Tuesday, 30 November 2021

Mahalnya Minyak Goreng


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Istri saya sempat kesal dan mengeluh karena harga minyak goreng naik cukup tinggi dan itu membuatnya harus lebih hemat menggunakan uang. Dia ngomel-ngomel terus, saya diam saja sampai akhirnya seperti biasa, menerima keadaan, berharap ada uang untuk membelinya, pasrah kepada Allah swt Sang Pemberi Rezeki.

            Berbeda dengan saya. Meskipun saya diam ketika istri ngomel-ngomel, saya cari tahu penyebab mahalnya minyak goreng yang bukan cuma membuat istri saya kesal, melainkan pula emak-emak lain di seluruh Indonesia ini.

            Saya bukan mereka yang hanya mengandalkan kebohongan atau kebencian untuk memahami sesuatu sehingga kesimpulan mereka pastinya adalah “pemerintah zalim, pemerintah proasing aseng, pemerintah nggak prorakyat” dan lain sebagainya yang semuanya menyesatkan dan membodohi rakyat. Mereka senang rakyat bodoh karena dirinya sendiri bodoh sehingga rakyat yang bodoh dapat mudah dipengaruhi dan dikendalikan apalagi jika membungkusnya dengan simbol-simbol agama. Saya berusaha mencari pemahaman yang masuk akal agar dapat mengerti segala situasi.

            Dari sumber informasi yang saya perhatikan, ternyata mudah saja memahaminya. Seharusnya, mereka yang pernah belajar ekonomi di SMA/SMK/MA dapat memahami teori sederhana dalam ekonomi, yaitu “jika permintaan naik, tetapi penawaran rendah, harga akan naik”. Kalau masih pusing dengan kalimat itu, pemahaman sederhananya adalah ketika banyak orang membutuhkan suatu barang, tetapi barang itu langka, harganya akan naik. Sebaliknya, jika barang banyak, tetapi orang yang membutuhkannya sedikit, harganya akan turun. Begitu hukum alam dalam berbisnis.

            Hal ini terjadi pada barang yang namanya minyak goreng. Akibat pandemi Covid-19, produksi minyak goreng di seluruh dunia turun drastis. Hal ini membuat harganya naik. Kenaikan harga di dunia ini sangat menggiurkan para pengusaha minyak goreng di Indonesia. Sebetulnya, persediaan minyak goreng di Indonesia itu sangat cukup untuk rakyat Indonesia dan tidak perlu harganya menjadi naik. Akan tetapi, karena harga di luar negeri sangat tinggi, para pengusaha Indonesia tertarik untuk menjualnya di luar negeri. Itu wajar, normal, yang namanya pengusaha atau pedagang itu kan sangat bahagia jika barangnya dibeli dengan harga yang mahal karena keuntungan menjadi berlipat ganda. Karena para pengusaha minyak goreng Indonesia menjualnya ke luar negeri, persediaan minyak goreng di Indonesia menjadi berkurang. Akibatnya, di Indonesia pun terjadi kekurangan minyak yang menyebabkan harganya menjadi naik. Itu seperti hukum ekonomi tadi, barangnya sedikit, tetapi yang membutuhkan banyak, maka harganya menjadi naik.

            Berkurangnya persediaan minyak goreng di Indonesia pun ternyata bukan hanya disebabkan oleh penjualan ke luar negeri, melainkan pula oleh aksi-aksi penimbunan yang dilakukan secara curang oleh oknum-oknum pengusaha yang menahan peredaran minyak agar dapat dijual ketika harganya sedang tinggi. Itulah yang menyebabkan harga minyak goreng di Indonesia menjadi meningkat cukup tinggi.

            Dari sisi kapitalisme, itu bisa dikatakan benar karena memang pengusaha itu selalu berharap untung besar untuk perusahaannya. Kalaupun rakyat tidak bisa membeli, itu salah rakyat sendiri yang tidak sekolah dengan baik, kuliah tidak serius, bekerja tidak disiplin sehingga hidup dalam keadaan kurang uang atau bahkan miskin.

            Dari sisi Pancasilaisme, itu adalah salah karena tidak sesuai dengan sila kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.  Meskipun pengusaha harus mendapatkan untung besar, keadilan untuk rakyat pun harus sangat diperhatikan. Bahkan, keadilan untuk rakyat inilah yang harus diprioritaskan. Rakyat itu bukan cuma orang biasa, melainkan pula pengusaha, para karyawannya, dan keluarganya.

