui jika benar berniat menjadi calon presiden.

            Kalau merasa terlalu berat untuk nyapres, ya nyagub lagi aja ikut pemilihan gubernur DKI Jakarta untuk periode kedua. Kalau buat nyagub, dukungan partai sepertinya aman buat Anies. Jika dilihat dari kasus interpelasi tentang rencana pelaksanaan balap mobil Formula E yang dianggap telah merusakkan kawasan Monas dan telah mengeluarkan uang rakyat hampir satu triliun tanpa jelas kapan pelaksanaan dan tempat balapnya itu, ada tujuh partai yang membentengi Anies dari serangan interpelasi PDIP dan PSI. Artinya, ada banyak partai yang tampaknya bersedia untuk menjadi kendaraan Anies jika nyagub lagi di DKI.

            Meskipun aman untuk ikutan nyagub lagi, belum tentu terpilih lagi karena akan muncul calon-calon gubernur baru, misalnya, Riza Patria yang sekarang menjadi wakil gubernur dari Gerindra itu bisa ikutan menjadi calon gubernur, begitu juga dengan orang lain. Lawan berat Anies yang sudah mendapatkan banyak dukungan adalah Gibran Rakabuming Raka yang sekarang masih menjadi walikota Solo dan anak dari Presiden RI Jokowi. Gibran sudah mendapatkan dukungan terbuka dari PKB dan PAN. Dia sendiri adalah kader PDIP. Belum lagi Gerindra sudah bersilaturahmi kepada Gibran. Enam menteri, Kapolri, Gubernur Jateng Ganjar, dan mantan Wagub DKI Ahok sudah mendatangi Gibran. Penyanyi kondang balada Iwan Fals pun mendukung jika Gibran melanjutkan karir politiknya ke tingkat yang lebih tinggi.

            Tantangan buat Anies memang sangat berat. Nyapres terjal, nyagub juga sangat berat karena dia nganggur dulu dari jabatan publik tahun 2022 dan harus menunggu selama dua tahun hingga pemilihan serentak pada 2024.

            Kalau Anies tidak berhasil melanjutkan karir politiknya, saya sarankan Anies kembali pada habitatnya yang lama, menjadi pengajar seperti saya saja. Banyak hal yang bisa diajarkan oleh Anies kepada generasi muda lewat sekolahan atau kuliahan.

            Mari menyanyi lagi.

            “Menghitung Anies

            Detik demi detik ….”

            Udah ah, bosen.

            Sampurasun.

Wednesday, 20 October 2021

Soal Jln. Ataturk Makin Lucu

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Usulan pemerintah Turki Recep Tayyip Erdogan agar Indonesia dapat mengabadikan nama Mustafa Kemal Ataturk menjadi nama jalan di Indonesia mendapat tentangan dari beberapa gelintir orang yang berpikiran sangat lucu. Mereka ini seperti sedang melawak.

            Mereka yang lucu itu adalah sedikit orang-orang Indonesia para pemuja Presiden Erdogan. Para pemuja ini menganggap Erdogan adalah pemimpin yang paling membela Islam, pemimpin utama pujaan umat Islam. Akan tetapi, pada saat yang sama para pemuja Erdogan ini membenci Mustafa Kemal Ataturk. Mereka menganggap bahwa Kemal adalah penjahat yang pasti masuk neraka karena meruntuhkan kekuatan terakhir kekhalifahan di Turki. Padahal, Erdogan yang mereka puja itu sangat menghormati Kemal sebagai “Bapak Turki”. Ataturk itu artinya Bapak Turki. Erdogan menjaga ketat patung Kemal dan kuburan Kemal serta menjadi daya tarik wisatawan yang datang berziarah dari seluruh dunia. Erdogan meneruskan cita-cita Kemal dan tidak mengembalikan Turki ke sistem kekhalifahan.

            Betapa tidak lucu?

            Para pemuja ini memuja Erdogan, tetapi membenci Kemal, padahal Erdogan yang mereka puja ini mengagungkan Kemal.

            Penghormatan kepada Kemal inilah yang membuat pemerintahan Turki Erdogan mengusulkan ada jalan yang menggunakan nama Kemal Ataturk untuk mempererat persahabatan antara Turki dengan Indonesia.  

