Sunday, 7 November 2021

Mahasiswa Tidak Tahu Berterima Kasih

 

oleh Tom Finaldin

 

Bandung, Putera Sang Surya

Salah satu tugas Negara Indonesia adalah mencerdaskan bangsa Indonesia dari keterbelakangan pendidikan. Oleh sebab itu, negara mengucurkan banyak dana beasiswa bagi ribuan siswa dan mahasiswa agar rakyat terlepas dari kebodohan. Negara dan bangsa ini berharap bahwa generasi muda pada masa depan dapat memiliki pengetahuan dan perilaku yang baik untuk memajukan dan menyejahterakan bangsa Indonesia serta bermanfaat bagi banyak orang. Perilaku yang baik itu bisa dimulai dari hal yang paling dekat, misalnya, lebih menghormati orangtua, keluarga, masyarakat sekitar, guru-gurunya, dosen-dosennya, lembaga tempatnya mengenyam pendidikan, serta mengikuti proses pembelajaran dengan baik sehingga ilmunya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan banyak orang, khususnya di dalam negaranya sendiri yang telah membiayainya kuliah.

            Tak perlu mengucapkan terima kasih, berperilaku baik dan tidak merusakkan situasi pembangunan negara adalah sudah sangat baik. Apalagi jika berkontribusi besar secara nyata dalam membangun bangsanya untuk menghadapi tantangan masa depan yang semakin rumit dan berat.

            Sayangnya, banyak mahasiswa yang tidak menyadari hal ini. Jangankan untuk menjadi bermanfaat bagi banyak orang, untuk mengikuti kuliah saja sudah tidak disiplin. Bahkan, yang lebih parah lagi adalah merugikan negara yang telah membiayainya kuliah. Bagi saya, mereka yang berperilaku seperti ini adalah mirip koruptor karena telah menggunakan uang rakyat, tetapi tidak menggunakan uang itu seperti yang diharapkan rakyat.

            Satu contoh nyata adalah Veronica Koman. Dia dulunya adalah mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari Negara Indonesia, kuliahnya dibiayai oleh uang rakyat yang disalurkan negara untuk dirinya hingga bisa ke luar negeri. Akan tetapi, dia memprovokasi rakyat, khususnya Papua hingga terjadi kerancuan berita dan informasi yang menyesatkan. Oleh sebab itu, dia ditetapkan menjadi tersangka oleh kepolisian. Kemudian, dia kabur ke luar negeri. Belakangan ini, beberapa tayangan berita menyebutkan dia malah ikut mendukung gerakan separatisme Papua yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hingga kini dia terus terkesan membela pemisahan Papua dari Indonesia dan terus menjelek-jelekkan Indonesia di mata dunia.

            “Tidak ada maling yang ngaku”, begitu kalimat yang sering kita dengar di Indonesia. Dia juga tidak mengakui kesalahannya di depan media-media, baik media nasional maupun internasional.

            Kalau memang tidak bersalah, mengapa harus kabur?

            Hadapi saja dengan berani sidang pengadilan yang akan menentukan dia salah atau benar. Dia sendiri kan berprofesi sebagai pengacara.

Untuk apa takut kalau memang benar?

Berdebatlah di pengadilan. Semua orang akan menyaksikannya.

            Dia itu pengecut dan tidak tahu berterima kasih. Orang lain malah mengatakannya dia adalah pengkhianat bangsa. Orang Papua sendiri sebagian besar marah terhadap Veronica Koman karena dia sendiri bukan asli Papua dan tidak dianggap sebagai suara rakyat Papua. Salah satunya adalah pernyataan dari Putri Intelegensia 2015 asal Papua Olvah Alhamid bahwa dirinya adalah orang Papua asli yang tidak akan pernah setuju terhadap Veronica dan menentang 100% Veronica.

            Veronica Koman adalah contoh dari mahasiswa yang tidak tahu berterima kasih. Dia sudah dibiayai rakyat melalui negara, tetapi merusakkan nama baik dan situasi Negara Indonesia. Mahasiswa lain harus menjadikannya sebagai contoh buruk, jangankan berterima kasih, bermanfaat untuk bangsanya sendiri, tidak. Bahkan, orangtuanya sendiri sempat menangis agar dia menghentikannya kegiatannya, tetapi dia tidak menggubrisnya hingga kini menjadi buronan Interpol. Dia bukanlah pahlawan Papua. Dia adalah pengacau yang tidak tahu cara berterima kasih.

            Sampurasun.

No comments:

Post a Comment