            Kuncinya sekarang ada di pemerintah. Pemerintah harus mampu membuat harga minyak goreng dapat terjangkau oleh rakyat, bahkan kalau bisa lebih murah lagi, tetapi dalam waktu yang sama dapat memberikan kesempatan yang besar bagi para pengusaha untuk mendapatkan keuntungan berlipat ganda dalam menjalankan bisnisnya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

            Memang bukan rakyat biasa yang dapat mengatasi hal ini, apalagi orang-orang yang suka bergerombol dan teriak-teriak di jalanan. Hal itu harus dan wajib diatasi pemerintah karena pemerintah memiliki kewenangan, alat-alat yang memadai, dan kewajiban untuk menyejahterakan seluruh rakyatnya.

            Sampurasun.

Tuesday, 23 November 2021

Penjara Mengubah Habib Bahar bin Smith

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Bahar bin Smith yang dulu ceramahnya diwarnai dengan provokasi, makian, ujaran kebencian, ditambah dengan perilakunya yang arogan karena memukuli anak di bawah umur dan sopir online, setelah dipenjara saya yakin dia mengalami banyak hal positif. Penjara telah mengubahnya menjadi seseorang yang lebih baik dan menyejukkan. Paling tidak, kita bisa menyaksikannya ketika dia dinyatakan bebas murni pada 21 November 2021 dari lembaga pemasyarakatan (Lapas) Gunung Sindur.

            Dia mengakui bahwa dirinya selama dalam Lapas telah dijaga dan dibina oleh para petugas Lapas. Di samping itu, dia menyerukan untuk memperkuat “ukhuwah Islamiyah” dan “ukhuwah wathaniyah”.  Persaudaraan sesama muslim dan persaudaraan sebangsa setanah air adalah anugerah Allah swt agar kita bisa menjadi orang yang lebih baik lagi. Rencananya setelah bebas, dia akan lebih banyak berkumpul dengan keluarganya dan mengajar di pesantrennya. Itu hal yang sangat baik.

            Pada hari dibebaskannya, dia tidak dijemput dengan gerombolan banyak orang. Dia hanya dijemput oleh pengacaranya dan beberapa orang santri sehingga situasi sangat kondusif dan terlihat nyaman. Banyak netizen yang memberikan suport agar dia mampu menjadi panutan umat dengan dakwah dan perilakunya yang penuh keteladanan. Meskipun demikian, banyak juga netizen yang meragukannya dapat menjadi orang yang lebih baik. Bagi saya, manusia, siapa pun, dapat melakukan kesalahan, itu normal. Kesalahan yang dilakukan Habib Bahar telah ditebusnya dengan menjalani hukuman sebagaimana yang telah ditetapkan secara hukum yang sah di Indonesia. Tak ada yang kebal hukum, siapa pun harus dihukum jika melakukan pelanggaran terhadap hukum.

            Dengan perilakunya yang berubah menunjukkan ke arah kemuliaan itu, orang-orang akan dengan senang hati menyebut gelarnya sebagai habib. Saya juga sangat senang memanggilnya sebagai Habib Bahar bin Smith. Jika ucapan dan perilakunya tidak mencerminkan ucapan dan perilaku Nabi Muhammad saw, hati saya tidak akan pernah rela menyebutnya sebagai habib meskipun benar keturunan Nabi Muhammad saw.

            Habib Bahar memang benar keturunan Nabi Muhammad saw. Namanya jelas tercatat di Rabithah Alawiyah, lembaga yang rajin merekam para keturunan Nabi Muhammad saw di Indonesia ini sejak 1932. Jadi, kalau ada yang mengaku-aku keturunan Nabi saw dan pengen disebut habib, untuk mengecek benar dan tidaknya, lihat saja catatannya di Rabithah Alawiyah yang berkantor di Jakarta. Kalau ada, berarti benar. Kalau tidak, berarti penipu. Habib Bahar memang benar telah terverifikasi sebagai keturunan Nabi saw.

            Semoga kejadian-kejadian yang lalu tidak terulang kembali. Habib Bahar bin Smith yang masih berusia muda itu masih memiliki ceritera yang panjang pada masa depan untuk menjadi penyejuk, pencerah, dan penjaga umat di Indonesia dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya yang makmur lahir dan makmur batin.

            Sampurasun.

Monday, 22 November 2021

Nilai Tambah

 


oleh Tom Finaldin

                                                                              

Bandung, Putera Sang Surya

Alkisah. Antara pagi dan siang saya membersihkan kebun dari rumput-rumput liar. Seperti biasa, saya menggunakan cangkul besar, cangkul kecil, dan alat-alat lainnya. Akan tetapi, ada yang tidak bisa dibersihkan dengan menggunakan alat-alat itu. Pada spot-spot tertentu, saya menggunakan tangan secara langsung. Karena saya tidak menggunakan kaus tangan, secara tidak sengaja saya mencabut rumput yang besar dan tajam. Akibatnya, jari manis kanan saya sobek dan berdarah.