            Hal yang lebih parah membuat pengen tertawa adalah mereka menyalahkan Presiden RI Jokowi. Kata mereka ini adalah ciri bahwa Jokowi tidak memihak Islam dan mengarahkan Indonesia menjadi negara sekuler.

            Apa hubungannya antara Jokowi dengan usulan Erdogan?

            Erdogan yang punya usul, kok Jokowi yang disalahkan?

            Mereka memang bagusnya menjadi pelawak saja. Sudah copot saja itu gelar ustadz, lalu jadi komedian saja sekalian.

            Hal yang tak kalah lucunya adalah mereka seolah-olah sangat paham tentang diri Kemal dibandingkan rakyat Turki sendiri. Kemal itu orang Turki, pemimpin Turki, pasti orang Turki yang lebih mengenal Kemal dibandingkan orang-orang Indonesia.

            Lucunya, segelintir orang Indonesia yang sok tahu ini menuduh Kemal adalah penjahat, padahal orang-orang Turki sangat menghormati dan menghargai Kemal.

            Kalau ditanya, siapa yang lebih mengenal Jenderal Sudirman?

            Orang Indonesia atau orang Turki?

            Pasti jawabannya orang Indonesia karena Sudirman adalah orang Indonesia dan pemimpin Indonesia.

            Mana mungkin orang Turki lebih mengenal Sudirman dibandingkan orang Indonesia?

            Sudahlah, kita tinggalkan saja orang-orang lucu itu.

            Begini sedikit penjelasan tentang Kemal yang saya tahu dari Presiden ke-1 RI Soekarno dalam bukunya “Dibawah Bendera Revolusi” yang sangat tebal itu. Saat itu Turki sedang dalam keadaan bahaya, sangat genting. Negeri itu diambang kehancuran. Dari luar mereka mendapatkan banyak ancaman serangan militer negara lain dan dari dalam negeri sendiri menghadapi banyak pemberontakan. Saking berantakan dan rusaknya Turki, negeri itu disebut “The Sick Man from Europe”, ‘Si Orang Sakit dari Eropa’. Untuk memperbaikinya, diperlukan upaya yang tepat dan sangat cepat karena hanya punya sedikit waktu, Turki bisa kapan saja runtuh. Upaya perbaikan itu sangat berjalan lambat dan kerap tidak sesuai dengan yang diharapkan untuk menyelamatkan Turki. Hal itu disebabkan segala keputusan negara harus mendapatkan pertimbangan dan persetujuan para ulama. Di sinilah masalahnya.

            Menurut Soekarno, para ulama itu adalah mereka yang tinggal dan hidupnya di kuburan-kuburan. Hal itu membuat mereka tidak mengerti tentang situasi negara. Hal ini bagi Mustafa Kemal Ataturk sangat menghambat upaya penyelamatan Turki. Dalam suatu pertemuan dengan para ulama, Kemal sangat kesal sehingga naik ke atas meja dan berteriak lantang untuk menyelamatkan negara sambil memarahi para ulama itu. Kisah selanjutnya, Kemal memang mengambil alih kewenangan Turki. Hasilnya, Turki hingga sekarang bisa hidup dan terus ada dengan menggunakan sistem pemerintahan yang sangat berbeda dibandingkan sistem kekhalifahan masa lalu. Oleh sebab itu, tak heran jika Erdogan dan rakyat Turki menggelarinya sebagai Bapak Turki karena Kemal telah menyelamatkan Turki dari jurang kehancuran.

            Begitu Bro yang saya pahami dari tulisan Soekarno.

            Jadi, berpikir itu harus lurus serta ada data dan faktanya. Sumber informasinya juga harus jelas. Jangan bikin orang tertawa.

            Hayu ah.

            Sampurasun.

Tuesday, 19 October 2021

Bersiap Perang Sekali Lagi

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Kita sudah tahu bahwa para penjajah datang berduyun-duyun ke Indonesia adalah untuk mendapatkan sumber daya alam Indonesia. Kekayaan Indonesia berikut sumber daya manusia Indonesia dieksploitasi untuk kemakmuran negeri para penjajah. Seiring dengan perjalanan waktu para pahlawan tersadar untuk melakukan perlawanan yang akhirnya Indonesia bisa merdeka pada 9 Ramadhan 1364 H yang kita kenal 17 Agustus 1945.

