oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Istri saya sempat kesal dan
mengeluh karena harga minyak goreng naik cukup tinggi dan itu membuatnya harus
lebih hemat menggunakan uang. Dia ngomel-ngomel terus, saya diam saja sampai
akhirnya seperti biasa, menerima keadaan, berharap ada uang untuk membelinya,
pasrah kepada Allah swt Sang Pemberi Rezeki.
Berbeda dengan saya. Meskipun saya diam ketika istri
ngomel-ngomel, saya cari tahu penyebab mahalnya minyak goreng yang bukan cuma membuat
istri saya kesal, melainkan pula emak-emak lain di seluruh Indonesia ini.
Saya bukan mereka yang hanya mengandalkan kebohongan atau
kebencian untuk memahami sesuatu sehingga kesimpulan mereka pastinya adalah “pemerintah zalim, pemerintah proasing aseng,
pemerintah nggak prorakyat” dan lain sebagainya yang semuanya menyesatkan
dan membodohi rakyat. Mereka senang rakyat bodoh karena dirinya sendiri bodoh
sehingga rakyat yang bodoh dapat mudah dipengaruhi dan dikendalikan apalagi
jika membungkusnya dengan simbol-simbol agama. Saya berusaha mencari pemahaman yang masuk akal agar dapat
mengerti segala situasi.
Dari sumber informasi yang saya perhatikan, ternyata
mudah saja memahaminya. Seharusnya, mereka yang pernah belajar ekonomi di
SMA/SMK/MA dapat memahami teori sederhana dalam ekonomi, yaitu “jika permintaan naik, tetapi penawaran
rendah, harga akan naik”. Kalau masih pusing dengan kalimat itu, pemahaman
sederhananya adalah ketika banyak orang membutuhkan suatu barang, tetapi barang
itu langka, harganya akan naik. Sebaliknya, jika barang banyak, tetapi orang
yang membutuhkannya sedikit, harganya akan turun. Begitu hukum alam dalam
berbisnis.
Hal ini terjadi pada barang yang namanya minyak goreng. Akibat
pandemi Covid-19, produksi minyak goreng di seluruh dunia turun drastis. Hal
ini membuat harganya naik. Kenaikan harga di dunia ini sangat menggiurkan para
pengusaha minyak goreng di Indonesia. Sebetulnya, persediaan minyak goreng di
Indonesia itu sangat cukup untuk rakyat Indonesia dan tidak perlu harganya
menjadi naik. Akan tetapi, karena harga di luar negeri sangat tinggi, para
pengusaha Indonesia tertarik untuk menjualnya di luar negeri. Itu wajar,
normal, yang namanya pengusaha atau pedagang itu kan sangat bahagia jika
barangnya dibeli dengan harga yang mahal karena keuntungan menjadi berlipat
ganda. Karena para pengusaha minyak goreng Indonesia menjualnya ke luar negeri,
persediaan minyak goreng di Indonesia menjadi berkurang. Akibatnya, di
Indonesia pun terjadi kekurangan minyak yang menyebabkan harganya menjadi naik.
Itu seperti hukum ekonomi tadi, barangnya sedikit, tetapi yang membutuhkan
banyak, maka harganya menjadi naik.
Berkurangnya persediaan minyak goreng di Indonesia pun
ternyata bukan hanya disebabkan oleh penjualan ke luar negeri, melainkan pula
oleh aksi-aksi penimbunan yang dilakukan secara curang oleh oknum-oknum
pengusaha yang menahan peredaran minyak agar dapat dijual ketika harganya
sedang tinggi. Itulah yang menyebabkan harga minyak goreng di Indonesia menjadi
meningkat cukup tinggi.
Dari sisi kapitalisme, itu bisa dikatakan benar karena
memang pengusaha itu selalu berharap untung besar untuk perusahaannya. Kalaupun
rakyat tidak bisa membeli, itu salah rakyat sendiri yang tidak sekolah dengan
baik, kuliah tidak serius, bekerja tidak disiplin sehingga hidup dalam keadaan
kurang uang atau bahkan miskin.
Dari sisi Pancasilaisme, itu adalah salah karena tidak
sesuai dengan sila kelima, “Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”. Meskipun pengusaha harus mendapatkan untung
besar, keadilan untuk rakyat pun harus sangat diperhatikan. Bahkan, keadilan
untuk rakyat inilah yang harus diprioritaskan. Rakyat itu bukan cuma orang
biasa, melainkan pula pengusaha, para karyawannya, dan keluarganya.
Kuncinya sekarang ada di pemerintah. Pemerintah harus
mampu membuat harga minyak goreng dapat terjangkau oleh rakyat, bahkan kalau
bisa lebih murah lagi, tetapi dalam waktu yang sama dapat memberikan kesempatan
yang besar bagi para pengusaha untuk mendapatkan keuntungan berlipat ganda
dalam menjalankan bisnisnya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Memang bukan rakyat biasa yang dapat mengatasi hal ini,
apalagi orang-orang yang suka bergerombol dan teriak-teriak di jalanan. Hal itu
harus dan wajib diatasi pemerintah karena pemerintah memiliki kewenangan,
alat-alat yang memadai, dan kewajiban untuk menyejahterakan seluruh rakyatnya.