            Segera saja saya ke toko obat untuk membeli betadine, perban, dan plester dengan tangan yang masih berdarah. Ketika hendak membayar obat, pelayan toko itu melihat saya kesulitan mengambil uang dari saku karena harus menggunakan tangan kiri akibat tangan kanan saya masih berdarah. Gadis pelayan toko itu melihatnya.

            “Itu tangannya kenapa, Pak?”

            “Tadi mencabut rumput, eh rumputnya tajam. Jadinya jari saya sobek.”

            “Sini Pak, biar saya perbanin.”

            Gadis itu pun segera membersihkan luka di tangan saya, lalu menutupnya dengan perban yang sudah saya beli dan menguatkannya dengan plester.”

            Ketika dia mengobati saya, datang beberapa konsumen toko obat itu untuk membeli obat tentunya.

            Saya bilang sama gadis itu, “Itu ada yang beli, sebaiknya dilayani dulu.”

            “Biarin, Pak. Nanti juga ada teman saya yang melayaninya,” katanya sambil terus mengobati tangan saya hingga selesai.

            Benar saja memang ada tiga pelayan toko yang melayani para konsumen itu.

            Saya tulis kisah ini karena inilah yang disebut “nilai tambah”. Gadis itu, pelayan toko itu, telah memberikan nilai tambah bagi dirinya pribadi dan bagi toko tempatnya bekerja. Dia telah memberikan pelayanan yang lebih daripada sekedar menjual obat. Dia telah memberikan pertolongan kepada pelanggannya, insyallah mendapatkan pahala. Dia juga telah membuat pelanggan seperti saya ini akan mengingat tokonya sehingga kalau memerlukan obat, tokonyalah yang pertama kali akan diiingat, bukan tempat lain. Ini akan membuat bisnisnya terdorong lebih maju lagi.

            Hal ini sama dengan beberapa bengkel motor atau mobil yang pernah saya datangi. Mereka memberikan nilai tambah, misalnya, membersihkan kendaraan tanpa diminta atau membetulkan kerusakan-kerusakan kecil secara gratis. Nilai tambah ini akan mengikat pelanggannya untuk datang lagi dan datang lagi.

            Saya juga jadi teringat ajaran seorang motivator yang menjelaskan bahwa jika kita dibayar untuk 10 pekerjaan, tetapi kita memberikan 11 pekerjaan, kita akan diingat terus oleh klien kita sehingga orang akan selalu menggunakan jasa kita. Demikian pula jika kita berkantor pukul 08.00 pagi dan pulang pukul 15.00, tetapi kita datang pukul 07.00 pagi dan pulang pukul 16.00, kelebihan jam itu merupakan nilai tambah kita dan akan sangat menguntungkan kita pada masa depan. Hal yang sama pun bisa dilakukan para bos, para pemimpin. Jika biasanya memberikan upah dalam satu hari Rp100 ribu, tetapi jika ditambah makan siang dan ongkos pulang, itu akan menjadi nilai tambah yang akan membuat pekerjanya atau karyawannya menjadi lebih terikat dan memberikan rasa hormat lebih tinggi untuk lebih baik bekerja.

            Pada dasarnya bekerja itu adalah melayani sehingga jika kita melayani dengan nilai tambah, suatu saat akan akan ada nilai tambah bagi kita yang menguntungkan kita. Begitulah yang diajarkan Sang Motivator.

            Di dalam ajaran Islam pun demikian. Allah swt sangat mencintai orang-orang yang melakukan ibadat-ibadat wajib. Kecintaan Allah swt akan bertambah-tambah jika kita pun melakukan ibadat-ibadat yang sunat.

            Sampurasun.

Tuesday, 16 November 2021

Indonesia dan Australia Tidak Perlu Saling Arogan

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Baru-baru ini pihak Pasukan Perbatasan Australia (ABF) telah menangkap enam belas kapal nelayan Indonesia yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Australia, tepatnya dekat “Rowley Shoals Marine Park”, lepas Pantai Utara Australia Barat. Dari enam belas kapal yang ditangkap itu, tiga belas diusir agar pulang ke Indonesia, tiga kapal lagi yang dianggap membahayakan lingkungan laut dibakar Australia. Kejadian ini diberitakan pada 8 November 2021.

            Kejadian ini tentu saja membuat marah pihak Indonesia. Pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia bereaksi keras dengan bersikap menunda patroli bersama yang biasanya dilakukan dengan ABF. Respon keras dari Indonesia ini membuat Australia melunak dengan menyatakan tidak akan lagi melakukan pembakaran kapal nelayan Indonesia.