            Kita sekarang sudah merdeka. Secara fisik para penjajah sudah kalah dan pulang ke negerinya masing-masing. Kita bisa membangun sendiri. Akan tetapi, para penjajah tidak pernah berhenti untuk menjajah. Mereka memanfaatkan kebodohan Indonesia dalam hal teknologi dan diplomasi politik. Mereka masih mengeruk kekayaan alam Indonesia dengan menggunakan teknologi yang tinggi dan para pejabat korup. Sumber daya alam kita dikeruk sementara kita hanya mendapatkan uang recehan dan tidak membuat rakyat kenyang perutnya.

            Melihat kenyataan seperti itu, Indonesia terus membangun SDM melalui pendidikan dan mematangkan sikap politik sehingga secara bertahap bisa melepaskan diri dari keterbelakangan dan menguasai sendiri kekayaan alamnya. Orang-orang yang rajin belajar dan bekerja keras mulai menunjukkan dirinya untuk memanfaatkan sumber daya alam Indonesia untuk Indonesia sendiri dan bukan untuk negeri asing. Para pemalas, tetap berada di pinggir dan tersisihkan.

            Beberapa tahun belakangan ini Indonesia sudah menunjukkan nyalinya untuk mengambil bagian lebih besar dari perusahaan-perusahaan asing yang sejak dulu beroperasi di Indonesia. Tidak mudah memang untuk mengambilnya, tetapi perlu keberanian dan perjuangan yang melelahkan. Kini hasilnya mulai terlihat. Indonesia sudah meletakkan dasar yang kuat untuk mengambil hak yang jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya.

            Sebut saja PT Freeport yang dimiliki Amerika Serikat (AS) yang menambang emas di Papua, telah diambil sahamnya oleh Indonesia dalam jumlah yang sangat besar, 51%. Dulu, sebelum era Jokowi hanya 9,36% Indonesia mendapatkan bagian dari Freeport, kini 51%. Artinya, pendapatan Negara Indonesia bertambah untuk kepentingan rakyatnya. Di samping itu, Indonesia melarang perusahaan AS itu untuk membawa hasil tambang emas itu langsung ke AS, tetapi harus diolah dulu menjadi bahan setengah jadi di Indonesia. Dulu memang bahan mentahnya langsung dibawa ke AS, sekarang tidak boleh lagi.

PT Freeport diwajibkan untuk membangun smelter di Indonesia. Smelter itu pabrik pembuat barang setengah jadi. Kalau bingung tentang barang setengah jadi, begini contohnya, kapas adalah bahan mentah, bahan setengah jadinya adalah benang atau kain, bahan jadinya adalah pakaian jadi. Hasil tambang mentah dari Papua itu kini bahan mentahnya harus diproduksi di Indonesia, tidak boleh di AS. Setelah itu, baru boleh dibawa ke luar negeri untuk diproduksi di sana. Indonesia mungkin sadar diri baru mampu bikin barang setengah jadi. Kita harus semakin rajin belajar dan bekerja keras untuk mampu membuat barang jadinya. Harapannya, tentu saja disandarkan kepada para generasi muda yang sadar dan rajin, bukan kepada generasi muda pemalas yang hobinya meneriakan hoax dan ujaran kebencian.

Keberanian Indonesia itu tentu saja menunjukkan bahwa kemampuan diplomasi kita sudah semakin menguat, posisi politik Indonesia di dunia sudah semakin diperhitungkan, serta kekuatan TNI mulai bisa diandalkan untuk mengamankan kebijakan dan kemauan dari pemerintah Indonesia untuk semakin mampu mengambil haknya lebih besar lagi. Pengambilalihan ini tentu saja merugikan AS karena membuat smelter mereka berkurang produksinya yang artinya mengurangi pendapatan mereka. Oleh sebab itu, tidak aneh jika mereka marah dan menggugat Indonesia ke sidang internasional, pemerintah Indonesia ternyata tidak takut dan menghadapinya dengan tegar. Terjadi banyak debat dan persengketaan.

