oleh
Tom Finaldin
Bandung,
Putera Sang Surya
Salah satu tugas Negara
Indonesia adalah mencerdaskan bangsa Indonesia dari keterbelakangan pendidikan.
Oleh sebab itu, negara mengucurkan banyak dana beasiswa bagi ribuan siswa dan
mahasiswa agar rakyat terlepas dari kebodohan. Negara dan bangsa ini berharap
bahwa generasi muda pada masa depan dapat memiliki pengetahuan dan perilaku
yang baik untuk memajukan dan menyejahterakan bangsa Indonesia serta bermanfaat
bagi banyak orang. Perilaku yang baik itu bisa dimulai dari hal yang paling
dekat, misalnya, lebih menghormati orangtua, keluarga, masyarakat sekitar,
guru-gurunya, dosen-dosennya, lembaga tempatnya mengenyam pendidikan, serta
mengikuti proses pembelajaran dengan baik sehingga ilmunya dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan banyak orang, khususnya di dalam negaranya sendiri yang telah
membiayainya kuliah.
Tak perlu mengucapkan terima kasih, berperilaku baik dan
tidak merusakkan situasi pembangunan negara adalah sudah sangat baik. Apalagi
jika berkontribusi besar secara nyata dalam membangun bangsanya untuk
menghadapi tantangan masa depan yang semakin rumit dan berat.
Sayangnya, banyak mahasiswa yang tidak menyadari hal ini.
Jangankan untuk menjadi bermanfaat bagi banyak orang, untuk mengikuti kuliah
saja sudah tidak disiplin. Bahkan, yang lebih parah lagi adalah merugikan
negara yang telah membiayainya kuliah. Bagi saya, mereka yang berperilaku
seperti ini adalah mirip koruptor karena telah menggunakan uang rakyat, tetapi
tidak menggunakan uang itu seperti yang diharapkan rakyat.
Satu contoh nyata adalah Veronica Koman. Dia dulunya
adalah mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari Negara Indonesia, kuliahnya
dibiayai oleh uang rakyat yang disalurkan negara untuk dirinya hingga bisa ke
luar negeri. Akan tetapi, dia memprovokasi rakyat, khususnya Papua hingga
terjadi kerancuan berita dan informasi yang menyesatkan. Oleh sebab itu, dia
ditetapkan menjadi tersangka oleh kepolisian. Kemudian, dia kabur ke luar
negeri. Belakangan ini, beberapa tayangan berita menyebutkan dia malah ikut
mendukung gerakan separatisme Papua yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Hingga kini dia terus terkesan membela pemisahan
Papua dari Indonesia dan terus menjelek-jelekkan Indonesia di mata dunia.
“Tidak ada maling yang ngaku”, begitu kalimat yang sering
kita dengar di Indonesia. Dia juga tidak mengakui kesalahannya di depan
media-media, baik media nasional maupun internasional.
Kalau memang tidak bersalah, mengapa harus kabur?
Hadapi saja dengan berani sidang pengadilan yang akan
menentukan dia salah atau benar. Dia sendiri kan berprofesi sebagai pengacara.
Untuk
apa takut kalau memang benar?
Berdebatlah
di pengadilan. Semua orang akan menyaksikannya.
Dia itu pengecut dan tidak tahu berterima kasih. Orang
lain malah mengatakannya dia adalah pengkhianat bangsa. Orang Papua sendiri
sebagian besar marah terhadap Veronica Koman karena dia sendiri bukan asli
Papua dan tidak dianggap sebagai suara rakyat Papua. Salah satunya adalah
pernyataan dari Putri Intelegensia 2015 asal Papua Olvah Alhamid bahwa dirinya
adalah orang Papua asli yang tidak akan pernah setuju terhadap Veronica dan
menentang 100% Veronica.
Veronica Koman adalah contoh dari mahasiswa yang tidak
tahu berterima kasih. Dia sudah dibiayai rakyat melalui negara, tetapi
merusakkan nama baik dan situasi Negara Indonesia. Mahasiswa lain harus
menjadikannya sebagai contoh buruk, jangankan berterima kasih, bermanfaat untuk
bangsanya sendiri, tidak. Bahkan, orangtuanya sendiri sempat menangis agar dia
menghentikannya kegiatannya, tetapi dia tidak menggubrisnya hingga kini menjadi
buronan Interpol. Dia bukanlah pahlawan Papua. Dia adalah pengacau yang tidak
tahu cara berterima kasih.
No comments:
Post a Comment