            Menurut saya, baik Indonesia maupun Australia telah bersikap arogan yang sama. Australia telah menangkap dan membakar langsung kapal nelayan Indonesia di tengah laut tanpa proses pengadilan. Itu arogan. Indonesia terlalu bereaksi keras atas nelayannya yang telah memasuki kawasan perairan Australia tanpa izin. Itu juga arogan. Memang Australia memiliki hak untuk mengamankan wilayahnya, tetapi jika ada pelanggar yang masuk, sebaiknya proses dulu secara hukum agar lebih jelas kesalahannya. Demikian juga pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi dan membela rakyatnya, tetapi jika memang benar rakyatnya terbukti melanggar hukum di negara lain, harus memakluminya.

            Sebaiknya, hubungan Indonesia dan Australia dapat dibangun lebih bersahabat lagi karena memang bersahabat. Indonesia dapat lebih membina lagi para nelayannya tentang berbagai peraturan internasional di kawasan laut dan jangan menjarah hak orang lain. Australia pun dapat lebih menangani pelanggar aturan laut dari Indonesia lebih soft lagi. Ada hubungan dan kepentingan yang lebih besar antara Indonesia dan Australia dibandingkan dengan mengurusi hal-hal kecil semacam itu atas dasar kecintaan kepada negaranya masing-masing yang justru bisa membuat hubungan menjadi panas dan tegang.

            Soal kebutuhan hidup, seluruh potensi di muka Bumi ini diciptakan Allah swt agar kehidupan dapat berlangsung dengan baik. Oleh sebab itu, manusia harus saling berbagi tentang kekayaan alam ini secara bijak dan adil dengan saling menghormati hak masing-masing yang dibangun atas kesepakatan bersama.

            Sampurasun.

           

 

Sumber:

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20211108065937-113-717868/australia-bakar-3-kapal-ri-yang-kepergok-tangkap-ikan-ilegal

https://www.youtube.com/watch?v=gJFcKGuB4GQ

https://www.youtube.com/watch?v=OLDz7pTJa_g

https://www.youtube.com/watch?v=Lr45g_bniQs&t=6s

Monday, 15 November 2021

Kotak Amal Merusakkan Kotak Amal

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Densus 88 antiteror telah menyita 400 hingga 1.000 kotak amal yang beredar di mini-mini market, toko-toko, apotik, dan berbagai tempat lainnya karena ternyata kotak-kotak amal itu telah digunakan untuk membiayai gerakan terorisme di Indonesia. Para pengurus kotak amal itu sebagian telah ditangkap. Dari 400 s.d. 1.000 kotak amal itu ternyata dapat menghasilkan 70 hingga 100 juta rupiah per bulan. Celakanya, kotak amal para teroris itu diperkirakan berjumlah 20.000 yang tersebar di seluruh Indonesia. Artinya, pendanaan terorisme sangat luar biasa membahayakan di Indonesia. Mereka tertawa dan menari di atas kerusakan, derita, dan darah manusia.

            Para teroris itu menggunakan kebaikan dan kedermawanan rakyat Indonesia yang mudah menolong dan bersedekah. Memang Indonesia itu pada 2018 dan 2021 adalah negara paling dermawan, No. 1, sedunia. Hal itu disampaikan oleh “Charities Aid Foundation (CAF)” dengan menggunakan standar “World Giving Index (WGI)”.  Amerika Serikat saja berada   pada peringkat ke-19, Inggris ke-26, dan Singapura ke-22. Luar biasanya, pada 2021 Indonesia mengalami peningkatan hebat dalam hal berzakat dan bersedekah. Hal itu terjadi karena didorong oleh Pandemi Covid-19. Orang-orang baik tergerak hatinya untuk membantu sesama. Berbeda dengan orang-orang yang busuk hatinya, bukannya membantu, melainkan terus bikin fitnah, kebohongan, caci maki, dan membodohi rakyat, teriak-teriak nggak karuan.

            Lebih parah lagi, mereka yang kotor hati dan perilakunya justru memanfaatkan kebaikan hati orang-orang shaleh dengan cara menebarkan puluhan ribu kotak amal dan menyalahgunakan uang orang-orang baik itu untuk kegiatan terorisme. Mereka menuliskan di kotak amalnya berupa penipuan, seperti, membangun masjid, menolong anak-anak yatim piatu, membantu fakir miskin, dan penipuan lainnya.