Hasilnya, kini AS mengalah dan harus tunduk pada keinginan Indonesia. Mereka kini mematuhi keinginan Jokowi untuk membangun smelter di Indonesia.  Pada Selasa, 12 Oktober 2021, Jokowi meresmikan pembangunan smelter terbesar di dunia, di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Dalam proses membangunnya saja membutuhkan tenaga kerja 40 ribu orang. Artinya, terbuka lapangan pekerjaan. Honor mereka akan dibelikan beras, makanan, pakaian, alat rumah tangga, bayar sekolah anak, membantu orang tua, jajan goreng pisang, kupat tahu, dsb. yang akan membuat transaksi ekonomi semakin bergerak meningkat. Belum lagi jika smelter itu sudah beroperasi, bisa ratusan ribu tenaga ahli yang bekerja, peningkatan ekonomi pun sudah pasti terjadi. Mereka yang bisa bekerja tentu saja yang memiliki kecerdasan dan keahlian dalam bidang itu. Makanya, sekolah dan tingkatkan keterampilan dengan benar.

Amerika Serikat sudah bisa diajak bekerja sama, Indonesia mulai percaya diri dengan sudah banyaknya anak-anak muda lulusan pertambangan yang siap berpartisipasi. Kini Indonesia kembali dihadapkan pada arogansi Unieropa yang ingin tetap mengeruk bahan mentah nikel dari Indonesia sebagai materi dasar untuk pembuatan baja dan baterai listrik. Sementara itu, pemerintah Indonesia sudah tidak ingin lagi mengekspor bahan mentah karena hasilnya sedikit. Indonesia ingin meningkatkan hasil pertambangan dari barang setengah jadi. Oleh sebab itu, Jokowi menegaskan siapa pun yang menginginkan nikel dari Indonesia harus membangun smelter di Indonesia. Tentu saja, keinginan Indonesia ini mendapatkan reaksi keras dari Unieropa karena mereka akan mengalami pengurangan pendapatan. Ini soal uang yang artinya soal perut. Unieropa akan menggugat Indonesia dalam sidang WTO di tingkat internasional, tetapi Jokowi tidak gentar dan akan mengerahkan pengacara mahal tingkat dunia untuk melawan Unieropa.

Secara akal manusia biasa saja keinginan Unieropa itu tidak masuk akal dan memang harus dilawan. Toh nikelnya milik kita, mau diapain juga terserah kita, mau dibuat hingga sampai barang jadi pun bagaimana kita saja, kan punya kita.

Mengapa Unieropa harus ribut, padahal itu kan bukan barang milik mereka?

Mereka memang arogan dan berupaya agar Indonesia tidak makin kaya. Negara yang harus kaya, ya mereka saja. Mereka masih bermental penjajah. Hal itu seperti yang dikatakan Luhut Binsar Pandjaitan bahwa tidak ada satu negara pun di dunia ini yang menginginkan Indonesia bangkit menjadi negara maju. Mereka ingin tetap menjadikan Indonesia sebagai tukang kuli gali tambang dan yang mendapatkan untung besar adalah mereka.

Mereka akan menggunakan berbagai cara untuk melemahkan Indonesia, salah satu cara yang tampak adalah menggugat Indonesia dalam sidang WTO secara internasional. Indonesia akan menghadapinya. Hal yang tidak tampak adalah sangat mungkin mereka akan membiayai para buzzerRp, partaiRp, OrmasRp, dan oknum aktivis BemRp untuk membuat nyinyiran, keraguan, dan huru-hara di Indonesia. Hal ini pun terjadi pada saat pengambilalihan saham PT Freeport. Orang-orang Indonesia bayaran mereka menyebarkan penipuan dan kebodohan bahwa Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk mengelola tambang emas.

Tidak mampu apanya?

Anak-anak muda lulusan pertambangan sudah banyak yang pintar kok. Mereka siap berpartisipasi. Kalau kata mereka Indonesia bodoh, ya mereka saja yang bodoh, jangan ngajak-ngajak orang lain ikut bodoh.