            Kotak amal-kotak amal para teoris ini membuat kotak-kotak amal lain yang benar-benar tulus niatnya untuk mengajak ibadat dengan berbuat baik menjadi ikut tercoreng dan kemungkinan akan membuat para penyumbang menjadi enggan menyumbang dan bersedekah lagi melalui kotak amal. Inilah kerusakan yang ditimbulkan para teroris itu, kotak amal yang tulus menjadi terkotori oleh kotak amal teroris. Hal ini disebabkan semakin banyak orang yang mengingatkan untuk tidak lagi bersedekah melalui kotak amal. Saya juga menyarankan seperti itu. Saya sarankan kalau ingin bersedekah atau menyumbang, sebaiknya disalurkan melalui orang-orang atau lembaga yang sudah sangat dikenal dengan baik, paham dengan niatnya, tahu pula uang kita digunakan untuk apa. Jangan menyumbang melalui kotak amal atau lembaga atau orang yang tidak kita kenal. Berbahaya. Bisa juga kita menyalurkan uang secara langsung kepada orang yang memang benar-benar sangat membutuhkan. Lebih baik menyumbang dan bersedekah kepada orang-orang yang kita kenal daripada ke kotak amal yang kita sendiri tidak tahu siapa pengelolanya dan untuk apa sebenarnya uang yang terkumpul itu.

            Semoga Densus 88 berhasil memberantas terorisme, tetaplah menjadi dermawan, jangan berhenti bersedekah, kukuhkan Indonesia agar tetap menjadi negara No. 1 paling dermawan sedunia hingga kiamat tiba. Semoga Allah swt membalas segala kebaikan dan kedermawanan kita dengan  berlipat-lipat ganda. Aamiin.

            Sampurasun.

Thursday, 11 November 2021

Boikot Dudung Abdurachman dan Fadil Imran!

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Setelah Jenderal Andika Perkasa diusulkan Presiden RI Jokowi untuk menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujuinya, semakin jelaslah posisi yang akan diduduki Andika Perkasa. Dengan posisi barunya itu, Andika Perkasa jelas meninggalkan jabatan lamanya, yaitu Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad).

            Karena meninggalkan posisi Kasad, jelas pula harus ada prajurit lain untuk mengisinya. Prajurit yang santer diberitakan akan mengganti Andika, sebagai Kasad, adalah Jenderal Dudung Abdurachman yang masih menjadi Pangdam Jaya. Berita ini membuat naik pitam HRS. Wajar HRS marah karena Dudung adalah orang yang memerintahkan pembongkaran baligo bergambar dirinya yang dipasang oleh Front Pembela Islam (FPI) yang telah dibubarkan itu. Oleh sebab itu, HRS marah dan dari dalam penjara mengeluarkan seruan kepada para pendukungnya untuk memboikot Dudung. Di samping itu, HRS pun sekalian menyerukan memboikot Kapolda Metro Jaya Muhammad Fadil Imran. Fadil memang sangat berperan dalam pembubaran FPI demi penegakan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.

            Awalnya saya bingung, bagaimana bisa HRS memboikot Dudung dan Fadil?

            Siapa sih dia?

            Sehebat apa sih dia?

            Setelah saya cari-cari informasi, ternyata ada dua cara memboikot Dudung dan Fadil. Saya memahaminya dan menganggapnya bagus.

            Cara boikot pertama, para pengikutnya dilarang mengundang Dudung dan Fadil jika mengadakan acara-acara. Itu normal, bagus juga sih karena kalau diundang pun mereka belum tentu mau datang karena kesibukan. Saya sendiri sering mengadakan acara dengan mengundang gubernur atau walikota, terkadang mereka tidak bisa hadir karena kesibukan atau karena dipanggil atasannya, dipanggil presiden, misalnya. Kalau tidak bisa hadir, mereka biasanya mengutus wakilnya untuk menghadiri undangan kita. Itu masih beruntung jika wakilnya yang hadir, tetapi wakil pun kadang tidak bisa hadir, lalu mengutus bawahannya yang setingkat kepala biro. Kita harus puas dengan hal itu. Demikian pula dengan Dudung dan Fadil yang pejabat tinggi di kesatuannya, mereka orang sibuk. Kalau diundang, bisa hadir ataupun tidak. Jadi, cara boikot seperti itu biasa-biasa saja, nggak ada masalah apa pun.

            Cara boikot kedua, kalau ada acara yang diadakan pihak lain,tetapi dihadiri pula oleh pengikut HRS, kemudian hadir Dudung atau Fadil dalam acara itu, pengikut HRS harus bubar. Itu juga tidak mengapa, biasa saja. Wajar marah kalau organisasinya dibubarkan, asal jangan disalurkan kemarahannya dengan cara melanggar hukum karena akan menjadi masalah baru.

Ada bagusnya juga sih. Kalau dalam suatu acara ada hal-hal yang dianggap Dudung atau Fadil cenderung mengarah pada ketidaktertiban atau pelanggaran pada aturan, tinggal datang saja Dudung atau Fadil atau keduanya bersamaan, otomatis acara itu akan bubar dengan sendirinya. Jadi, tidak perlu banyak menurunkan pasukan dan mengeluarkan dana banyak untuk membubarkan mereka. Cukup hadir Dudung atau Fadil, bubar semua.