Seperti saya bilang, ini soal uang yang juga soal perut. Unieropa akan kehilangan penghasilan karena smelter-smelter mereka akan kekurangan bahan mentah dari Indonesia. Sementara itu, Indonesia ingin mengalihkan pendapatan itu untuk Indonesia sendiri. Bukan tidak mungkin mereka akan mengerahkan militernya untuk mengancam Indonesia seperti masa penjajahan dulu. Meskipun skenario perang itu sangat jauh dari terjadinya karena zaman sekarang adalah zaman pertarungan diplomasi, politik, ekonomi, dan cyber, Indonesia harus tetap waspada dan bersiap untuk menghadapi kemungkinan terburuk soal ini. Kita harus bersiap-siap dan melakukan apa pun untuk mendapatkan hak kita. Jangan takut karena kita adalah keturunan pemenang perang.

Mudah-mudahan perang tidak terjadi, bahkan perang dalam sidang hukum internasional pun tidak perlu terjadi. Kita berharap bahwa Unieropa dapat bersikap seperti Amerika Serikat yang bersedia dan mampu bekerja sama dengan keinginan pemerintah Negara Indonesia.

Sampurasun.

Monday, 4 October 2021

Orang Jawa Jangan Terprovokasi Natalius Pigai

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Natalius Pigai eks komisioner Komnas Ham ini menjadi bahan perhatian banyak orang karena cuitannya di twitter yang dianggap rasis dalam @NataliusPigai2. Banyak sekali yang marah, menyayangkan, kesal, menyalahkan, bahkan melaporkannya kepada polisi karena dianggap rasis.

            Begini cuitan Si Pigai yang saya dapatkan dari detikcom tanpa saya kurangi atau tambahi, termasuk titik komanya, "Jgn percaya org Jawa Tengah Jokowi & Ganjar. Mrk merampok kekayaan kita, mereka bunuh rakyat papua, injak2 harga diri bangsa Papua dgn kata2 rendahan Rasis, monyet & sampah. Kami bukan rendahan. kita lawan ketidakadilan sampai titik darah penghabisan. Sy Penentang Ketidakadilan)."

            Coba pembaca baca sendiri dan renungkan kalimat itu, kemudian beri kesimpulan sendiri.

            Setelah diserang sana-sini, bahkan dilaporkan ke polisi, Pigai berkilah bahwa dia tidak rasis, tidak menghina suku Jawa, hanya mengatakan Provinsi Jawa Tengah. Dia hanya mengkritik Jokowi dan Ganjar.


Natalius Pigai (Foto: Suara.com)


            Lalu, buat apa dia mengatakan Jawa Tengah? Apa maksudnya?

            Padahal, kan bisa dia tulis “Jgn percaya Jokowi & Ganjar”. Selesai tidak akan ada tuduhan rasis.

            Lalu, kritikan apa yang dia buat? Dia sedang mengkritik apa dalam tulisan itu?

            Tidak ada kritikan di sana, kecuali kebencian dan provokasi.

            Dia bilang Jawa Tengah dan Jokowi dalam tulisannya adalah frasa, tidak ada koma, artinya tidak menghina suku Jawa. Gayanya seperti ahli bahasa, padahal tulisan dia sendiri berantakan: banyak kata yang dia singkat tidak sesuai aturan yang benar, huruf kapital yang sembarangan, dan tanda baca yang juga ngaco. Lihat saja sendiri.

            Belum lagi dia juga harus membuktikan bahwa Jokowi dan Ganjar telah merampok kekayaan Papua, membunuh rakyat Papua, dan menginjak-injak harga diri bangsa Papua. Dia harus membuktikan dengan jelas. Kalau tidak, dia sedang membuat fitnah, hoax, dan ujaran kebencian. Kalau tidak bisa membuktikan, dia telah memproduksi kedustaan.

            Dia membela diri bahwa dia sedang mengingatkan Ganjar agar jangan seperti Jokowi.

            Masa mengingatkan Ganjar Pranowo kalimatnya seperti itu?

            Yang benar aja. Yang jelas dalam kalimat itu, dia sedang memprovokasi orang untuk tidak percaya terhadap Ganjar.

            Memang lucu jika melihat kalimat itu. Ganjar Pranowo adalah Gubernur Jawa Tengah dan mengurus Provinsi Jawa Tengah.

            Kapan dia menyakiti rakyat Papua?

            Terus, siapa yang mengatakan rakyat Papua adalah monyet dan sampah?