Ini sesuatu yang wajar, negeri ini perlu terus menyesuaikan diri untuk mendapatkan adjustment yang diperlukan untuk memperkuat integrasi bangsa. Kalau tidak mampu menyesuaikan diri di dalam tubuh negara sendiri, yang terjadi adalah maladjustment dan mengarah pada disorganisasi, disintegrasi, perpecahan, dan kehancuran. Kita bisa menyaksikan bagaimana negara-negara yang telah mengalami perpecahan dan kerusakan, penuh dengan penderitaan.

Growing pain, kata orang barat, “tumbuh dewasa itu menyakitkan”, kita memang harus mengalami rasa sakit untuk menjadi manusia-manusia yang lebih baik lagi. Dalam proses penyesuaian ini, semua orang harus paham dan mengerti bahwa semuanya harus memproses diri ke arah perbaikan. Kalau gagal, menyesuaikan diri, yang terjadi adalah saling mengalahkan serta ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah. Jika mampu menyesuaikan diri, kita akan mendapatkan suasana yang win win solution, semuanya menang dan mendapatkan manfaat yang sama.

Sampurasun

Tuesday, 9 November 2021

Wakil Rakyat Lemah Kritik


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Beberapa waktu lalu, Fahri Hamzah yang sudah menjadikan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai mantannya mengaku bahwa dirinya pernah ditanya oleh Presiden RI Jokowi. Dia ditanya kenapa saat ini wakil rakyat yang menjadi oposisi sangat lemah kritikannya, bahkan mungkin tidak terdengar lagi. Kalau dibilang oposisi, ya hanya PKS dan Demokrat karena yang lain sudah bergabung dengan kekuatan politik Jokowi. Jokowi sangat mengharapkan kritik keras seperti yang dilakukan Fahri dulu kepada dirinya hingga Jokowi menganugerahkan penghargaan kepada Fahri karena kritikannya sangat bermanfaat. Jokowi merindukan kritik karena banyak menteri yang harus diawasi, banyak pejabat negara yang harus dikontrol. Kini Jokowi merasa kehilangan itu.

            Saya pribadi, sebagai rakyat, memang juga menginginkan kritikan keras kepada pemerintah sehingga rakyat disuguhi perdebatan yang mencerdaskan dan mengasyikan yang dipertontonkan oleh orang-orang berkuasa yang cerdas itu. Hal itu, sungguh hampir tidak ada kalaupun ada kritik, isinya remeh, kurang data, tidak mencerdaskan, seperti, pemindahan ibukota, banyak hutang, omnibus law, asing, aseng, pembangunan infrastruktur yang mudah sekali dipatahkan dan tidak mempengaruhi kebijakan apa pun selain berisik dan menghambur-hamburkan banyak uang sia-sia. Demonstrasi yang nggak jelas itu menghamburkan uang sia-sia karena harus menerjunkan aparat untuk mengamankan situasi.

            Kritikan keras yang saya sukai justru datang dari para akademisi dan dari para buzzer, misalnya, kritikan soal pembebasan lahan untuk pembangunan kereta secepat peluru itu dan tes PCR jika kita hendak bepergian menggunakan pesawat terbang. Kritikan keras semacam itu justru seharusnya datang dari PKS dan Demokrat karena mereka oposisi, tetapi mereka diam saja, padahal mereka digaji adalah untuk mengontrol dan mengawasi pemerintah.

            Kritikan apa yang mereka buat untuk mendorong kebijakan pemerintah agar lebih baik lagi?

            Tidak ada. Bisa juga ada, tetapi saya tidak tahu dan banyak orang juga tidak tahu saking lemahnya kritikan.

            Saya sendiri, orang seukuran saya, dua kali mengkritik pemerintah dan itu mendorong presiden untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kritikan. Pertama, ketika ada penghinaan kepada Nabi Muhammad saw di Perancis, Presiden Emanuel Macron malah mendukung penghinaan sebagai bentuk kebebasan. Saya protes keras dalam tulisan di internet bahwa meskipun Jokowi bersahabat dengan Macron dan Indonesia bersahabat dengan Perancis, Jokowi harus keras bersuara soal penghinaan itu dan menawarkan kepada dunia bahwa penghinaan bukanlah bagian dari kebebasan berpendapat. Besoknya, saya geer saja, setelah saya protes, Jokowi bersuara keras secara resmi di Istana yang diserukan kepada seluruh dunia bahwa Indonesia mengecam aksi penghinaan yang telah terjadi di Perancis. Tuh, kritikan manusia kayak saya saja bisa mendorong presiden untuk melakukan sesuatu yang nyata.

            Kedua,  soal tes PCR sebelum menggunakan pesawat terbang, saya protes karena di samping membingungkan, ada indikasi pemerasan, juga berbiaya tinggi.

            Untuk apa lagi tes PCR bagi mereka yang sudah dua kali divaksin dan punya kartu atau sertifikat telah divaksin?

            Apakah pemerintah tidak percaya pada vaksin yang telah menjadi programnya sendiri itu?

            Lantas, vaksin buat apa kalau begitu?

            Di samping itu, tes PCR harganya mahal, Rp500.000,-. Meskipun telah diturunkan menjadi Rp300.000,-, tetap saja mahal.  Coba bayangkan jika saya mau main ke Bali sekeluarga, saya harus mengeluarkan uang Rp1.500.000,- untuk tes PCR saja karena saya sekeluarga adalah lima orang. Itu kan sudah sama dengan harga satu tiket pesawat terbang sekelas Garuda.

            Para buzzer yang biasanya membela habis Jokowi, tetapi untuk soal tes PCR protes keras pada presiden. Meskipun mereka adalah pembela Jokowi, tetap ingat bahwa rakyat harus dibela jika pemerintah salah.

            Setelah banyak protes, kewajiban untuk tes PCR pun dihentikan. Artinya, kritikan keras rakyat ternyata telah mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah. Presiden dan pemerintah sadar bahwa ada hal yang harus diperbaiki dalam program-programnya dan kerja-kerjanya. Nah, kritikan keras seperti ini seharusnya datang dari oposisi: PKS dan Demokrat, bukan dari manusia seperti saya atau dari para buzzer itu. Wakil rakyat kan sudah seharusnya protes keras jika pemerintah salah bukan mikirin kedudukannya sendiri saja.

            Saya jadi curiga jangan-jangan mereka tidak protes karena mereka pun terlibat dalam bisnis PCR dan mendapatkan untung dari bisnis itu meskipun membingungkan dan menyusahkan rakyat.

            Coba deh para wakil rakyat itu protes dengan menggunakan data yang benar, fakta yang nyata, dan analisis yang akurat sehingga bisa mendorong pemerintah untuk bekerja lebih baik lagi. Hentikan menggunakan kata-kata aneh untuk mencitrakan diri seperti orang shaleh, seperti, kata-kata dzalim, dajjal, iblis, sorga, neraka, dan lain sebagainya untuk menyerang pemerintah. Itu tidak ada gunanya, cuma keberisikan hampa, kosong, tidak bernilai.

            Sampurasun.

Sunday, 7 November 2021

Mahasiswa Tidak Tahu Berterima Kasih

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Salah satu tugas Negara Indonesia adalah mencerdaskan bangsa Indonesia dari keterbelakangan pendidikan. Oleh sebab itu, negara mengucurkan banyak dana beasiswa bagi ribuan siswa dan mahasiswa agar rakyat terlepas dari kebodohan. Negara dan bangsa ini berharap bahwa generasi muda pada masa depan dapat memiliki pengetahuan dan perilaku yang baik untuk memajukan dan menyejahterakan bangsa Indonesia serta bermanfaat bagi banyak orang. Perilaku yang baik itu bisa dimulai dari hal yang paling dekat, misalnya, lebih menghormati orangtua, keluarga, masyarakat sekitar, guru-gurunya, dosen-dosennya, lembaga tempatnya mengenyam pendidikan, serta mengikuti proses pembelajaran dengan baik sehingga ilmunya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan banyak orang, khususnya di dalam negaranya sendiri yang telah membiayainya kuliah.

            Tak perlu mengucapkan terima kasih, berperilaku baik dan tidak merusakkan situasi pembangunan negara adalah sudah sangat baik. Apalagi jika berkontribusi besar secara nyata dalam membangun bangsanya untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin rumit dan berat.

            Sayangnya, banyak mahasiswa yang tidak menyadari hal ini. Jangankan untuk menjadi bermanfaat bagi banyak orang, untuk mengikuti kuliah saja sudah tidak disiplin. Bahkan, yang lebih parah lagi adalah merugikan negara yang telah membiayainya kuliah. Bagi saya, mereka yang berperilaku seperti ini adalah mirip koruptor karena telah menggunakan uang rakyat, tetapi tidak menggunakan uang itu seperti yang diharapkan rakyat.

            Satu contoh nyata adalah Veronica Koman. Dia dulunya adalah mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari Negara Indonesia, kuliahnya dibiayai oleh uang rakyat yang disalurkan negara untuk dirinya hingga bisa ke luar negeri. Akan tetapi, dia memprovokasi rakyat, khususnya Papua hingga terjadi kerancuan berita dan informasi yang menyesatkan. Oleh sebab itu, dia ditetapkan menjadi tersangka oleh kepolisian. Kemudian, dia kabur ke luar negeri. Belakangan ini, beberapa tayangan berita menyebutkan dia malah ikut mendukung gerakan separatisme Papua yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hingga kini dia terus terkesan membela pemisahan Papua dari Indonesia dan terus menjelek-jelekkan Indonesia di mata dunia.