            Dalam cuitan Pigai hanya ada tiga pihak, yaitu Jawa Tengah, Jokowi, Ganjar.

            Siapa dari ketiganya yang rasis itu? Apakah mereka semuanya? Harus Jelas.

            Perhatikan potongan cuitan dia.

“Mrk merampok kekayaan kita, mereka bunuh rakyat papua, injak2 harga diri bangsa Papua dgn kata2 rendahan Rasis, monyet & sampah”.

            Makin lucu ketika Pigai mengalihkan masalah dengan menyalahkan ada perempuan Papua yang memprovokasi tuduhan rasis kepada dirinya. Ah, pokoknya mah ngaco.

            Orang lain banyak yang marah, tetapi saya mah pengen tertawa, lucu soalnya. Saya melihatnya seperti ini. Pigai membuat cuitan itu  pada Sabtu, 2 Oktober 2021. Sebelum hari itu, Ganjar Pranowo datang ke Papua. Niatnya untuk memberikan semangat kepada para atlet Jawa Tengah yang bertanding di Papua dalam PON ke-20. Akan tetapi, baru sampai di Bandara Sentani saja, rakyat Papua sudah memburunya, mereka menyambutnya dengan tarian dan berlomba untuk berfoto bersama. Ganjar diajak menari tarian Papua, senang sekali mereka.

            Dalam videonya, terdengar ada orang Papua yang berteriak, “Itu calon presiden Indonesia!”

            Di samping itu, Ganjar disuguhi hidangan masakan Papua.

            Ganjar bilang, “Makanan Papua enak.”

            Nah, itulah yang saya kira membuat Natalius Pigai besoknya bikin cuitan seperti itu. Sepertinya dia iri, cembokur, cemburu terhadap Ganjar yang diperlakukan rakyat Papua dengan istimewa. Sementara itu, kita belum pernah melihat Pigai disambut seperti Ganjar, padahal dia orang Papua. Ganjar adalah orang Jawa Tengah. Soal Jokowi, sudah tidak perlu dibicarakan karena setiap Jokowi ke Papua, meriahnya luar biasa. Orang bisa histeris dan berdesakkan menghampiri Jokowi.

            Di Papua memang Ganjar Pranowo sudah dikenal sebagai calon presiden. Jadi, wajar dong kalau mereka berbaik-baik kepada Ganjar karena berharap mereka benar-benar bisa setara dengan saudara-saudaranya di seluruh Indonesia, bahkan mampu lebih baik jika Ganjar terpilih menjadi presiden pasca-Jokowi.

            Bagi saya, cuitan Natalius Pigai nilainya sama dengan “sampah” karena berbahaya, berpotensi memecah belah bangsa dan membangkitkan kebencian, terutama terhadap rakyat Papua. Negeri ini selalu bersusah payah untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan, berupaya keluar dari beragam kesulitan, berharap semua sadar untuk bergotong royong, saling bahu untuk kebaikan bersama. Provokasi untuk menimbulkan kebencian sungguh berbahaya dan merugikan kita semua. Saya sendiri punya banyak murid asal Papua. Saya tidak pernah membedakan mereka dengan murid yang lain. Saya tidak peduli asal murid saya bersuku apa dan beragama apa. Saya hanya punya kewajiban untuk membuat mereka lebih baik pada masa depan dari mana pun mereka berasal.

            Saat ini rakyat Papua sedang bergembira, bersenang-senang dengan saudara-saudaranya dari suku-suku lain di seluruh Indonesia. Papua sedang menjadi pusat perayaan olah raga nasional, PON XX. Soal menang atau kalah dalam berolah raga bukan tujuan utama. Rakyat Papua sedang menikmati kegembiraan mereka dengan berbagai kemeriahan dan persaudaraan. Jangan ganggu dan jangan rusakkan persaudaraan sebangsa dan setanah air dengan provokasi yang didasarkan kebencian, kedustaan, ataupun ketakutan terhadap kekalahan dalam pemilihan politik, baik pemilihan presiden, gubernur, bupati, ataupun walikota.

            Begitu ya, Pigai!

            Orang Jawa Tengah jangan terprovokasi oleh cuitan Pigai, tenang saja. Sebagai wilayah yang melahirkan banyak pemimpin, harus lebih sabar dan bijaksana. Saya sendiri orang Sunda dan berusaha untuk belajar sabar dalam setiap keadaan. Rakyat Papua adalah saudara kita.

Biarkan Si Pigai yang dituding rasis itu mempertanggungjawabkan perilakunya di  depan hukum jika polisi memprosesnya. Kalaupun polisi tidak memprosesnya, dia akan jatuh sendiri karena kelakuannya seperti orang lain yang sudah pada jatuh itu.

            Sampurasun.

Saturday, 2 October 2021

Orang-Orang Gagal Tes Itu Ditampung Polri

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Orang-orang gagal tes wawasan kebangsaan (TWK) di KPK yang di dalamnya termasuk Novel Baswedan sejumlah 56 orang itu mendapat perhatian dari Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si.. Listyo Sigit berencana untuk menampung mereka yang gagal itu untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Polri. Hal ini tampaknya sudah mendapatkan persetujuan dari Presiden RI Jokowi.

            Rencana Listyo Sigit itu tampaknya melihat dari sisi kemanusiaan. Secara manusiawi Listyo merasa kasihan kepada mereka yang gagal itu. Baik Listyo maupun Jokowi cukup bijaksana melihat hal itu semua. Wajar mereka bersikap seperti itu.

            Memang kasihan sih mereka. Setelah dipecat dari KPK, mereka bisa jadi tidak punya kerjaan, menjadi pengangguran. Akan tetapi, jangan lupa pula bahwa mereka itu adalah orang yang gagal tes. Untuk menjadikan mereka ASN di kepolisian, tetap harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku, jangan sampai karena rasa kasihan, kepolisian  justru menabrak undang-undang.

Selain itu pun, harus dipertimbangkan rasa keadilan masyarakat. Banyak, ribuan, bahkan mungkin jutaan orang yang ingin menjadi polisi atau ASN di kepolisian, tetapi mereka tidak diterima oleh kepolisian. Masyarakat lain ketika ditolak kepolisian, memang kecewa pastinya, tetapi tidak melakukan aksi-aksi rendahan atau memaksa presiden agar mereka menjadi polisi atau ASN. Mereka mungkin mempersiapkan diri untuk tes periode berikutnya atau beralih ke bidang lainnya. Mereka baik-baik saja tidak mempermalukan dirinya dengan membuat huru-hara. Biasa saja.

Artinya, kalau 56 orang gagal tes menjadi ASN itu diberi keistimewaan untuk berada di lingkungan kepolisian, rakyat harus dibuat mengerti kenapa orang-orang itu bisa diterima, sementara rakyat yang baik-baik saja dan sama-sama gagal, ditolak.

Apa keistimewaan 56 orang itu dibandingkan rakyat biasa, toh sama-sama gagal tes?

Jangan sampai rakyat merasa tidak diperlakukan dengan adil.

Hal yang harus diingat pula adalah 56 orang gagal tes itu dulu menolak pegawai KPK untuk dijadikan ASN. Akan tetapi, ketika gagal tes, mereka ngotot menjadi ASN. Dulu tidak mau, sekarang mau, malahan ngotot. “Bangbung ranggaek, tadi embung ayeuna daek”.

Kalaulah memang bisa, tidak menabrak undang-undang, dan tidak melukai rasa keadilan rakyat, bolehlah orang-orang gagal itu menjadi ASN di lingkungan kepolisian. Akan tetapi, banyak pihak yang meragukan mereka akan menjadi orang-orang baik di kepolisian. Banyak yang menduga mereka bisa menjadi duri dalam daging di dalam tubuh kepolisian.

Untuk mengatasi hal itu, kalaulah memang bisa dan merekanya juga mau di kepolisian, sebaiknya mereka disebar saja di seluruh provinsi di Indonesia. Ada yang di Polda-polda, Polres-polres, atau Polsek-polsek. Mau di Papua, Sulawesi, NTT, dan atau yang lainnya. Jangan disatukan di dalam satu kantor. Kalau dalam satu kantor, wajar jika banyak pihak yang merasa khawatir mereka akan bersepakat untuk melakukan hal-hal yang aneh lagi. Kalau disebar di seluruh Indonesia, kan setiap Polda, Polres, atau Polsek dapat sekalian membina kebangsaan mereka yang jelas berhubungan dengan ideologi Pancasila.