            “Tidak ada maling yang ngaku”, begitu kalimat yang sering kita dengar di Indonesia. Dia juga tidak mengakui kesalahannya di depan media-media, baik media nasional maupun internasional.

            Kalau memang tidak bersalah, mengapa harus kabur?

            Hadapi saja dengan berani sidang pengadilan yang akan menentukan dia salah atau benar. Dia sendiri kan berprofesi sebagai pengacara.

Untuk apa takut kalau memang benar?

Berdebatlah di pengadilan. Semua orang akan menyaksikannya.

            Dia itu pengecut dan tidak tahu berterima kasih. Orang lain malah mengatakannya dia adalah pengkhianat bangsa. Orang Papua sendiri sebagian besar marah terhadap Veronica Koman karena dia sendiri bukan asli Papua dan tidak dianggap sebagai suara rakyat Papua. Salah satunya adalah pernyataan dari Putri Intelegensia 2015 asal Papua Olvah Alhamid bahwa dirinya adalah orang Papua asli yang tidak akan pernah setuju terhadap Veronica dan menentang 100% Veronica.

            Veronica Koman adalah contoh dari mahasiswa yang tidak tahu berterima kasih. Dia sudah dibiayai rakyat melalui negara, tetapi merusakkan nama baik dan situasi Negara Indonesia. Mahasiswa lain harus menjadikannya sebagai contoh buruk, jangankan berterima kasih, bermanfaat untuk bangsanya sendiri, tidak. Bahkan, orangtuanya sendiri sempat menangis agar dia menghentikannya kegiatannya, tetapi dia tidak menggubrisnya hingga kini menjadi buronan Interpol. Dia bukanlah pahlawan Papua. Dia adalah pengacau yang tidak tahu cara berterima kasih.

            Sampurasun.

Saturday, 6 November 2021

Mendukung PKI

 


oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang surya

Dalam masa Pilpres RI 2019, bahkan setelahnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) kerap dituduh di dalamnya banyak anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Banyak netizen yang bertanya tentang hal itu kepada saya, mahasiswa juga banyak yang bertanya.

            Jawaban saya selalu tetap sama, yaitu PKI sudah dibubarkan, PKI tidak ada lagi. Paling kalaupun ada, adalah orang-orang yang berpikiran komunis. Mereka yang berpikiran komunis ada di mana-mana, pada berbagai Ormas ataupun partai. Saya sendiri mengajarkan komunisme karena memang komunis adalah salah satu fenomena sosial yang hadir di dunia dan mempengaruhi perjalanan hidup manusia setelah merkantilisme, liberalisme, dan kapitalisme. Orang, terutama generasi muda harus tahu dan paham tentang komunisme agar menjadi bijak dalam melangkah dan melakukan berbagai hal yang terkait dengan kehidupan masyarakat.

            PKI sudah dilarang di Indonesia. Kalau orang-orang yang berpikiran komunis memang ada dan tidak dilarang karena itu hanya ada di dalam pikiran, kecuali jika diajarkan untuk membuat gerakan, mengganggu ketertiban umum, apalagi jika sampai mempersenjatai banyak orang hingga membuat huru-hara.

            Kita tidak bisa menghukum orang yang di dalam kepalanya ada komunisme karena cuma ada di dalam alam pikiran. Sama halnya dengan orang yang ingin mendirikan negara Islam, kalau cuma ada di dalam pikiran, ya tidak apa-apa. Itu kan hanya keinginan. Tidak ada undang-undang yang dapat menghukum pikiran atau keinginan. Kalau sudah bergerak bergerombol mengganggu masyarakat, apalagi ada korban, aparat hukum harus tegas dan keras menindak mereka.

            Jadi, di PDIP itu tidak ada PKI, kalau orang-orang berpikiran komunis bisa saja ada. Itu biasa saja. Ada di mana-mana kok.

            Lucunya, para penipu mengatakan di PDIP ada PKI. Akan tetapi, anggota Partai Keadilan Sejahtera  (PKS) yang anti-PKI itu disarankan mendukung Ganjar Pranowo untuk menjadi presiden setelah Jokowi. Ganjar itu kader yang dibesarkan oleh PDIP.

            Kalau di PDIP banyak PKI, lalu PKS mendukung Ganjar PDIP, bukankan sama dengan PKS mendukung PKI?

            Think about that.

            Sampurasun.