Itu pun kalau orang-orang gagal itu mau dan tidak malu berada di kepolisian karena dulu mereka sering menyerang dan mengerdilkan kredibilitas kepolisian.

Yah, begitulah, mau bagaimana lagi?

Keinginan Listyo Sigit dan persetujuan dari Jokowi sangat bagus asal tidak melanggar undang-undang, tidak melukai rasa keadilan rakyat, dan orang-orang gagal itu sendiri mau dibina dan bekerja di dalam tubuh kepolisian.

Sampurasun.

Friday, 1 October 2021

Patung Haram, tetapi Harus Ada

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Bingung tidak dengan judul itu?

            Kalau saya sih, bingung. Kalau haram, berarti harus tidak ada.

            Iya, kan?

            Kalau haram, tetapi harus ada, membingungkan.

            Iya, kan?

            Kalau kita mengharamkan minuman keras, daging babi, daging anjing, dsb., berarti kita akan menghilangkannya atau menjauhkannya dari lingkungan kita, iya kan?

            Banyak orang yang mengharamkan adanya patung.

Kalau mengharamkan patung, seharusnya mendukung orang yang menghilangkan patung, iya kan?

Kalau mengharamkan patung, tetapi memaki-maki atau menyalahkan orang yang menghilangkannya, membingungkan.

Soal isu PKI ini seperti agenda tahunan yang selalu diramaikan. Ketika patung Soeharto, Sarwo Edhi, dan A.H. Nasution tidak ada di Museum Dharma Bhakti, Kostrad, mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menuding bahwa TNI telah disusupi PKI karena ketiga patung itu menggambarkan sejarah dalam masa-masa masih ada PKI di Indonesia.


Patung Soeharto, Sarwo Edhie, dan A.H. Nasution yang Tidak Tampak di Museum Dharma Bhakti, Kostrad. (Foto: INDOZONE)


Pernyataan itu segera mendapatkan sambutan luar biasa dari mereka yang selalu menghembuskan adanya PKI hingga hari ini. Mereka pun mendukung bahwa hilangnya patung itu merupakan tanda-tanda kehadiran PKI. Artinya, mereka marah bahwa patung itu harus tetap ada di tempatnya.

Anehnya, banyak di antara mereka yang mengecam hilangnya patung itu adalah orang-orang yang selalu berceramah, berteriak, mengajarkan, dan berpendapat bahwa patung adalah haram dalam Islam. Patung adalah tempatnya syetan menurut mereka. Akan tetapi, ketika patung Soeharto hilang, mereka marah dan menuding adanya PKI di TNI.

Seharusnya kan kalau memang mengharamkan patung, semua patung harus diharamkan dan mendukung penghilangan atau penghancuran patung, patung apa pun. Mau patung siapa pun harus didukung untuk dihilangkan. Aneh jadinya kalau mengharamkan patung, tetapi patung Soeharto, Sarwo Edhie, dan Nasution tetap harus ada.

Kan lucu jadinya jika ada pernyataan semua patung haram, kecuali Soeharto, Sarwo Edhie, dan Nasution.

Ajaran apa itu?

Kalau yakin bahwa patung haram, seluruh patung harus hilang. Kalau tidak mengharamkan patung, ya biasa-biasa saja.

Bagi yang tidak mengharamkan patung, kan tinggal dicek hilangnya patung itu kenapa. Faktanya, ketiga patung itu dipindahkan atas permintaan mantan Pangkostrad Azmyn Yusri Nasution yang dulu berinisiatif membuat patung itu. Karena dirinya yakin bahwa patung itu haram, ia meminta Pangkostrad sekarang, Dudung Abdurachman, untuk memindahkan patung itu supaya dirinya tenang menghadapi hari tuanya, kini dia sudah berusia 67 tahun.

Jelas ya, patung itu bukan dihilangkan karena TNI terpengaruh PKI. Itu disebabkan Kostrad menghormati keinginan hidup tenang dari mantan Pangkostrad Azmyn Yusri Nasution.

Sampurasun.